Bogordaily.net – Peristiwa 30 September 1965 (G30S PKI) menjadi catatan politik terkelam dalam sejarah bangsa Indonesia. Gerakan ini turut merampas nyawa para tokoh G30SPKI yang dikenal sebagai tujuh pahlawan revolusi.
Mereka dituduh melakukan makar terhadap pemerintahan resmi Presiden Soekarno melalui Dewan Jenderal.
Jenazah mereka ditemukan di Lubang Buaya. Berikut pahlawan revolusi G30SPKI yang dibuang di Lubang Buaya, seperti dilansir dari berbagai sumber.
1. Jenderal Ahmad Yani
Ahmad Yani adalah satu di antara 6 jenderal yang terbunuh pelatuk senapan PKI pada 1 Oktober 1965 dini hari di kediamannya, Menteng, Jakarta Pusat.
Lahir pada 19 Juni 1922 di Purworejo, Jawa Tengah, Ahmad Yani tutup usia di umur 43 tahun. Saat itu pasukan yang datang menyergap masuk melalui pintu belakang dan membunuh Sang Jenderal di kediamannya.
2. Letnan Jenderal TNI Anumerta
R. SupraptoLahir di Purwokerto 20 Juni 1920, R. Suprapto mengikuti kursus Pusat Latihan Pemuda, latihan Keibodan, seinendan, dan syuisyintai. Ketika PKI mengajukan pembentukan angkatan perang kelima, Suprapto menolaknya.
Akibatnya dia menjadi korban G30S bersama petinggi TNI AD lainnya. Suprapto dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
3. Letjen S Parman
Jendeal dengan nama lengkap Siswondo Parman itu merupakan petinggi TNI AD ketika Orde Lama.
Beliau lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, pada 4 Agustus 1918. Sempat menjalani pendidikan kedokteran namun memilih untuk memperdalam ilmu inteligen.
Pengalamannya di bidang intelijen bermanfaat bagi TNI terutama mengetahui rencana PKI. Namun, pada 1 Oktober 1965, dia diculik dan dibunuh bersama para jenderal lainnya.
4. Letjen MT Haryono
Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono lahir di Surabaya, 20 Januari 1924. Haryono bergabung menjadi perwira yang memiliki kelebihan bisa berbicara dalam 3 bahasa yaitu Belanda, Inggris, dan Jerman.
Kemampuannya berbahasa ini menjadi penghubung perundingan dan komunikasi.Pada 1965, Haryono bersama petinggi lain gugur akibat pemberontakan G30S.
5. Mayor Jenderal DI Panjaitan
Mayor Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac panjaitan, lahir di balige Sumatera Utara 19 Juni 1925. Dia meninggal di umur 40 tahun pada 1 Oktober 1965.
D. I. Panjaitan mengikuti pendidikan militer Gyugun ketika masa pendudukan Jepang. Kemudian dia ditempatkan di Pekanbaru, Riau ketika proklamasi kemerdekaan. Kemudian D. I. Panjaitan mengikuti TKR dan memiliki karir di bidang militer.
Sebelum meninggal dunia, dia diangkat sebagai Asisten IV Menteri/Panglima Angkatan Darat. D. I. Panjaitan juga mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat.
6. Mayjen R. Soeprapto
Berdasarkan informasi dari laman Sejarah TNI, pada 30 September 1965, Soeprapto baru saja melakukan pencabutan gigi sebelum aksi penculikannya dimuali. Saat itu sekitar pukul 04.30 pagi di keesokan harinya, rombongan penculik menghampiri rumahnya.
Rombongan penculik di luar menjawab Cakrabirawa saat anjing penjaga di rumah Soeprapto menggonggong. Pasukan itu mengatakan Suprapto diminta menemui Soekarno. Sebagai prajurit yang patuh pada pimpinan, Suprapto mengiyakan.
Namun, ia meminta izin untuk terlebih dulu berganti pakaian. Permintaannya tidak diizinkan, dan justru langsung menodong Suprapto dengan senjata dan sebagian memegang tangannya.
7. Lettu Pierre Tendean
Saat tragedi itu terjadi pada 1 Oktober 1965, Tendean tengah berada di rumah Jenderal A.H. Nasution, atasannya, yang merupakan target sesungguhnya. Saat rombongan itu datang dan bertanya kepada Tendean, apakah dia adalah A.H. Nasution, dengan tanpa ragu Tendean menjawab, “Ya, saya lah Jenderal Nasution”, meski ia tahu apa risikonya.
Tindakan itu ia lakukan agar sang Jenderal bisa selamat. Dan benar, A.H. Nasution memang lolos dari penculikan. Sementara nasib nahas pembunuhan justru mengenai Tendean.(*)
(Riyaldi)
Simak Video Lainnya dan Kunjungi Youtube BogordailyTV