Bogordaily.net– Buku Francois Raillon ini mengingatkan peran mahasiswa angkatan 66 yang turut serta menggulingkan pemerintahan Orde Lama. Setelah Presiden Sukarno tidak dapat dibenarkan lagi, mahasiswa mengadakan demonstrasi – demonstrasi. Bekerja sama dengan kelompok militer mengambil alih kekuasaan.
Peran mahasiswa waktu itu tidak sekedar politik fisik dan massal, namun juga intelektual dan idologis. Suara mahasiswa terekam menyuarakan rasionalisasi dan modernisasi kehidupan bernegara.
Sejarah menjadi saksi bahwa mahasiswa ikut bertanggung jawab atas tampilnya pemerintah Orde Baru.
Setelah pemerintah Orde Baru kuasa dengan idologi pertumbuhan dan modernisasi timbul kritik dari angkatan mahasiswa tahun 70-an. Demonstrasi besar berlangsung tapi tidak menjadikan Orde Baru tumbang. Justru setelah demo itu gagal. Orba semakin melenggang.
Ideologi mahasiswa tahun 60-an, adalah idologi pembangunan dan modernisasi. Indonesia ingin mengejar ketertinggalnya dengan bangsa-bangsa lain. Pembangunan itu kemudian dijalankan dengan kekuasaan otoriter. Pembangunan adalah segalanya. Yang lain selain kecil juga tidak penting. Mulailah pembangunan fisik. Jalan raya, waduk, gedung perkantoran dan pembangunan fisik lainnya.
Mahasiswa kebanyakan tidak menghiraukan lagi dengan ideologinya. Karena modernisasi terlihat memukau. Baru setelah lama berselang ideologi modernisasi mendapatkan kritik dari angkatan setelahnya.
Akhirnya bapak pembangunan itupun lengser oleh demo-demo mahasiswa. Orde Baru dijatuhkan oleh situasi ekonomi yang morat-marit. Dan ideologi mahasiswa yang menentang Orde Baru masih terlihat ingin menjadikan Indonesia menjadi sosialis.
Enam tuntutan mahasiswa yang ingin menegakkan demokrasi, bebas KKN. Pemerintahan yang bersih, pembatasan massa jabatan. ABRI kembali ke barak. Tegaknya civil Society, pers bebas dan keadilan.
Bau ideologi mahasiswa masih kental kala mahasiswa berjuang menentang fasisme Orde Baru. Ideologi nasionalisme, Sosialisme dan Islamisme masih tercium kuat.
Pasca Orde Baru tumbang. Apa ideologi mahasiswa? Masihkah mereka berjuang berdasarkan ideologi.
Reformasi justru menimbulkan politik transaksional. Mereka yang berjuang dalam gerakan mahasiswa menumbangkan Orba tersingkir perlahan. Terpinggirkan karena tidak mampu bertransaksi dalam sistem demokrasi pilihan langsung. Untuk menegakkan eksistensinya saja mereka kelihatan kedodoran.
Di luar kekuasaan berbicara lantang, menolak demokrasi transaksional. Tetapi kembali ke Undang undang dasar 45 tidak dapat dukungan dari masyarakat luas. Ingin tetap menenggakkan demokrasi yang substansif tapi tidak menguasai teknisnya. Karena demokrasi sudah dikunci dengan biaya tinggi. Tanpa uang tokoh sehebat apapun tidak bisa maju di tengah gelanggang politik karena tidak cukup uang untuk bertransaksi.
Hanya mereka yang mendapatkan elektabilitas tinggi yang diperhitungkan. Kapabilitas, komitmen dan integritas nomor dua.
Itulah kenyataan politik hari-hari ini dan mendatang. Dan era mahasiswa mampu menjadi agen perubahan sepertinya mimpi belaka. Mahasiswa tanpa ideologi cuma kumpulan penikmat kerja, kerja harian. Buruh yang jinak pada majikannya.
Ditulis oleh:
Bambang Isti Nugroho
Aktivis Mahasiswa 88