Bogordaily.net – Ngumbah Tugu Kujang tidak boleh sembarangan. Tapi ada ritual yang mengawalinya sebelum ikon Kota Bogor itu benar-benar dicuci dan dibersihkan.
Ratusan budayawan berkumpul di area monumen Tugu Kujang, yang berlokasi di depan Hotel Amarossa, Jalan Raya Padjadjaran, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Senin, 20 Juni 2022.
Mengenakan pakaian khasnya berkumpul untuk melakukan Babakti di seputar Monumen Tugu Kujang. Semerbak dupa dan wewangian khas pun tercium di pelataran Tugu Kujang.
Selain itu, pujian-pujian kepada Sang Pencipta turut dilantunkan oleh budayawan yang berasal dari Bogor.
Kehadiran dupa dan lantunan pujian-pujian yang dilantunkan bersamaan dengan kidung ‘Wangsit Siliwangi’ ini dalam rangka Babakti Tugu Kujang sekaligus merayakan Hari Jadi Bogor ke 540 tahun.
Babakti Tugu Kujang ini pun ditandai dengan prosesi ‘ngumbah’ atau mencuci Tugu Kujang.
Koordinator Babakti Tugu Kujang, Tjetjep Thoriq mengatakan, Babakti itu merupakan ritual, berdoa dan bersyukur kepada sang Hyang Widi Allah SWT yang sudah memberikan kehidupan di dunia ini.
“Ini dilakukan sebagai bentuk bersyukur kepada Sang Pencipta. Mudah-mudahan senantiasa kita mendapat perlindungannya. Babakti, kita bersahabat dengan alam. Makanya kita hadirkan tanaman-tanaman sama seperti yang disiapkan oleh orang tua kita dulu,” kata Tjetjep Thoriq kepada wartawan.
Dia menjelaskan, babakti dan mencuci kujang itu sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sebab, selain bersyukur perlu adanya perawatan untuk menjaga Monumen Kujang yang terpasang diatasnya dengan mencucinya.
“Kujang itu pusaka orang sunda yang mesti dirawat. Orang tua dulu menciptakan kujang ini sangat fenomenal. Ada kujang yang bentuknya memang pisau, dan ada kujang yang bentuknya doa,” jelasnya.
Lanjut Tjetjep, kegiatan mencuci Tugu Kujang ini dilakukan selama enam hari dan dalam pelaksanaannya tidak bisa sembarangan. Karena, kata dia, dilihat dari air yang digunakan untuk mencuci Tugu Kujang tersebut.
“Airnya itu berasal dari empat sumber mata air yaitu dari Cidangiang, Cibogor, Kahuripan Kebun Raya Bogor, kemudian disempurnakan dengan sumber air kasucian Gunung Salak. Dari keseluruhan air menjadi Tri Tangtu Buana yaitu Ratu, Rama, dan Resi disempurnakan oleh air Gunung Salak itu,” katanya.
Dari air yang digunakan itu, kata Tjetjep, mengandung filosofi yang sangat luhur. Namun, dirinya meminta kepada seluruh masyarakat untuk tidak menyalahartikan dari babakti ini.
“Filosofi saja. Jangan disalah artikan karena kita bukan muja-muja. Sebab, kita menjunjung tinggi saja bahwa Kujang ini sebagai simbolisasi Pusaka Pajajaran,” tegasnya.
Tjejep pun berpesan kepada masyarakat untuk senantiasa menjaga kebudayaan Bogor sampai kapanpun.
“Teman-teman budayawan dan saya berharap, semua masyarakat yang hidup di Bogor, ngehirup udara di Bogor, minum air Bogor, mari sama-sama menjaga kebudayaan yang ada di Bogor,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim mengapresiasi kegiatan Babakti tersebut. Seraya menambahkan bahwa babakti Tugu Kujang bagian rangkaian yang biasanya digelar dalam peringatan Hari Jadi Bogor (HJB).
“Alhamdulilaj hari ini kita melaksanakan kegiatan babakti dan ngumbah kujang. Ini adalah kegiatan dalam rangkaian HJB 540. Dimana biasanya pengumbahan kujang ini dilaksanakan sebelum hari jadi namun karena beberapa hal terkait kemudian kita laksanakan setelah perayaan HJB,” ujar Dedie.
Sekadar informasi, setiap peringatan Hari Jadi Bogor (HJB) menjadi momen para budayawan untuk melaksanakan “Ngumbah Kujang” atau mencuci Kujang di monumen Tugu Kujang.
Tradisi yang sudah berlangsung sejak lama itu melibatkan anggota pecinta. Ini dilakukan untuk merawat tugu yang terletak di pusat Kota Bogor, yakni kawasan Jalan Padjajaran.
Tugu Kujang merupakan monumen yang menjadi simbol perlambang Kota Bogor. Bentuknya serupa dengan senjata pusaka asal suku Sunda.
Untuk mencuci Tugu Kujang, puluhan orang biasanya dilibatkan. Mereka memanjat tugu setinggi kurang lebih 25 meter ini.
Pencucian Tugu Kujang atau kini dinamakan dengan istilah “babakti” ini terbagi beberapa bagian. Seperti di tiang, logo Kota Bogor, dan senjata Kujang.
Sebelum prosesi “Ngumbah Kujang” dimulai, para sesepuh melaksanakan ritual memohon kelancaran kegiatan tersebut. Acara kemudian dilanjut dengan penampilan sejumlah penari. ***
(Heri Supriatna)