Bogordaily.net – Gelombang massa yang begitu berat bisa terjadi jika suatu negara mengalami kondisi ekonomi yang buruk. Hal itu dikatakan oleh Rizal Ramli.
ADVERTISEMENT
Bahkan ada adagium yang menyebut bahwa perubahan tidak terelakan atau change is inevitable.
Menurut mantan Anggota Tim Panel Ekonomi PBB bersama peraih Nobel itu, apabila kondisi objektifnya sudah matang, maka risiko perubahan bisa diminalisir.
ADVERTISEMENT
“Kondisi objektif itu adalah krisis ekonomi sosial rakyat, krisis likuiditas dan dinamika geostrategis,” tulis Menko Ekuin era pemerintahan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur itu melalui akun Twitter pribadinya @ramlirizal, Kamis, 28 April 2022.
ADVERTISEMENT
Rizal Ramli kemudian mengungkapkan kondisi yang terjadi di tahun 1998. Kala itu, kata Rizal Ramli, perubahan rezim terjadi melalui gerakan reformasi yang digalang mahasiswa.
Pada periode April hingga Mei 1998, ungkap Rizal Ramli, telah terjadi kelangkaan beras, krisis utang konglomerat, dan APBN bolong besar karena krisis perbankan. Bahkan bahan bakar minyak (BBM) kala itu mengalami kenaikan hingga 74 persen.
“Teman-teman prodemokasi sudah ndak mau Soeharto, geopolitik juga ingin transisi Indonesia ke sistim demokratis. Akhirnya Pak Harto yang sangat kuat undur diri,” tegasnya.
Sementara saat ini tidak jauh beda. Kondisi ekonomi rakyat sangat berat, bahkan lebih sulit dari April hingga Mei 1998. Selain itu, daya beli rakyat terus dirontokkan dengan kenaikan harga-harga dan tarif.
“Mahasiswa dan civil society sebel dengan kembalinya sistim otoriter dan KKN, geopolitik menilai ini rezim Pro-Beijing. Angin perubahan sudah tiba!” tandasnya.***