Friday, 29 March 2024
HomeBeritaKBRI Siapkan Rencana Darurat bagi WNI di Sri Lanka

KBRI Siapkan Rencana Darurat bagi WNI di Sri Lanka

Bogordaily.net– Krisis ekonomi membuat situasi di terus memburuk. Kedutaan Besar RI di Kolombo belum memutuskan melakukan evakuasi wajib bagi warga negara Indonesia () meski negara di Asia Selatan itu telah diklaim bangkrut.

“KBRI belum memutuskan mengumumkan evakuasi wajib (mandatory evacuation) bagi WNI yang tinggal di ,” ujar pejabat konsuler KBRI Kolombo, Heru Prayitno, dikutip dari CNNIndonesia.com.

KBRI siap mendukung dan membantu WNI yang memutuskan meninggalkan atau evakuasi mandiri karena krisis yang terjadi di negara itu. Heru menjelaskan, KBRI telah menyusun rencana kontijensi guna membantu WNI jika situasi terus memburuk dan segera memerlukan penanganan.

“KBRI telah menyusun rencana kontijensi guna membantu WNI jika situasi terus memburuk dan segera memerlukan penanganan. Dalam kaitan ini KBRI selalu konsultasi dengan Kemlu Pusat dan koordinasi dengan otoritas Pemerintah ,” paparnya.

Tak hanya itu KBRI, juga telah menyiapkan kebutuhan sembako bagi WNI yang membutuhkan. “Penyiapan kebutuhan sembako merupakan bagian dari rencana kontijensi perlindungan WNI,” terang dia.

KBRI terus melakukan pemantauan situasi dan berkomunikasi dengan seluruh WNI. Sementara itu berdasarkan data hingga Mei 2022, jumlah warga Indonesia di mencapai 306 orang.

Mekanisme pemantauan dan komunikasi dilakukan melalui grup WhatsApp dan pengumuman terbaru melalui situs resmi KBRI. Namun, Heru mengatakan masih banyak WNI yang masih memutuskan bertahan di karena masih mendapat fasilitas yang memadai termasuk gaji, makan, dan akomodasi. Menurut Heru, mayoritas WNI di sana bekerja sebagai terapis spa.

Namun, Heru tak menampik terdapat sejumlah WNI terapis spa di yang turut menghadapi kendala terkait hak gaji di situasi krisis saat ini. Sebelumnya diberitakan krisis ekonomi di membuat negara itu runtuh usai terjerat utang hingga membuat negara tidak bisa memenuhi kebutuhan makanan, bahan bakar, listrik dan banyak lainnya dalam beberapa bulan.

“Ekonomi kita benar-benar runtuh,” kata Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe.

Pria yang juga menjabat Menteri Keuangan dengan tugas utama menstabilkan ekonomi negara itu menyampaikan, tidak bisa membeli bahan bakar impor, bahkan untuk cetak uang tunai karena utang yang luar biasa besar.

“Saat ini, Ceylon Petroleum Corporation berhutang 700 juta dolar AS. Akibatnya, tidak ada negara atau organisasi di dunia yang bersedia menyediakan bahan bakar untuk kami,” kata dia, dikutip Suara.com dari ABC News.

“Mereka bahkan enggan menyediakan bahan bakar untuk mendapatkan uang tunai,” imbuhnya.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here