Bogordaily.net – PBSI selaku induk bulu tangkis Indonesia segera melakukan evaluasi terkait hasil buruk yang diraih dalam ajang Japan Open 2022. Kegagalan itu membuat tidak ada satu pun wakil Indonesia dari berbagai sektor yang mampu menembus semifinal Japan Open 2022.
Pada gelaran turnamen Japan Open 2022, tim bulu tangkis Indonesia menurunkan total 13 wakil dari sektor tunggal putra hingga ganca campuran.
Dari 13 wakil tersebut, hasilnya sangat mengecewakan. Semua wakil Indonesia babak belur di perempatfinal, tidak ada satu pun wakil Indonesia yang mampu lolos menembus semifinal. Hasil buruk tersebut sangat mengecewakan para pecinta bulu tangkis di Indonesia, di mana itu akan menjadi pembenahan dan evaluasi bagi PBSI agar mengembalikan kejayaan bulu tangkis Indonesia di dunia.
Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Rionny Mainaky, mengaku hasil ini menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi dia dan tim pelatih.
Ya, hasil minor harus didapat tim bulu tangkis Indonesia pada turnamen level Super 750 tersebut. Sebanyak Lima wakil yang berlaga di babak perempatfinal harus mengakui keunggulan lawan-lawannya.
Mereka adalah Chico Aura Dwi Wardoyo (tunggal putra), Gregoria Mariska Tunjung (tunggal putri), Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto (ganda putra). Kemudian dua pasangan di nomor ganda putri yaitu Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti dan Febriana Dwipuji Kusuma/Amalia Cahaya Pratiwi.
Atas hasil minor itu, Rionny mengakui kalau sangat jauh dari apa yang PBSI harapkan. Kendati begitu dia tetap memberi sanjungan kepada para pemain. Menurutnya, para pebulutangkis Tanah Air telah memberikan performa maksimalnya.
“Memang hasil ini bukan yang kita harapkan, hasilnya kurang baik. Sangat disayangkan,” ucap Rionny dalam rilis PBSI, dinukil dari Okezone, Senin, 5 September 2022.
“Tapi saya melihat anak-anak sudah maksimal terutama yang bertanding di babak perempatfinal. Hampir semua mereka kalah dengan tidak mudah. Mereka berjuang mati-matian dengan lawan yang memang satu level dengan mereka,” tambahnya.
Rionny membeberkan evaluasi yang harus dilakukan olehnya dan PBSI. Dia menyoroti bahwa adaptasi para pemain dengan kondisi lapangan dan shuttlecock menjadi yang terpenting.
“Evaluasi terpenting saya adalah bagaimana penyesuaian kita dengan kondisi lapangan dan shuttlecock. Ini terjadi di sini dengan kondisi lapangan yang stabil dan laju shuttlecock yang lambat membuat anak-anak memang agak kesulitan,” jelasnya.
“Berbeda dengan saat bertanding di Malaysia dan Singapura lalu, dimana anak-anak mampu bermain dengan pola dan teknik terbaik karena shuttlecock-nya kencang,” sambungnya.
Walaupun sebenarnya, kondisi seperti itu sudah diantisipasi selama persiapan di Jakarta. Namun Rionny mengatakan situasi tersebut harus lebih disiapkan lagi untuk turnamen-turnamen yang akan mereka mainkan selanjutnya.
“Hal ini sebenarnya sudah kita antisipasi dengan menyiapkan dari Jakarta. Sudah mencoba memakai shuttlecock pertandingan misalnya tapi memang belum cukup. Ke depan harus kita siapkan lebih matang lagi bagaimana medan pertandingan yang akan dihadapi,” tutup Rionny.(*)
(Riyaldi)