Bogordaily.net – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Wali Kota Bekasi nonaktif, Rahmat Effendi menggunakan uang hasil memalak para camat dan ASN Pemkot Bekasi untuk membangun perkemahan mewah atau glamour camping (glamping).
Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, pihaknya telah meminta keterangan terkait hal itu ke sejumlah camat dan pejabat di lingkungan Pemkot Bekasi pada Selasa, 5 April 2022.
“Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya perintah penarikan sejumlah uang oleh tersangka RE (Rahmat Effendi) dari para camat maupun ASN Pemkot Bekasi untuk membangun glamping,” ujar Ali dalam keterangan tertulisnya, dikutip dari CNN, Rabu 6 April 2022.
Sembilan saksi yang dimintai keterangan di antaranya Camat Bekasi Utara, Zalaludin; Camat Bekasi Timur, Widi Tiawarman; Camat Pondok Gede, Nesan Sujana; Camat Bantar Gebang, Asep Gunawan; Camat Mustikajaya, Gutus Hermawan; serta Camat Jatiasih, Mariana.
Sementara, pejabat Pemkot Bekasi yang dipanggil untuk dimintai keterangan yakni; Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan KB, Marisi; ASN Inspektorat, Dian Herdiana; dan Sekretaris BPKAD, Amsiah.
KPK sebelumnya menetapkan Rahmat Effendi alias Pepen, sebagai tersangka kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ini merupakan pengembangan dari proses penyidikan perkara dugaan suap pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan, serta pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi.
Pepen diduga telah membelanjakan, menyembunyikan atau menyamarkan kepemilikan sebenarnya atas harta kekayaan yang patut diduga dari hasil tindak pidana korupsi.
Dalam proses penyidikan kasus dugaan suap, KPK sudah mengusut pengelolaan aset milik Pepen yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
Sebelumnya, Pepen juga telah ditetapkan KPK sebagai tersangka bersama 8 orang lainnya terkait kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa, jual beli jabatan, serta pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di Pemerintah Kota Bekasi. Berdasarkan temuan awal KPK, Pepen diduga menerima uang lebih dari Rp7,1 miliar.*
(Muhamad Fadly)