Saturday, 23 November 2024
HomeBeritaIni Alasan Polisi China Menyita Paspor Semua Penduduknya

Ini Alasan Polisi China Menyita Paspor Semua Penduduknya

Bogordaily.net – Demi menjamin agar warga tidak bepergian, polisi Provinsi Hunan, China tengah, menyita paspor penduduk. Polisi berjanji akan mengembalikan paspor itu saat pandemi terkendali, seperti dilaporkan RFA, Kamis, 24 April 2022.

Penyitaan paspor telah diumumkan sejak 31 Maret lalu di media sosial oleh Departemen Kepolisian Baisha di provinsi tengah Hunan.

Aparat meminta perusahaan menyerahkan paspor semua karyawannya beserta anggota keluarga dan diserahkan kepada kepolisian.

Aturan itu dipraktekkan pada pekan ini. Di tengah lonjakan kasus yang terus meningkat, warga mencari cara untuk pergi ke tempat aman dan meninggalkan China, atau mendapatkan status imigrasi di luar negeri.

Menjawab pertanyaan bahwa tindakan itu berlebihan, petugas mengatakan bahwa aturan itu berlaku di semua wilayah di China, bukan hanya di Hunan. Termasuk kepada warga yang tidak memiliki majikan atau yang bukan karyawan.

Dikutip dari RMOL, polisi akan melakukan inspeksi untuk memastikan bahwa semua warga melaksanakan aturan baru tersebut.

China kembali dikepung wabah Covid-19 setelah negara itu sempat jeda cari pandemi dan mulai hidup dengan tatanan normal baru.

Angka kasus yang terus melonjak belakangan ini serta trauma pada kengerian pandemi di awal 2020 lalu, membuat pemerintah menerapkan aturan yang terlalu ketat.

Kebijakan tes wajib massal untuk nol-Covid China, penguncian yang jauh lebih ketat, dan verifikasi kesehatan digital, melahirkan kemarahan warga.

Dua tahun lamanya mereka mencoba untuk bersabar di saat pandemi memenjarakan mereka sepanjang 2020-2022.

Kini, ketika 2022 baru memasuki bulan keempat, mereka kembali harus ‘kembali dikurung di rumah’ dan kekurangan makanan.

Kemarahan terlihat di beberapa titik, memprotes kebijakan baru yang menurut mereka sangat tidak masuk akal. Untuk kalangan menengah, mereka berusaha pergi ke luar negeri, menciptakan gelombang emigrasi baru.

Menghindari hal itu, pemerintah mengeluarkan aturan ‘penyitaan’ paspor.

Shanghai, kota yang ricuh dalam minggu-minggu terakhir dengan aksi unjuk rasa yang mengerikan, bernasib sama dengan Hunan.

Kota itu juga dijaga ketat oleh otoritas dengan penguncian yang ketat selama beberapa minggu. Perlakuan aparat juga kurang menyenangkan. Memicu keinginan orang untuk pergi dari China dan memulai kehidupan baru di negara lain.

Bagi mereka yang cukup punya uang, bisa mencari “kartu hijau dari negara besar dan paspor dari negara kecil” untuk melengkapi paspor China mereka, agar bisa bepergian, menurut sumber, seperti dilaporkan RFA.

“Kebanyakan orang mencari proses yang cepat dan mudah untuk mendapatkan tempat tinggal permanen, dan mereka tidak keberatan menghabiskan lebih banyak tabungan mereka untuk mencapainya,” katanya, menambahkan bahwa Turki menjadi pilihan banyak orang.

Penentangan warga terhadap kebijakan China serta meningkatnya keinginan untuk meninggalkan negara itu, menjadi trending di media sosial China.

Meme seputar karakter China ‘runzhi’ pun menjadi booming. Itu adalah referensi satir untuk mendiang pemimpin tertinggi Mao Zedong. Run dari nama runzhi dipelesetkan menjadi run yang dalam bahasa Inggris berarti ‘lari’.

Mao Zedong memiliki nama lain yaitu RunZhi, ia lahir di Kabupaten Xiangtan di Provinsi Hunan pada tanggal 26 Desember 1893, dari keluarga pekerja dan petani biasa.

“Mao RunZhi melarikan diri pada saat yang paling kritis,” kata Xia Ming, seorang profesor ilmu politik di City University of New York.

Ia mengatakan kepada RFA bahwa eksodus yang terjadi belakangan ini adalah puncak gelombang migrasi yang sebenarnya telah dimulai sekitar lima tahun lalu.

“Orang-orang ini yang dulunya menjalani kehidupan yang lebih nyaman daripada orang lain, tiba-tiba menghadapi kelaparan dalam semalam dan kehilangan semua rasa martabat pribadi mereka. Itu adalah kejutan besar bagi kelas menengah,” terang Xia.

Namun, warga Shanghai tidak banyak melarikan diri dari Covid-19 karena pembatasan Covid yang diberlakukan pemerintah sangat ketat, yang bahkan telah menghilangkan hak-hak mereka, menurut komentator Hong Kong yang berbasis di Taiwan, Sang Pu.

“Emigrasi didorong oleh pendekatan otoriter PKC untuk pengendalian dan pencegahan penyakit, bukan virusnya,” kata Sang, yang menilai itu adalah alasan politis.

Pengusaha kaya China dan pejabat tinggi diizinkan melarikan diri ke luar negeri dengan membayar sejumlah uang.

Itu artinya membuka saluran untuk pencucian uang, sambil memperluas kehadiran PKC agar berkembang di luar negeri, menurut Sang.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here