Bogordaily.net– Di tengah krisis yang terjadi di Korea Utara (Korut) pertengkaran suami istri kerap terjadi. Oleh karena itu, warga Korut ramai-ramai mengajukan gugatan cerai dan harus antre bertahun-tahun karena pemerintah menghambat prosesnya.
Dilansir CNNIndonesia, seorang warga di daerah Kyongsong, Korut, bercerita bahwa belakangan ini, semakin banyak warga yang mengantre di pengadilan untuk mengurus surat cerai mereka.
“Belakangan ini, cekcok keluarga makin parah karena alasan ekonomi dan jumlah keluarga yang mau cerai meningkat, tapi pihak berwenang memerintahkan pengadilan tak menerima perceraian itu dengan mudah,” kata warga yang enggan disebutkan namanya kepada Radio Free Asia.
Ia juga bercerita beberapa kali di depan pengadilan dan melihat puluhan pasangan muda berkumpul di depan gerbang utama.
“Mereka biasanya pasangan yang ingin bertemu hakim atau pengacara untuk mengajukan perceraian,” sambungnya.
Kata dia, antrean dokumen perceraian di pengadilan semakin menumpuk karena pemerintah sebenarnya menganggap perpisahan pasutri merupakan cermin sikap “anti-sosialis.”
Sementara itu sejumlah pasangan bahkan sudah mengajukan perceraian mereka sejak tiga atau empat tahun lalu, tetapi tak kunjung dapat diresmikan.
“Perceraian secara tradisional dianggap sebagai tindakan anti-sosialis yang memicu kekacauan sosial. Di Korut, mereka dipaksa hidup berdasarkan ‘gaya hidup sosialis’ yang termasuk revolusi rumah,” katanya.
Warga itu kemudian mengungkapkan fakta mengagetkan yang baru ia dengar dari kerabatnya pada pekan lalu mengenai perceraian di Korut.
“Suaminya merupakan pejabat berpengaruh di salah satu pengadilan. Dia mengatakan, jumlah kasus perceraian di tiap kota dan negara bagian dibatasi setiap tahun berdasarkan jumlah populasi,” jelasnya.
Ia kemudian membeberkan bahwa di Kyongsong, kota dengan populasi 106 ribu orang, hanya diperbolehkan 40 perceraian setiap tahun.***