Saturday, 18 May 2024
HomeEkonomiRizal Ramli Sebut Omongan Pejabat Ekonomi di Indonesia Tidak Kredibel

Rizal Ramli Sebut Omongan Pejabat Ekonomi di Indonesia Tidak Kredibel

Bogordaily.net–  Ekonom senior menilai bahwa omongan para pejabat di bidang ekonomi di Indonesia sangat tidak konsisten. Hal tersebut menyusul pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyebut walaupun rupiah tertekan akibat pengetatan kebijakan moneter The Fed yang tidak bisa dihindari, kondisi fundamental masih cukup kuat.

Dalam webinar Recovery and Resilience: Spotlight on Asean Business, Senin, 12 September 2022 lalu Sri Mulyani juga menyebut nilai tukar rupiah yang mencatatkan depresiasi sekitar 4,5 persen, menurutnya relatif lebih baik dibandingkan dengan negara lain.

Hal ini terutama didukung oleh sisi eksternal yang kuat, tercermin dari neraca pembayaran yang tercatat cukup baik. Neraca perdagangan pun mencatatkan surplus selama 27 bulan beruntun.

Di samping itu, posisi cadangan devisa Indonesia juga masih tercatat tinggi, yaitu sebesar US$132,2 miliar pada Agustus 2022. Namun, kini, fundamental itu terseok-seok dan dipertanyakan berbagai pihak.

“Sebetulnya apa yang bisa kita nilai dari omongan para pejabat kita, mulai dari Presiden Jokowi, Sri Mulyani dan Luhut Binsar Pandjaitan? Coba cek saja apa yang mereka omong sejak 6 bulan lalu, bulan lalu dan hari ini. Omongan mereka sangat tidak konsisten,” ujar dalam Podcast Holopis.com, bertajuk “Pemerintah Raja Tega, Rakyat Dibikin Merana !!!,” sebagaimana dilansir Indonews.id.

Menurut , Presiden Jokowi, Sri Mulyani maupun Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan beberapa bulan lalu bahwa bagus dan kuat. Namun, satu bulan kemudian membutuhkan subsidi BBM.

“Kan tinggal dilihat lagi omongannya. Kan itu menunjukkan tidak kredibel,” ujar .

Mantan Menteri Keuangan era Presiden Gus Dur itu juga mengatakan, saat Amerika Serikat memompa ekonomi dengan melakukan ekspansi moneter, artinya memompa likuiditas ke dalam ekonomi, maka niscaya hal itu tidak akan berlangsung lama. Sebab, suatu saat pasti akan menimbulkan gejolak inflasi.

“Karena itu, pada suatu titik, memompa uang ke dalam ekonomi tersebut pasti akan direm. Karena itu, pasti suatu saat likuiditas akan direm. Sehingga untuk mengurangi peredaran uang dan upaya menurunkan inflasi itulah yang dilakukan oleh pemerintah negara OECD pada hari ini,” jelas Rizal Ramli.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri Indonesia  itu juga menilai hal seperti ini sudah bisa ditebak dari apa yang dilakukan Amerika selama 2 tahun lalu. Terjadilah perang antara Rusia dan Ukraina yang menimbulkan masalah energi dan makanan.

Pertanyaannya, kata Rizal, apakah Indonesia bisa menghidar dari inflasi yang terjadi, khususnya inflasi di sektor makanan?

“Jawabannya bisa banget. Saya sejak sebelum pandemi Covid-19 sudah mengatakan bahwa sudah berada pada lampu kuning. Kenapa lampu kuning, karena kita jor-joran membangun infrastruktur sementera penerimaan pajak kita semakin kecil,” papar pria yang disapa RR itu.

Pada pemerintahan Gus Dur kata dia, tingkat penerimaan pajak negara mencapai 11,5 persen dari GDP. Namun saat ini tingkat penerimaan pajak anjlok menjadi 10 persen.

Mantan Kepala Bulog tersebut menegaskan sejak pandemi Covi-19 melanda dunia pihaknya menganjurkan agar pemerintah Indonesia bisa fokus pada tiga hal.

Pertama, fokus mengatasi Covid-19, kedua fokus membantu masyarakat yang tertimbas pandemi dan cara meningkatkan pendapatan mereka. Lalu ketiga, fokus meningkatkan produksi pangan, karena sudah bisa diduga akan terjadi masalah pada sektor pangan.

“Saya waktu itu menggunakan istilah agar pemerintah melakukan realokasi anggaran strategis. Dan hal itu kemudian diikuti oleh Presiden Jokowi dalam arahanya kepada para menterinya. Namun, angkanya tidak berubah, tetap saja Jokowi fokus pada proyek dan bukan pada produksi pertanian. Ternyata tidak ada hasilnya,” ujar Rizal Ramli.

Sebenarnya kata Rizal Ramli, ada satu hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menyikapi krisis yang terjadi.

“Pertama, caranya yaitu membuat kuat dan mandiri. Karena apapun yang terjadi jika ekonomi kita mandiri maka gejolak ekonomi internasional tidak ada pengaruhnya,” ujarnya.

Kedua, menurut Rizal Ramli, kita memerlukan modal asing, investasi asing dalam bentuk Penanaman Modal Asing yang riil (PMA). Sebab, kalau itu yang dilakukan maka gejolak apapun yang terjadi di dunia internasional maka investasi asing tersebut tidak kabur ke luar negeri, karena mereka sudah membangun pabrik di Indonesia.

Jika modal yang didapatkan adalah modal spekulatif, kata Rizal Ramli, modal di pasar uang, dan pasar modal, maka itu sangat dipengaruhi oleh gejolak dunia. Jika terjadi goncangan maka akan cepat memindahkan modalnya ke luar negeri.

“Itulah yang terjadi pada minggu lalu, yaitu larinya belasan triliun modal asing ke luar negeri sehingga rupiah kita anjlok ke level Rp15.300,” ungkapnya.

Seharusnya, menurut Rizal Ramli, kita harus mengundang investasi asing ke dalam negeri. Hal itu bagus karena bisa membuka lapangan pekerjaan dan karena itu membuat daya tahan ekonomi kita menjadi lebih kuat. Sebab kata dia, itu yang dilakukan oleh Vietnam sehingga bisa tumbuh lebih dari 11 persen dan kita hanya bisa tumbuh sebesar 5,5 persen pada saat bersamaan.

Rizal Ramli juga mengatakan, naiknya harga komoditas Indonesia seperti batubara dan mineral lain membuat kita mendapatkan “durian runtuh” dan inilah yang membuat ekonomi bisa tumbuh 5,5 persen. Namun, sejumlah negara lain yang tidak memiliki komoditas justru mengalami pertumbuhan lebih dari Indonesia. Seperti Vietnam yang bisa tumbuh 7,8 persen, dan Filipina yang tumbuh 7,6 persen.(Gibran/***)

Copy Editor: Riyaldi

 

Simak Video Lainnya dan Kunjungi Youtube BogordailyTV

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here