Thursday, 18 April 2024
HomePolitikMK Larang Eks Napi Korupsi Jadi Caleg, Ini Alasannya

MK Larang Eks Napi Korupsi Jadi Caleg, Ini Alasannya

Bogordaily.net – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mantan narapidana korupsi tidak diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif (caleg) selama lima tahun setelah menjalali masa hukuman penjara.

Putusan ini diambil dalam sidang yang digelar pada Rabu (30/11/2022)dengan nomor 87/PUU-XX/2022 atas gugatan seorang warga Tambun Utara, Bekasi, Leonardo Siahaan, atas Pasal 240 ayat (1) huruf g pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada 8 September 2022.

Dalam gugatannya, pemohon mengemukakan beberapa dampak buruk akibat pasal itu, yang dinilai memberikan ruang bagi eks koruptor untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.

“Mahkamah berpendapat terhadap ketentuan norma Pasal 240 ayat (1) huruf g UU No.7/2017 perlu dilakukan penyelarasan dengan memberlakukan pula untuk menunggu jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,” seperti dikutip dalam poin pertimbangan putusan MK, Kamis, 1 November 2022.

Sebagai informasi, Pasal 240 ayat 1 huruf g UU Pemilu sebelumnya mengatur syarat menjadi caleg yaitu “tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana”.

Melalui putusan nomor 87/PUU-XX/2022 yang dibacakan hari ini, MK menyatakan pasal tersebut tidak berkekuatan hukum sepanjang tidak diartikan bahwa “bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah WNI dan harus memenuhi persyaratan:

(i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa;

(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana; dan

(iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang;

Salah satu pertimbangan Mahkamah, pasal 240 ayat (1) huruf g dianggap kontradiktif dengan persyaratan calon kepala daerah pada Undang-undang Pilkada, “sebagaimana telah dilakukan pemaknaan secara konstitusional bersyarat oleh Mahkamah”.

Padahal, persyaratan sebagai caleg maupun calon kepala daerah sama-sama persyaratan untuk jabatan yang dipilih publik.

“Maka pembedaan yang demikian berakibat adanya disharmonisasi akan pemberlakuan norma-norma tersebut terhadap subjek hukum yang sesungguhnya mempunyai tujuan yang sama yaitu sama-sama dipilih dalam pemilihan,” ujar amar putusan itu.(*)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here