Bogordaily.net – Pesta demokrasi lima tahunan sudah di depan mata. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Pohukam), Mahfud MD menyatakan bahwa pemilu 2024 masih rentang kecurangan.
Pileg dan Pilpres di Republik ini jika tiada hambatan akan dilaksanakan pada tahun 2024 mendatang. Namun hingga kini, pemilu 2024 masih rentan kecurangan. Sebab sejak Orde Baru (orba), kecurangan-kecurangan masih saja terus terjadi bahkan terkesan ada pembiaran.
Menurut Mahfud MD pada masa orba, kecurangan lebih banyak dilakukan pemerintah. Pemerintah orba melakukan kecurangan melalui Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dengan memenangkan Golkar dan fraksi ABRI.
Sedangkan pada masa orde reformasi ini, kecurangan banyak dilakukan partai politik (parpol). Kecurangan bersifat horizontal di tingkat parpol.
“Praktik kecurangan di Pemilu terus terjadi sejak zaman orde baru hingga kini,” ujar Mahfud, dikutip dari Suara.com, Minggu, 28 Agustus 2022.
Karenanya menjelang Pemilu 2024, Mahfud meminta para elite politik dibekali visi ke-Indonesia-an dan prinsip kehidupan bernegara. Hal itu sangat penting agar Indonesia tidak mengalami kemunduran demokrasi.
Apalagi kekuasaan oligarki hingga korupsi yang semakin menguat akhir-akhir ini. Oligarki yang merupakan sistem kepemimpinan hanya ditentukan oleh sekelompok orang yang saling kolutif, berbicara, merencanakan secara curang dan memformulasikannya melalui undang-undang, melalui kebijakan resmi legislatif.
“Sehingga ada permainan di situ,” tandasnya.
Untuk itu, Mahfud meminta para capres-cawapres, bakal calon legislatif dari pusat hingga daerah harus ke KPU pada Mei 2023 mendatang.
Mereka harus mengikuti proses penggodokan untuk dibekali visi ke-Indonesia-an yaitu membangun demokrasi dan prinsip-prinsip lain kehidupan negara.
Maksud dari pembekalan tersebut diharapkan menjadikan Demokrasi
Indonesia kedepan bisa lebih baik. Bukan sebaliknya demokrasi Indonesia mengalami kemunduran demokrasi dan tidak melahirkan demokrasi substantif dan berkualitas.
“Demokrasi lahir dari cara-cara menggunakan formalisme. Padahal itu tidak memberi dampak positif, bahkan merugikan dalam upaya membangun kesejahteraan rakyat,” imbuhnya.(*)