Friday, 26 April 2024
HomeBeritaSex Education for Early Childhood

Sex Education for Early Childhood

Bogordaily.net – Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang tua dan pedidik usia prasekolah tentang pentingnya sex education for early ehildhood serta mengenalkan seks, mengingat banyaknya kasus-kasus yang terjadi di masyarakat mengenai tindak kekerasan seksual terhadap anak-anak.

Akan tetapi yang terjadi di lapangan justru orang tua bersikap apatis dan kurang berperan aktif dalam memberikan seks sejak kepada anaknya.

Orang tua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anak nyala. seks adalah salah satu yang perlu diperhatikan oleh orang tua. seks sebenarnya menjadi bentuk kepedulian orang tua terhadap masa depan anak dalam menjaga kehormatannya.

Mayoritas masyarakat berpandangan pendidikan seks pada anak hal yang sangat tabu,padahal hal itu bukanlah suatu yang tabu melainkan perlu dilakukan untuk memberikan bekal pengetahuan yang benar pada anak.

Mereka beranggapan bahwa pendidikan seks akan diperoleh anak di sekolah dan seiring berjalannya usia ketika ia sudah dewasa nanti. Padahal pendidikan seks sendiri belum diterapkan secara khusus dalam kurikulum sekolah. Dan kurangnya pengetahuan orang tua dalam menghadapi tuntutan zaman yang semakin berkiblat ke arah barat menjadi faktor utama perlunya pendidikan seks sejak .

Maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi belakangan ini tidak lagi hanya mengancam para remaja akan tetapi terhadap anak . Pelaku eksploitasi seks pada anak mayoritas orang-orang terdekat yang bahkan dilakukan oleh keluarga korban sendiri. kurangnya pengetahuan anak dalam mengenal pendidikan seks mengakibatkan Meningkatnya kasus kekerasan.

Tetapi persepsi orang tua mengenai pendidikan seks yang dianggap tabu untuk dibicarakan bersama anak, menjadi sebab yang harus dibenahi bersama untuk membekali anak melawan arus globalisasi yang semakin transparan dalam berbagai hal termasuk seksualitas.

Makna seks menurut KBBI adalah jenis kelamin, maksudnya di sini adalah jenis kelamin yang membedakan pria dan wanita secara biologis. Namun karena kurangnya pengetahuan para orang tua menyebabkan pendidikan seks belum diajarkan kepada anak bahkan sebagian besar remaja pun tidak memperoleh pengajaran tentang pendidikan seks dari keluarga terutama dari orang tuanya sehingga mereka mendapatkan informasi yang kurang tepat bahkan cenderung menjerumuskannya untuk melakukan apa yang mereka temukan dari informasi yang kurang tepat tersebut.

Semakin transparannya berbagai informasi yang bisa diakses lewat jaringan internet oleh setiap orang sangat memungkinkan bagi sebagian besar anak untuk memanfaatkannya sebagai media belajar dalam memenuhi rasa keingintahuannya mengenai seks, padahal tidak semua informasi tepat untuk dikonsumsi anak yang masih rentan, karena tidak adanya filtrasi dari diri mereka sendiri untuk memilah informasi mana yang tepat.

Pendidikan seks bisa ditanamkan sejak dini saat anak mulai mengajukan pertanyaan mengenal hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas. Misalnya saat anak bertanya mengapa cara berpakain laki-laki berbeda dengan perempuan. Dari pertanyaan sederhana itu, orang tua bisa mulai menanamkan pendidikan seks mulai dari tingkat paling dasar mengenai pakaian dan fungsinya.

Semakin dewasa usianya, orang tua dapat memberikan informasi yang lebih lengkap sehingga mereka tidak mencari tahu sendiri informasi-informasi yang tersebar bebas di internet.

Menurut Simund Freud, pakar psikolog yang dikutip dari buku Ibu, dari mana aku lahir oleh Alya Andika (2010), tahapan perkembangan psikoseksual yang dilalui anak terbagi menjadi empat Fase, pertama adalah fase pragential, yaitu saat anak belum menyadari fungsi dan perbedaan alat kelamin antara laki-laki dan perempuan. Masa ini dibagi menjadi dua, yaitu masa oral (0-2 tahun) dan masa anal (2-4 tahun).

Masa oral ditandai dengan kepuasan yang diperoleh anak melalui daerah oral atau mulut. Pada tahap ini, anak memperoleh informasi seksual melalui aktivitas mulutnya. Pada usia 0-1 tahun bayi mendapat perasaan nikmat ketika menyusu melalui puting susu ibunya. Sedangkan pada usia 1-2 tahun anak terlihat cenderung antusias memasukkan apa saja yang dilihat ke dalam mulutnya.

Sementara pada pada masa anal, kepuasan anak didapat malalui daerah anusnya. Rasa nikmat dirasakan melalui aktivitas yang menyangkut proses pembuangan. Mereka cenderung berlama-lama di kamar mandi. Anak usia 2-4 tahun juga sering menahan kencing atau buang air besar.

Fase yang kedua disebut masa phallus, yaitu saat anak sudah menyadari perbedaan seks antara dirinya dengan temannya yang berbeda jenis kelamin. Anak pun mulai suka membandingkan alat kelamin miliknya dengan temannya yang lain. Anak juga akan mengalami fase laten yang umumnya berlangsung pada usia 6-10 tahun. Minat seksual berkembang menjadi berbagai bentuk sublimasi dari kemampuan psikis anak.

Fase ini terbagi menjadi dua,yaitu bagian awal dan bagian akhir. Di bagian awal anak tidak lagi memperhatikan sensasi yang dirasakan alat kelaminnya. Sedangkan di bagian akhir anak mulai merasakannya kembali. Ini dikarenakan anak mulai beranjak mengenal dorongan seksual dan ketertarikan pada lawan jenis.

Tetapi sering kali orang tua tidak memahami perilaku anak ketika melalui tahap perkembangan psikoseksual tersebut dan menganggapnya sebagai suatu hal yang terkesan belum waktunya anak mengenal seksualitas sehinga melewatkan pendidikan seks untuk diajarkan sejak dini kepada anak. Sejalan dengan pendapat Dr. Boyke Dian Nugraha, seorang ginekolog dan konsultan seks yang mengatakan bahwa anak-anak perlu diberikan pendidikan seks sedini mungkin dengan materi dan cara penyampaian pendidikan seks yang berbeda dengan orang dewasa, sehingga pendidik seks yang paling baik adalah orang tua.

Memahami keingintahuan anak tentang perilaku seksual yang sering dilihatnya mengharuskan adanya komunikasi yang intens antara orang tua dan anak agar informasi yang didapatkan bisa menjadi benteng pertahanan diri bukan malah menjerumuskan masa depan anak karena tidak mendapatkan informasi yang tepat.

Pertanyaan-pertanyaan anak yang sering diajukan merupakan bentuk tahap perkembangan anak dalam bereksplorasi terhadap lingkungannya. Orang tua disarankan untuk tetap menjawab pertanyaan anak tersebut dengan tenang dan sesuai dengan pemahaman anak.

Karena orang tua bingung atau kaget ketika mendapatkan pertanyaan tersebut, anak justru merasa segan untuk bertanya kembali. Dalam benaknya terekam memori yang menyatakan bahwa dirinya telah menanyakan sesuatu yang salah. Hal ini akan berlangsung sampai ia dewasa dan akan kesulitan untuk mulai bertanya tentang seks terhadap orang tuanya.

Sebagai contoh pertanyaan yang lazim ditanyakan anak usia 3-6 tahun adalah, “mamah, dari mana aku lahir?”. Orang tua dapat menjawab , “Dari rahim Ibu, ade keluar melalui jalan lahir”. Seorang ibu dapat menerangkan, “kalau adek sudah mau keluar dari rahim Ibu, jalan lahir Ibu akan melar seperti karet gelang ini.” Bila anak sudah berhenti bertanya, tidak perlu melanjutkan penjelasan.

Pendidikan seks sebaiknya dimulai sejak dini dan bertahap sesuai dengan perkembangan anak. Bila hal ini dilakukan saat beranjak dewasa mereka tidak akan mencari penjelasan dari lingkungan sekitar yang terkadang menyesatkan. Untuk mulai menciptakan komunikasi yang terbuka terhadap anak, orang tua bisa mendiskusikan beberapa hal berikut ini sesuai kesepakatan, yaitu:

  1. Cara yang santun untuk mengungkapkan pendapat ke orang tua
  2. Jam belajar anak dalam satu hari
  3. Batas waktu anak keluar malam
  4. Wilayah mana saja yang menjadi privasi anak dan orang tua
  5. Tayangan televisi yang bisa ditonton oleh anak berdasarkan usia.

Pembiasaan harus diawali dengan menaruh rasa hormat sehingga anak tidak mentertawakan pertanyaan atau kata-kata yang diucapkan. Jika orang tua memberikan contoh bagaimana mengucapkan kata-kata “sensitif” dengan penuh hormat, maka anak meniru sikap tersebut. Mereka tidak akan merasa malu atau tertekan untuk membicarakan hal-hal yang masih dianggap jorok atau tabu bagi sebagian masyarakat.

Selain mengatur cara komunikasi, orang tua juga dapat menyisipkan peringatan-peringatan kecil sebagai proteksi dini bagi anak. Hal ini untuk menghindarkan si anak dari tindakan jahat yang akan dilakukan oleh orang lain pada dirinya. Tanamkan pada anak bahwa hanya mamah, dan ayah atau dokter yang apabila kamu sakit yang boleh melepaskan pakaianmu, menyentuh dan memeriksanya.

Urgensi dari pendidikan seks pada anak adalah dengan menanamkan nilai-nilai agama yang kuat untuk membentuk karakter anak agar ketika dewasa nanti anak memiliki bekal yang kuat dalam dirinya agar tidak terjerumus dalam pergaulan seks bebas. Nilai agama sangat berperan penting sebagai dasar pemahaman anak untuk dapat menjaga dirinya dengan baik.

Pendidikan yang dimulai dari keluarga dilanjutkan dengan pendidikan di Lembaga PAUD sebagai pembiasaan sangat membantu perkembangan anak. Pada dasarnya seksualitas adalah pembelajaran jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan termasuk pula cara merawat kebersihan dan menjaga kesehatan organ vital.

Namun perlu dipahami bahwa pendidikan seks berbeda dengan pengetahuan reproduksi Pendidikan seks bertujuan untuk mengenalkan anak tentang jenis kelamin dan cara menjaganya baik dari sisi kesehatan, kebersihan, keamanan serta keselamatan.

Pendidikan seks mengenai kesehatan reproduksi penting diberikan lewat keluarga maupun kurikulum sekolah. Sedini mungkin anak harus bisa menjaga dirinya sendiri. Prinsip penting yang perlu diketahui oleh anak adalah tidak mudah percaya pada orang yang baru dikenal.

Untuk orang yang sudah dikenal dekat pun, ditekankan untuk tetap berhati-hati. Hal ini bukan berarti mengajarkan anak untuk mudah curiga pada orang lain , namun sikap hati-hati ini akan berguna bagi pembentukan sikap mandiri dan teguh memegang pendirian.

(Sari/Mahasiswi Umul Quro)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here