Undang-Undang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang memuat politik hukum yang penting dan strategis serta merupakan terobosan dalam pembaruan hukum. Regulasi itu diharapkan menjawab berbagai persoalan kekerasan seksual yang terus terjadi dalam berbagai modus.
hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional 2021 yang dilakukan Kementerian PPPA, Badan Pusat Statistik dan Lembaga Demografi Universitas Indonesia menemukan, 1 dari 19 perempuan (usia 15-64 tahun) pernah mengalami kekerasan seksual selain pasangan.
Adapun Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja 2021 juga menemukan empat dari 100 laki-laki dan 8 dari 100 perempuan usia 13-17 tahun di perkotaan pernah mengalami kekerasan seksual dalam bentuk apa pun di sepanjang hidupnya.
Adapun 3 dari 100 laki-laki dan 8 dari 100 perempuan usia 13-17 tahun di pedesaan pernah mengalami kekerasan seksual dalam bentuk apa pun sepanjang hidupnya. Untuk mengoptimalkan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual, UU TPKS yang disahkan DPR mengatur sembilan TPKS, yakni pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual mengatur sepuluh tindak pidana lain sebagai TPKS yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain, seperti pemerkosaan dan perbuatan cabul, serta pemaksaan pelacuran.
UU TPKS memuat banyak hal berarti, yang meliputi soal penanganan dan pemulihan korban, termasuk juga memberi mandat pemerintah daerah untuk memberi dukungan, dari berbagai persoalan di atas tentu dengan lahirnya undang-undang ini sangat perlu di respon baik dan cepat terutama pemahaman masyarakat tentang pentinya undang-undang ini lahir sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan tidandak pidana kekerasan seksual maka sosialiasi langsung terhadap masarakat sanagat perlu.
Program Pengabdian masyarakat dilakukan di Lingkungan Kelurahan Sukasari Kec. Bogor Timur, Kota Bogor, Jawa Barat Mengenai Sosialisasi Peningkatan Pemahaman Kelompok Pemuda Tentang Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual Tonggak Awal Penghapusan Kekerasan Seksual di lingkungan Masyarakat Kelurahan Sukasari Bogor Timur.
Kelurahan Sukasari memiliki potensi perkembangan anak muda yang cukup tinggi dan juga angka pernikahan usia muda yang cukup banyak ditambah dengan angka perceraian yang juga peningkatnya cukup signifikan, Permasalahan kekerasan seksual juga sering terjadi karena tangkat kedewasaan dan pergaulan di lingkungan kelurahan sukasari sangat berpotensi terjadinya Tindakan kekerasan seksual, ditambah lingkuang yang ada dikelurahan sukasari banyak tempat hiburan malam hal ini tentu sangat berpotensi terjadinya kekerasan seksual yang di lakukan baik berupa pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik, mengingat pergaulan serta lingkuang yang ada sangat berpotensi terjadinya Tindakan tersebut.
Perhatian terhadap perkembangan kelompok pemuda dan orang tua di kelurahan sukasari terutama dalam permasalahan pencegahan dan penanganan terhadap korban kekerasan seksual masih sangat minim, bahkan pengetahuan masyarakat terkaitan peraturan perundang-undangan tentang tindak pidana kekerasan seksual sangat terbatas, hal tersebut sangat koheren dengan berbagai penelitian bahwa dengan kurangnya pengetahuan serta minimnya pencegahan dini mengakibatan tindak pidana kekerasan seksual meraja lela dan tidak terbendung, jika kita melihat hasil penelitain dan survei yang di lakukan oleh Kompas, bahwa Kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi di sejumlah daerah menjadi fenomena gunung es.
Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) sepanjang 2021 hingga 17 Maret 2022 menunjukkan, dari 8.478 kasus kekerasan terhadap perempuan, 1.272 kasus di antaranya ialah kekerasan seksual. Dari 11.952 kasus kekerasan terhadap anak, 7.004 kasus (58,6 persen) di antaranya merupakan kekerasan seksual.
Melihat potensi anak muda sebagai ujung tombak perubahan bangsa tentu permasalahan yang sering terjadi harus sesegera mungkin menemukan solusi dan pencegahan dini, melihat letak demografi kelurahan sukasari merupakan wilayah bisnis hiburan malam dan perhotelan yang tentu sangat berdampingan dengan aktivitas anak-anak muda yang berada di lingkungan tersebut, sehingga potensi Kekerasan seksual yang di dorong dari pergaulan di lingkungan dan pemanpatan treknologi yang aktif sangat berpotensi terjadinya kekerasan seksual dan hal ini juga diakibatkan masih minimnya langkah prepentif pencegahan dan penanganan terhadap penyitas kekerasan seksual.
Padahal potensi anak muda dan kelompok pemuda di lingkungan kelurahan sukasari sangat kreatif dan juga aktif dalam berbagai kegiatan dan aktivitas kemasyarakatan.
Dari berbagai permasalahan yang kami temukan dalam obserpasi awal kami melihat beberapa potensi solusi untuk menyelsaikan permasalahan tersebut di antaranya:
a. Memberikan sosialisasi secara masif baik berupa bimbingan, pendampingan terhadap anak muda dan anak usia sekolah dalam pemanfaatan teknologi dan internet aktif guna mencegaha terhadap mereka yang mengakses internet tidak baik.
b. Memeberikan edukasi dan pendampingan terhadap orang tua agar mampu mengawasi anak-anak usia sekolah dan anak muda agar memanfaatkan internet baik untuk keperluan belajar dan peningkatan kreatifitas.
c. Mendorong terbentuknya posko layanan terbadu yang di harapkan bisa menjadi wadah bagi Kelompok pemuda dan anak-anak untuk meningkatkan literasi dan pengetahuan tentang kekerasan seksual serta upaya prefintiv pencegahan.
d. Melakukan pembinaan dan pendampingan terkaitan dengan hal-hal yang mampu mendorong terjadinya Tindakan kejahatan kekerasan seksual diantaranya budaya dan etika berpakaian yg harus di berikan edukasi agar tidak mengundang terjadinya Tindakan kekerasan seksual.
e. Sosialiasi undang-undang tindak pidana kekerasan seksual kepada masyarakat dan kelompok pemuda agar memberikan pemahaman secara baik dan menyeluruh tentang upaya pencegahan, penanganan dan pemberantasan tindak pidana kekerasan seksual.
f. Memeberikan sosialiasi kepada masyarakat hususnya orang tua agar memberikan perhatian khusus terhadap anak-anak agar memiliki pergaulan yang baik dan membiaskan untuk terlibat dalam kegiatan social yang intensif.
g. Memberikan pendampingan dan pemahaman terhadap pernikahan usia dini serta penyiapan mental bagi kelompok pemuda sebelum melangsungkan perkawinan yang di harapkan mengurangnya tingkat perceraian dan kekerasan seksual di lingkunga kelurahan sukasari.
Atas dasar berbagai solusi yang ditawarkan di atas maka perlu dilakukan pendampingan, dan pembinaan bagi masyarakat dan kelompok pemuda terkait undang-undang tindak pidana kekerasan seksual secara masif dan komperhensif dengan catatan sosialiasi berkala dan mendirikan posko pelayana terpadu sebagai tempat pembinaan dan bimbingan terhadap masyarakat dan kelompok pemuda di lingkungan kelurahan sukasari yang ingin berkonsultasi.
Melalui Program ini tentu di harapkan masyarakat akan lebih peka terhadap pencegahan sekaligus pemberantasan Kejahatan kekerasan siksual di lingkungan terkecil sekalipun, undang-undang tindak pidana kekerasan seksual merupakan angin segar yang memberikan kepastian hukum setidaknya ada beberapa point penting dalam undang-undang No 12 tahun 2022 ini yang perlu kita cermati dan juga keberpihakan undang-undang ini terhadap korban menjadikan undang-undang ini sebagai Langkah progresif dalam penegakan hukum.
10 point penting yang menjadi napas penegakan hukum UU TPKS yang berpihak kepada korban :
1. Setiap perilaku pelecehan seksual termasuk dalam kekerasan seksual.
2. Melindungi korban revenge porn
3. Pemaksaan hubungan seksual bisa dikenai denda dan pidana
4. Pemaksaan perkawinan
5. Pelaku tidak hanya dikenai pidana dan denda
6. Korporasi yang melakukan TPKS bisa dikenai pidana dan denda
7. Keterangan saksi/korban dan 1 alat bukti sudah cukup menentukan terdakwa
8. Korban berhak mendapatkan restitusi dan layanan pemulihan
9. Korban TPKS berhak mendapatkan pendampingan
10. Tidak ada restorative justice
Dengan ini besar harapakan kami partisipasi aktif masyarakat dan kelompok pemuda khususnya mahasiswa untuk memberikan edukasi secara langsung tentang peraturan perundang-undangan ini sehingga dapat mendorong serta menekan angka kejahatan kekerasan seksual tidak terjadi di lingkungan masyarakat.***
Ditulis oleh:
Herli Antoni S.H., M.H
Fakultas Hukum Universitas Pakuan