Bogordaily.net – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujui Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual untuk disahkan menjadi Undang-undang, pada Selasa, 12 Maret 2022. Adapun isi dari UU TPKS yang mulai berlaku saat ini.
Sebelumnya dalam pembahasan tingkat pertama atau rapat pleno, delapan dari sembilan fraksi di DPR sepakat RUU TPKS disahkan menjadi UU, yakni Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN dan Fraksi PPP.
Hanya Fraksi PKS yang menolak RUU TPKS disahkan menjadi UU.
Ketua Panja RUU TPKS Willy Aditya menyebut, undang-undang ini juga akan menjadi kedudukan hukum untuk penegakan sanksi pidana pada pelaku pelecehan seksual.
“Bagaimana aparat hukum memiliki payung hukum atau legal standing yang selama ini belum ada di dalam kasus tindak kekerasan seksual,” kata Willy dapat rapat paripurna DPR.
UU TPKS memuat 8 Bab dan 93 pasal yang mengatur pencegahan, penanganan, dan pemidanaan dalam kasus kekerasan seksual dengan perspektif korban.
Bentuk kekerasan seksual dalam UU TPKS diatur dalam Pasal 4 ayat (1). Dalam beleid tersebut, ada sembilan jenis kekerasan seksual meliputi:
pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual berbasis elektronik, penyiksaan seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, eksploitasi seksual, pemaksaan perkawinan, dan perbudakan seksual.
Selain itu, isi UU TPKS dalam ketentuan Pasal 4 ayat (2) juga termaktub lebih rinci terkait tindak pidana kekerasan seksual lainnya, yakni:
1. Pemerkosaan
2. Perbuatan cabul
3. Eksploitasi seksual terhadap anak
4. Perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban
5. Pornografi yang melibatkan anak atau secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual
6. Pemaksaan pelacuran
7. Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual
8. Kekerasan seksual dalam rumah tangga
9. Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana kekerasan seksual
10. Tindak pidana lain yang dinyatakan sebagai kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan
UU TPKS memuat pelecehan fisik maupun non fisik termasuk dalam delik aduan. Dalam hukum Indonesia, delik aduan berarti delik yang hanya bisa diproses apabila ada pengaduan atau laporan dari orang yang menjadi korban tindak pidana.
Sederhananya, korban pelecehan seksual harus memberikan laporan terlebih dahulu kepada kepolisian untuk menuntut pelaku sesuai ketentutan yang berlaku.
Hal ini tertera dalam Pasal 7 ayat (1) dalam UU TPKS. Namun delik aduan tidak berlaku untuk korban pelecehan berstatus penyandang disabilitas atau anak. Pelecehan seksual pada dua kelompok ini, termasuk pada delik biasa yang bisa langsung diproses hukum tanpa persetujuan korban.*