Friday, 22 November 2024
HomeBeritaSosok Muqtada Sadr, Ulama Berperanguh di Irak yang Mundur dari Politik

Sosok Muqtada Sadr, Ulama Berperanguh di Irak yang Mundur dari Politik

Bogordaily.net–  Situasi di Irak tengah bergejolak. Para pendukung ulama berpengaruh di Irak, Muqtada Sadr melakukan aksi demo dan menyerbu Istana Republik. Mereka marah lantaran Sadr memutuskan mundur dari politik. Demontrasi yang berujung kerusuhan di Irak ini pun menewaskan hingga 30 orang. Lalu siapa siapa Sadr? Berikut rangkuman profil sosok Muqtada Sadr.

Sosok Moqtada dikenal memiliki banyak pengikut. Pria 48 tahun silam itu memimpin sebuah gerakan politik bernama Sadris yang banyak diminati oleh warga Syiah di negara itu.

Dilansir CNBC Indonesia, Sadris bukanlah organisasi pergerakan Syiah yang pro terhadap Iran. Saat memenangi pemilu Irak Oktober 2021 lalu, kelompok ini bahkan bertekad untuk membentuk pemerintahan tanpa kelompok pro Teheran.

Meski begitu, niat ini sendiri tidak berjalan dengan baik. Sebab beberapa koalisi yang telah berusaha dibuat Sadr dengan beberapa faksi politik lainnya gagal menyusun pemerintahan hingga saat ini.

Di tengah kebuntuan ini, Sadr memutuskan keluar dari politik pada Agustus 2022. Keputusan ini semacam ini sebelumnya telah dibuat 73 anggota Sadris di parlemen pada Juni lalu dan mereka memutuskan untuk mundur serentak.

Setelah keputusan pensiun ini, Sadr akan menutup semua institusi yang terkait dengan gerakan Sadris miliknya. Kecuali makam ayahnya, yang dibunuh pada 1999 dan fasilitas warisan lainnya.

“Saya telah memutuskan untuk tidak ikut campur dalam urusan politik. Oleh karena itu saya mengumumkan sekarang pensiun definitif saya,” kata Sadr, dikutip AFP.

Mengutip CNN Indonesia, Sadr menjadi salah satu ulama dan tokoh paling menonjol di Irak sejak invasi AS berlangsung untuk menggulingkan Saddam Hussein. Ia semakin memiliki banyak pengikut di kalangan pekerja miskin Syiah dan beberapa kelas menengah.

Sadr memiliki hubungan yang dingin dengan Iran. Di sisi lain pengaruh Iran terus meluas di Irak sejak beberapa tahun terakhir.

Sadr dikenal sebagai orang yang mudah berubah dan sulit diprediksi. Ia pernah menentang seluruh tentara asing, termasuk Iran, untuk meninggalkan Irak.

Sadr juga terang-terangan menentang pengaruh Iran di Irak hingga menyerukan kelompok Muslim Sunni di negara itu agar diberi hak dan suara lagi.

Sadr mengatakan dia meninggalkan politik dan menutup semua institusinya setelah gagal membentuk pemerintahan.

Meski begitu, ini bukan pertama kalinya Sadr mengatakan berhenti dari politik. Ia tercatat pernah tujuh kali melakukan hal serupa dalam berbagai situasi politik.

Kali ini, Sadr telah mempertaruhkan semuanya yang ia miliki dan bersumpah menghancurkan sistem pemerintahan yang ia anggap telah mengecewakan negara, seperti dikutip The Guardian.

Sementara itu Iran dan Irak adalah negara mayoritas Muslim Syiah. Sejak 2003, kehadiran dan pengaruh Iran semakin meningkat di negara tetangganya tersebut. Iran melihat Irak sebagai arena vital untuk proyeksi kekuatan regionalnya yang terus bersaing dengan Arab Saudi sebagai “singa” di Timur Tengah.

Iran juga mendukung kelompok-kelompok Syiah di Irak, termasuk kelompok Sadr, selama perang sipil Irak berlangsung. Teheran bahkan memanfaatkan situasi perang sipil itu untuk membangun proksinya sendiri di Irak seperti Asa’ib Ahl al-Haq dan Kata;ib Hezbollah sebagai milisi kuat yang beroperasi di luar struktur negara.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here