Bogordaily.net– Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dengan dukungan Internews dan USAID Media melanjutkan serial workshop Trusted News Indicator yang ketiga. Kali ini mengangkat isu new media dan economy.
Workshop Trusted News Indicator merupakan rangkaian kegiatan dengan tujuan mensosialisasikan indikator kepercayaan publik kepada media-media anggota AMSI, serta menyerap masukan dan tanggapan pemangku kepentingan, investor, pengusaha, dan ekonom terkait pedoman media terpercaya.
Workshop Trusted News Indicator seri ketiga ini dihadiri oleh 93 anggota AMSI wilayah di seluruh Indonesia. Setelah 3 serial Workshop ini, akan diselenggarakan Focus Group Discussion (FGD) untuk memberikan pendampingan kepada media anggota AMSI yang ingin menerapkan indikator Trusted News di media masing-masing.
Ketua Umum AMSI, Wenseslaus Manggut menjelaskan upaya membangun indikator kepercayaan media merupakan rangkaian panjang yang sedang dilakukan AMSI sejak tahun 2021 dengan menggelar berbagai diskusi, FGD dan Workshop.
Menurutnya, memperoleh kepercayaan menjadi pertaruhan di landscape media baru ini. Kepercayaan publik terhadap media datang dari banyak kalangan termasuk dunia bisnis dan ekosistem yang sama dg media.
Ia menyebut AMSI berikhtiar agar media kembali dipercaya. Hal ini tentu tidak mudah, dan sulit bagi bisnis media saat ini.
“Pertanyaannya adalah apakah trusted ini bisa mendatangkan cuan bagi media?. AMSI mendengar banyak pihak tidak hanya pemerintah dan dewan pers, juga pengiklan dan agency,” ujar Wens.
Seiring dengan konsep trustworthy news, Chief of Party Internews Indonesia, Eric Sasono mengapresisiasi AMSI dalam membangun trusted news indicator.
Rumusan indikator kepercayaan bukan jalan mudah. Tidak seperti indikator yang digunakan pengiklan (GARM) saja, tetapi mempertimbangkan sisi kode etik dan panduan dewan pers.
“Bung Karno berujar gantungkanlah cita-cita setinggi langit, ini adalah upaya untuk itu. Kesulitan mencari uang nyata, media kebanyakan didirikan oleh jurnalis bukan pengusaha yang lebih mementingkan editorial bukan bisnis. Ini upaya penting yang harus dilakukan bersama stakeholder tidak bisa dilakukan oleh media sendiri,” kata Eric.
Sementara itu CEO Kabar Group Indonesia (KGI) Network sekaligus Koordinator wilayah AMSI Indonesia Timur, Upi Asmaradhana yang menjadi pemapar Trusted News Indicator mengajak media anggota AMSI memperjuangkan kepercayaan publik termasuk brand safety.
Ia menyebut, media anggota AMSI dapat menerapkan setidaknya dari 11 point trustworthynews indicator yang sudah dibuat AMSI dengan banyak mendapatkan masukan dari banyak pihak.
Upi menilai banyak survei menyebut tingkat kepercayaan publik terhadap media di Indonesia rendah.
“Semoga dengan workshop, diskusi dan FGD yang dilakukan akan berdampak positif terhadap peningkatan kepercayaan terhadap media. Dan semoga pengiklan juga bisa beralih ke media arus utama,” jelasnya.
Selanjutnya pada sesi diskusi, Legenda Hidup Pasar Modal Indonesia yang juga CEO Vier Corporation, Vier Abdul Jamal mengatakan investor membutuhkan media yang kredibel dan terpercaya dengan berita yang mendalam dan berbasis analisis data. Pemberitaan akan berdampak powerfull untuk suporting industri dan market.
“Kita harus belajar pada pasar modal Hongkong di mana berita menjadi supporting atau informasi yang menginspirasi pasar. Setiap hari RTI Bisnis memperlihatkan market mover, kenapa sahamnya bergerak karena aksi korporasi. Pers harus mengikuti bagaimana tren saham terbang termasuk dari insider informasi,” paparnya.
Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) menyebutkan 48% Usaha Kecil Menengah (UMKM) dijalankan perempuan. Di sini pentingnya trusted news Indicator, peran media yang bukan hoax dalam mendorong ekonomi sejalan dengan yang diupayakan Ikatan Wanita Pengusaha (IWAPI).
“Bagaimana agar dunia usaha bisa sustain dan naik kelas, informasi dan promosi dari media anggota AMSI penting untuk IWAPI. Ke depannya harus dijalankan upaya kerjasama nyata antara IWAPI – AMSI untuk mendukung dunia usaha perempuan,” kata Ketua Umum IWAPI Nita Yudi.
Ekonom Senior INDEF, Aviliani mengatakan pentingnya media mendeteksi kelas audiens sebelum mendistribusikan konten berita. Cara mengemas konten kata dia, perlu dibedakan berdasarkan audiens kelas atas, menengah dan bawah. Berita yang disajikan harus bermakna, jangan sekadar dibaca/viral.
“Kelas atas jumlahnya 20%, kelas menengah 35% dan kelas bawah 40%. Audiens kelas atas sangat bisa mempengaruhi investasi dan konsumsi. Pastikan agar informasi tidak membuat pasar khawatir. Dengan memperhatikan segmen audiens media akan memberikan impact positif yang berarti pada ekonomi Indonesia,” jelas Aviliani.
Indikator keterpercayaan publik mulai disusun AMSI sejak pertengahan 2021 melalui serangkaian diskusi kelompok terfokus (FGD) di Jakarta dan Makassar. Melibatkan lebih dari 50 pemilik dan pengelola media anggota AMSI, penyelenggara negara, agen periklanan global, akademisi, pengusaha, kelompok masyarakat sipil, dan lain-lain. ***