Saturday, 23 November 2024
HomeBeritaTirto Adhi Soerjo dan Gerakan Sarekat Islam di Bogor

Tirto Adhi Soerjo dan Gerakan Sarekat Islam di Bogor

Ditulis Oleh : Subhan Murtadla, Ketua DPC Syarikat Islam Kota Bogor.

Bogordaily.net – Tirto Adhi Soerjo menjadi jurnalis mengalami masa empat Gubernur Jenderal, yakni CHA van der Wijck (memerintah 1893-1898), W Rooseboom (1898-1904), JB van Huestz (1904-1909) dan AWF Idenburg (1909-1916).

Selama menjadi jurnalis, Tirto tidak hanya menulis, tetapi juga aktif berorganisasi. Gagal dengan Sarekat Prijaji (SP), Tirto mendirikan Sarikat Dagang Islamiah (SDI), pada 27 Maret 1909, di Bogor. Landasan organisasi ini berbeda dengan SP apalagi Budi Oetomo (BO). Landasannya adalah kaum mardika atau mereka yang bukan mendapatkan penghidupan dari pengabdian kepada gubermen, tetapi pada pedagang, petani, pekerja, tukang, peladang, dan lain sebagainya.

Sama dengan SP, dalam organisasi barunya itu Tirto tidak mengambil kursi kepemimpinan. Presidennya adalah seorang saudagar, Sjech Achmad bin Abdoerachman Badjenet dan Komisarisnya, Sjech Said bin Abdoerachman Badjenet. Keduanya merupakan lulusan sekolah tinggi di Turki dan menguasai bahasa Inggris, Prancis, dan Turki.

Sedangkan Tirto, menjabat sebagai Sekretaris-Adviseur. Kedua Badjenet ini tidak lama duduk dalam organisasi dan mengundurkan diri.

Selanjutnya, SDI dipegang sendiri oleh Tirto. Pendirian SDI langsung mendapatkan sambutan hangat dari dalam dan luar negeri. Pers putih (Eropa) bahkan menyebutnya sebagai sambungan dari gerakan Pan-Islamisme internasional.

Bagai rumput kering terbakar dimusim kemarau, SDI dengan cepat menyebar. Keanggotaan pun terus bertambah, tidak hanya di Jawa saja. Tetapi juga di luar Jawa, SDI mendapatkan sambutan hangat.

Tirto lalu menyerahkan kepemimpinan pusat SDI kepada Hadji Samanhoedi dan secara otomatis pusat SDI dipindahkan dari Bogor ke Sala, Yogyakarta.

Tentang ini, Residen Surakarta, FF van Wijk menulis:

Perhimpunan SDI didirikan di sini beberapa bulan yang lalu oleh Redaktur Kepala Medan Prijaji yang terkenal itu. Raden Mas Tirtoadisoerjo. Juga di Buitenzoerg sudah berdiri perhimpunan seperti itu juga, pada 1909. Dalam waktu dekat , jumlah anggota membengkak cepat, masak dan mentah diterima sebagai anggota oleh Presiden Hadji Saman Hoedi.

Tetapi oleh Saman Hoedi, pimpinan pusat SDI diserahkan kembali kepada Umar Said Cokroaminoto, lulusan Sekolah Administratur (OSVIA). Keberanian dan kejujuran Cokroaminoto dalam memimpin disebut-sebut yang menarik Saman Hoedi untuk memilihnya. Cokroaminoto lalu melakukan survei atas pondasi yang telah dibangun Tirto ke Surakarta. Ketika pulang ke Surabaya, dia membuat akte hukum Sarekat Islam (SI) yang baru bersama 11 orang lainnya.

Demikianlah SI secara resmi terbentuk, pada 10 September 1912, sebagai kelanjutan dari SDI. Dalam sejarah modern Indonesia, SI menjadi salah satu organisasi massa paling gemilang di abad ke-20, dengan Surabaya sebagai pusatnya.

Di tengah kesibukannya berorganisasi, Tirto terus menulis. Salah satu tulisannya yang cukup menonjol adalah saat dia membongkar dugaan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh seorang pejabat Eropa, Aspiran Kontrolir Purworejo, A Simon. Tulisan ini dimuat dalam edisi ke-20 surat kabar Medan Prijaji, pada 30 Juni 1908.

Dalam tulisannya itu, Tirto menyebut Simon sebagai snop aap atau monyet penetek atau ingusan. Dalam perkara itu, Simon diduga melakukan persekongkolan dengan Wedana Cangkrep, Purworejo, Mas Tjokrosanto, dalam mengangkat Lurah Desa Bapangan, untuk menyingkirkan calon dengan suara terbanyak dan menjatuhinya hukuman krakal.*

Tulisan ini membuat gempar. Dalam pembelaannya di pengadilan, Tirto mengakui bahwa dirinya yang menulis artikel itu. Dia mengaku kesal, tetapi tidak bermaksud untuk menghina Simon secara pribadi apalagi fisik.

Tulisan itu adalah kritikannya atas prilaku sewenang-wenang. Pengadilan melepaskan Tirto dari tuduhan fitnah, namun dia mendapat vonis bersalah karena melakukan pencemaran nama baik dan dihukum buang dua bulan ke Telukbetung, Lampung, pada 1910.

Pulang dari Lampung, Tirto kembali memimpin Medan Prijaji. Pada 11 Juli 1910, surat kabar ini menjadi harian. Selain Medan Prijaji, Soeloeh Keadilan, dan majalah perempuan Poetri Hindia yang sangat populer, Tirto juga mengedit berkala bulanan Miliar Djawa, Sri Pasoendan, Pewarta Staats Spoor (SS) dan memimpin redaksi harian Pantjaran Warta.

Dari semua penerbitan yang dipegang Tirto, Medan Prijaji yang paling gemilang. Namun, tidak ada gading yang tidak retak. Medan Prijaji akhirnya ambruk juga. Sikap boros Tirto dan kurangnya kemampuan akuntansi yang baik, telah menjerumuskan Medan Prijaji Co. Ltd ke dalam krisis finansial. Kebangkrutan ini mengakibatkan persoalan hukum baru.

Pada 23 Agustus 1912, Tirto ditangkap di rumahnya Jembatan Merah, Bogor, dan ditahan di penjara Bogor. Dia dituntut oleh J Brunsveld van Hulten karena gagal melunasi utang. Medan Prijaji lalu dilelang kepada publik, tetapi hasilnya tidak cukup untuk membayar seluruh utang.

Dengan ini, maka berakhirlah sejarah perusahaan pribumi yang sebelumnya paling menjanjikan, dan dengan begitu berakhir pula surat kabar politik pertama Indonesia modern, Medan Prijaji.

*Hukuman krakal adalah hukuman yang memaksa pesakitan bekerja di tempat umum, sehingga dapat disaksikan orang banyak.
Pemerintah Kota Bogor Resmikan Jalan R.M. Tirto Adhi Soerjo, Pendiri Syarikat Dagang Islam, Pahlawan Nasional.

Pada hari, Rabu tanggal 10 November 2021, Pemerintah Kota Bogor resmi mengganti nama Jalan Kesehatan menjadi Jalan R.M. Tirto Adhi Soerjo, bertepatan di Hari Pahlawan.

 

Walikota bogor Bima Arya saat meresmikan jalan dengan nama R.M Tirto Adhi Soerjo

Peresmian dilakukan oleh Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto.Penggantian nama jalan ini didasari atas permohonan Yayasan Priatman Untuk Negeri yang diajukan pada tanggal 30 Agustus 2021, perihal permohonan penggunaan nama R.M. Tirto Adhi Soerjo sebagai salah satu nama jalan di Kota Bogor. Pemerintah Kota Bogor kemudian melakukan kajian history dan Keputusan Presiden No. 85/TK/2006 tanggal 3 November 2006 tentang Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional. Maka untuk mengenang jasa pahlawan, Pemerintah Kota Bogor mengabulkan permohonan tersebut.Bertepatan dengan Hari Pahlawan Nasional, Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto menyerahkan Surat Keputusan Wali Kota Bogor Nomor 620/Kep.877-DPUPR/2021 Tentang Penggantian Nama Jalan Kesehatan Menjadi Jalan R.M. Tirto Adhi Soerjo itu kepada pihak keluarga.R.M. Tirto Adhi Soerjo sendiri merupakan seorang Pendiri Syarikat Dagang Islam, Perintis profesi kewartawanan dan penerbitan surat kabar di Bumiputra.

R.M. Tirto Adhi Soerjo menjadi orang pertama dalam sejarah Indonesia yang merintis penggunaan surat kabar atau pers sebagai alat advokasi rakyat dan pembentuk pendapat umum. Seorang yang dengan keberanian dan pikiran- pikirannya ikut menjadi salah satu penggerak kebangkitan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pada tahun 1973, pemerintah mengukuhkannya sebagai Bapak Pers Nasional.R.M. Tirto Adhi Soerjo juga dikenal sebagai Sang Pemula.Menurut Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, cukup banyak tokoh-tokoh legendaris dan fenomenal yang hebat tercatat dalam sejarah diakui dalam negara, tapi tidak cukup dikenal kekinian oleh anak muda. Padahal kiprahnya luar biasa, berpengaruh dan menginspirasi. Salah satunnya adalah R.M. Tirto Adhi Soerjo.
Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto memberikan penjelasan “R.M. Tirto Adhi Soerjo adalah pendiri dari Sarikat Prijaji, pendiri Sarikat Dagang Islam yang kemudian menjadi cikal bakal Sarikat Islam, yang menjadi cikal bakal gerakan nasionalisme, yang melahirkan tidak hanya tokoh-tokoh nasionalis tapi tokoh-tokoh pergerakan Islam pada masa perjuangan yang didirikan Indonesia. R.M. Tirto Adhi Soerjo dikenal sebagai jurnalis yang sangat kritis, yang membela kepentingan pribumi, yang berani mengkritisi pemerintahan kolonial hingga mengorbankan hidupnya dan diasingkan kemudian sangat berpengaruh di lingkungan  pribadinya, R.M. Tirto Adhi Soerjo wafat pada tahun 1918, pada saat Bung Karno masih belia. Tidak salah jika banyak sejarawan yang menempatkan R.M. Tirto Adhi Soerjo sebagai orang yang memulai gerakan Indonesia.

Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto menegaskan, Ada tiga hal yang dasyat dan luar biasa dari sosok R.M. Tirto Adhi Soerjo. Pertama, R.M. Tirto Adhi Soerjo mengajarkan kita bahwa jurnalisme bisa menjadi senjata paling tajam untuk melawan penjajahan dan ketidakadilan. Kedua, R.M. Tirto Adhi Soerjo adalah seorang nasionalis.Tirto mengajarkan nasionalisme bahwa Indonesia dipersatukan bukan karena persamaan agama, bukan karena persamaan etnis, tapi persamaan nasib. Ketiga, R.M. Tirto Adhi Soerjo mengajarkan kita semua bahwa negara ini dipikirkan, dibangun dan dibayangkan oleh perjuangan kaum terdidik. Kaum yang merasakan pendidikan tinggi sehingga menjadi peringatan bagi orang-orang terdidik untuk tidak asik sendiri dan mementingkan kepentingannya sendiri.

Kota Bogor bangga karena ada orang besar di republik ini, diabadikan nama jalan R.M. Tirto Adhi Soerjo tidak jauh dari kantor PWI Kota Bogor. Peninggalan legasi almarhum R.M. Tirto Adhi Soerjo dilanjutkan, akan dibangun perustakaan kota dan akan bangun Pojok R.M. Tirto Adhi Soerjo oleh Pemerintah Kota Bogor sehingga anak-anak muda bisa belajar tentang jurnalisme kritis dan idealisme wartawan,serta tentang kebangsaan dari seorang R.M. Tirto Adhi Soerjo.

Sumber Tulisan:
Pramoedya Ananta Toer, Sang Pemula, Lentera Dipantara, Jakarta 2003.
Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah, Hasta Mitra, 1985 (dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung).
Pramoedya Ananta Toer, Rumah Kaca, Hasta Mitra, Februari 2001.
Ahmat Adam, Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan Kesadaran Keindonesiaan, Hasta Mitra, 1995.
Robert van Niel, Munculnya Elit Modern, Pustaka Jaya, 1984.
Media Massa Cetak dan on-line 2021

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here