Bogordaily.net– Rizal Ramli meminta agar bangsa ini meninggalkan pencitraan dan sifat feodal dalam menentukan sosok pemimpin bangsa. Tokoh nasional itu mendorong agar kompetisi kepemimpinan Indonesia yang berdasarkan integritas atau amanah, visi dan strategi perbaikan, track record dan kapasitas problem-solving
Rizal Ramli menyebut jika hal itu bisa dilakukan, ia meyakini Indonesia akan makmur dan berjaya ke depan.
Mantan Menko Perekonomian tersebut mengatakan setiap zaman ada pemimpinnya. Ini berlaku dalam estafet kepemimpinan nasional. Contohnya, kata pria yang disapa RR ini, setelah 10 tahun menjadi presiden, rakyat mulai bosan terhadap gaya Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang terlalu rapi, terukur, dan jaim.
“Siapapun Presiden di negara mana pun, setelah 10 tahun orang akan bosan, ingin mencari antitesis,” ujar Rizal Ramli dalam keterangan tertulis dikutip dari Liputan6.com, Senin, 6 Maret 2023.
Ia mengisahkan, adalah Karim Raslan, ahli strategi komunikasi Malaysia. Ibunya berasal dari Inggris dan bapaknya Malaysia. Karim Raslan lalu keliling Indonesia untuk mencari antitesis SBY dan bertemulah dengan Wali Kota Solo Joko Widodo (Jokowi) yang dinilainya antitesis dalam posture, style, pemikiran, lingo, dan sebagainya.
Rizal Ramli menyebut, Karim lah yang mempromosikan Jokowi di media-media internasional sebagai calon pengganti SBY. Seperti biasa, media – media nasional langsung menjadi “followers”.
“Mulai saat itulah Jokowi booming. Apa lagi didukung oleh mayoritas Pollsters dan Influencers,” kata Rizal Ramli.
Lalu siapa antitesis Jokowi? Yang jelas antitesis itu kata Rizal Ramli harus terlihat dalam bentuk substansi, posture, gestur, gaya, lingo dan sebagainya.
RR mengaku dengan sadar memang memilih untuk jadi antitesis Jokowi. Baik karena secara alamiah memang tidak suka dengan basa-basi, apa adanya, to-the-point, kritis tetapi selalu solutif.
RR juga dengan sengaja memilih bahasa dan lingo yang agak urakan, memancing pertukaran pikiran. Tidak jaim karena memamg tidak suka jaim, just be myself. Tentu ada resikonya, elit feodal yang berlapis baju kesantunan akan tidak suka.
“Coba cek di Jawa Timur, pantau Jawa Tengah bagian Utara, Jawa Barat, Maluku, Sulawesi, Sumatera, ternyata happy saja. Banyak yang senang dengan gaya apa adanya RR. Tapi saya memang sulit diterima di kalangan feodal Solo dan Selatan Jawa Tengah,” ujar RR.
Ia menjelaskan, almarhum Buya Syafi’i Maarif sering sekali menasehatinya agar lebih ‘Njawani’, tetapi Namun RR menjawab dengan gamblang.
“Maaf Buya ndak bisa, kalau nyoba-nyoba akan keliatan palsunya,” kata Menko Perekonomian Era Presiden Abdurrahman Wahid ini.
Rizal Ramli kemudian menceritakan, sering kali Perdana Menteri Singapora Lee Kwan Yew ke Jakarta dan mengajak makan malam dirinya. Terakhir kali ke Indonesia, ekonom senior itu mengaku Lee mengundang makan malam di Shangrilla. Ia pun memberanikan bertanya.
“Pak Lee kok ngomong terlalu terus terang, apa adanya, terlalu candid? Apa tidak takut tidak populer ?”
“Saya harus bicara apa adanya supaya rakyat mengerti, masalah, solusi dan resikonya. Ndak populer ndak apa-apa, rakyat baru akan berterima kasih kepada saya setelah melihat hasilnya,” jawab Lee.***