Bogordaily.net– Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) sangat serius untuk segera melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian agar semakin relevan dengan perkembangan zaman salah satunya dengan semakin memperkuat kinerja Tim Penyusun Naskah Akademik RUU Perkoperasian.
Deputi Bidang Perkoperasian KemenKopUKM Ahmad Zabadi menjelaskan tim ini beranggotakan praktisi koperasi, pakar ekonomi manajemen, dan pakar hukum.
“Mereka secara maraton sedang menggodok kajian dan rancangan pengaturan dalam RUU Perkoperasian,” kata Zabadi dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu, 7 Agustus 2022.
Ahmad Zabadi menegaskan bahwa penyusunan RUU Perkoperasian ini sangat penting guna menjawab permasalahan dan tantangan koperasi yang terjadi saat ini.
Selain mengkaji arah pembangunan koperasi ke depan, tim juga fokus pada berbagai regulasi yang sudah ada di sektor ekonomi.
“Selain itu, dalam penyusunannya tim juga tetap memperhatikan pertimbangan Mahkamah Konstitusi terkait permohonan uji materiil UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian sebelumnya,” kata Ahmad Zabadi.
Untuk memenuhi kewajiban uji materiil ini, dia pun menegaskan akan dilakukannya meaningfull partisipasion dari publik sesuai UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, di mana akan dilangsungkan Focus Group Discussion (FGD) di beberapa tempat.
“Hal tersebut bertujuan untuk menjaring aspirasi dan masukan dari publik atas dokumen yang telah disusun oleh tim,” katanya.
RUU Perkoperasian sampai saat ini terus didorong hingga dapat disahkan untuk menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992 sebagai upaya menghadirkan ekosistem bisnis koperasi yang dinamis, adaptif, dan akomodatif bagi kebutuhan anggota dan masyarakat.
UU Nomor 25 Tahun 1992 sendiri sudah berusia 30 tahun dengan substansi yang cenderung obsolete (ketinggalan) sehingga perlu diperbaharui agar sesuai dengan perkembangan zaman dan lingkungan strategis terkini.
Fenomena yang terjadi akhir-akhir ini adalah munculnya koperasi-koperasi bermasalah sehingga citra koperasi di kalangan masyarakat kurang baik. Ini bertolak belakang dengan prinsip koperasi, bahwa koperasi dengan azas kebersamaan, kekeluargaan, demokrasi tujuan utamanya adalah untuk memberikan kesejahteraan kepada anggotanya.
Berbagai permasalahan koperasi saat ini, antara lain penyalahgunaan badan hukum koperasi untuk melakukan praktik pinjaman online ilegal dan rentenir, penyimpangan penggunaan aset oleh pengurus, di lain pihak potensi anggota tidak dioptimalkan, dan pengawasan yang belum berjalan maksimal.
Pelanggaran koperasi yang juga kerap terjadi dalam bentuk tidak adanya izin usaha simpan pinjam maupun izin kantor cabang.
Salah satu kendala yang juga banyak ditemukan dalam koperasi bermasalah saat ini adalah mekanisme pengajuan PKPU dan kepailitan oleh kreditur/anggota koperasi yang belum diatur dalam UU sehingga menyulitkan anggota yang harus menghadapi proses PKPU dan pailit. Ribuan anggota koperasi bermasalah kini terkatung-katung menunggu proses pengembalian simpanannya yang rumit.
Selain itu juga, pengaturan sanksi pidana terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pengurus/pengelola koperasi maupun pihak lain yang mengatasnamakan koperasi belum ada. Hal ini menjadi perhatian serius agar pengurus koperasi/pengelola bertanggung jawab dan taat azas terhadap semua aturan yang ada. Adapun, pembubaran, penyelesaian, dan kepailitan koperasi akan turut diatur.
“Hal krusial lainnya adalah mempertegas regenerasi dan suksesi di koperasi dan mengatur pembatasan masa periode kepengurusan. Menguatkan pengaturan pengelolaan koperasi berdasarkan prinsip syariah dan mendorong penjaminan simpanan anggota koperasi,” kata Ahmad Zabadi.***