Bogordaily.net – Beberapa waktu lalu, Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden berbicara mengenai kemungkinan ibu kota Indonesia, DKI Jakarta, akan tenggelam.
Dalam pidatonya di kantor Direktur Intelijen Nasional AS pada 27 Juli 2021 lalu, Presiden negara adidaya itu menyebut bahwa Jakarta terancam tenggelam dikarenakan perubahan iklim yang saat ini sedang menghantui seluruh dunia.
“Jika, pada kenyataannya, permukaan laut naik dua setengah kaki lagi, Anda akan memiliki jutaan orang yang bermigrasi, memperebutkan tanah yang subur…,” ujarnya.
“…Apa yang terjadi di Indonesia jika proyeksinya benar bahwa, dalam 10 tahun ke depan, mereka mungkin harus memindahkan ibu kotanya karena mereka akan berada di bawah air?” Ucap Biden.
Perkiraan waktu Jakarta akan tenggelam bukanlah kali pertama disampaikan. Sebelum pernyataan Biden, Jakarta juga pernah diprediksi akan tenggelam pada tahun 2050 mendatang.
Hal itu terungkap dalam laporan berjudul New elevation data triple estimates of global vulnerability to sea-level rise and coastal flooding yang terbit di jurnal Nature Communications pada 29 Oktober 2019.
Bukan hanya itu, Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) juga pernah memperkirakan wilayah Jakarta bagian utara akan tenggelam.
Prediksi Jakarta tenggelam ini didasarkan pada sejumlah faktor dan kondisi seperti perubahan iklim, eksploitasi air tanah, hingga kenaikan permukaan laut karena pencairan lapisan es akibat pemanasan global.
“Masalah banjir itu juga semakin memburuk dalam beberapa dekade karena adanya pemompaan air tanah yang menyebabkan tanah tenggelam atau surut,” ujar badan yang berbasis di Washington ini
NASA mencatat bahwa kenaikan laut global yang rata-rata naik sebesar 3,3 mm per tahun dan adanya tanda badai hujan makin intens saat atmosfer memanas, NASA mengatakan banjir jadi hal biasa. Sejak tahun 1990-an bahkan banjir besar telah terjadi di Jakarta dan musim hujan 2007 membawa kerusakan dengan 70% wilayah terendam.
NASA juga mengunggah gambar landsat yang menunjukkan evolusi Jakarta dalam tiga dekade terakhir. Adanya pembabatan hutan dan vegetasi lain dengan permukaan kedap air di daerah pedalaman di sepanjang sungai Ciliwung dan Cisadane telah mengurangi jumlah air yang dapat diserap.
Ini menyebabkan adanya limpahan serta banjir bandang. Populasi wilayah Jakarta lebih dari dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2020 telah membuat lebih banyak orang yang memadati dataran banjir dengan resiko tinggi.
Meski begitu, Kepala Balai Konservasi Air Tanah, Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Isnu Hajar Sulistyawan, menyebut bahwa ramalan yang disampaikan Biden tersebut berdasarkan hitungan secara linier.
Sebab, menurutnya, tidak semua wilayah di Jakarta Utara (Jakut), daerah yang paling rentan, mengalami penurunan tanah yang sama cepatnya.
“Kalau yang disampaikan Joe Biden itu dihitung linier. Mereka hitung dari interpretasi linier dihitung rate dari kemarin sampai sekarang,” paparnya dikutip dari CNBC Indonesia, Senin, 9 Mei 2022.
Dia mengatakan, terdapat sumur pantau untuk melihat penurunan muka tanah di daerah Banjir Kanal Timur (BKT).
Sumur tersebut memiliki kedalaman 300 meter sejak 1997, penurunan rata-ratanya 1,64 cm per tahun, tapi dalam 10 tahun terakhir dia sebut penurunannya melandai.
“Memang ada yang katakan 50 tahun ke depan, 10 tahun ke depan, tapi berdasarkan data kita ya seperti itu,” lanjutnya.***