Bogordaily.net– Anggota DPR RI Fraksi Golkar, Budhy Setiawan melakukan sosialisasi terkait sosialisasi kebijakan Kementerian Perdagangan bekerja sama dengan Komisi VI DPR RI.
Salah satunya soal rencana DPR RI merevisi Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen yang dianggap sudah usang.
Sebab, UU Perlindungan Konsumen yang dibuat pada tahun 90-an tid dilengkapi aturan yang berkaitan soal perdagangan dengan sistem online.
Anggota Komisi VI DPR RI, Budhy Setiawan mengatakan sosialisasi yang disampaikan kepada warga Kota Bogor khususnya para kaum ibu para penggiat sosial.
Terkait kebijakan di Kementerian Perdagangan, terutama perihal perlindungan konsumen.
“Saat ini akan dibahas Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Konsumen revisi dari UU konsumen yang lama. UU perlindungan konsumen yang lama itu yang paling krusial itu terkait dengan perdagangan yang berbasis online. Karena di UU Perlindungan Konsumen yang lama belum memasukan itu, sehingga kami di DPR RI akan merevisi UU tersebut,” ujar Budhy, Sabtu, 24 Juni 2023.
Revisi UU Perlindungan Konsumen
Menurut Budhy, revisi UU Perlindungan Konsumen dengan memasukkan terkait Perdagangan Online itu karena sekarang ini zamannya sudah zaman digital.
Aktivitas warga dalam berbelanja kata dia cukup menggunakan handphone. Dan ini perlu dilindungi data konsumen agar nantinya data konsumen dapat dilindungi.
Ia juga ingin platform-platform digital dalam perdagangan digital juga bisa melindungi data pribadi daripada konsumen yang menggunakan jasa perdagangan tersebut.
“Nah itu yang nanti menjadi titik berat dalam RUU Perlindungan Konsumen yang saat ini sedang dibahas,” jelas Budhy Setiawan.
Apalagi, kata Budhy, tidak sedikit konsumen yang hak-haknya sering diabaikan atau tertipu oleh oknum-oknum perusahaan yang ada di dalam perdagangan online tersebut.
Misalnya konsumen membeli produknya apa yang dikirimnya apa dan itu sering terjadi. Oleh karena itu, dalam pertemuan tersebut ia ingin mendengar dan mendapatkan masukan yang sering dirasakan oleh masyarakat.
Dibahas di DPR
Budhy juga menyebut ada beberapa kejadian perdagangan dengan sistem pembayaran COD, sampai memakan korban dari si pihak mengantarnya.
“Di sini yang tidak bertanggung jawab kan perusahaan yang punya platform digital tersebut. Karena distributornya itu orang lain. Jadi yang akan kita atur,” terangnya.
Selain dari masyarakat, terkait RUU ini pun pihaknya akan mengundang pakar dan juga lembaga atau LSM. Khususnya yang bergerak di bidang Perlindungan Konsumen untuk mendengar apa saja kajian maupun riset yang selama ini dilakukan oleh mereka.
“Saat ini RUU sudah selesai di badan legislasi. Jadi sudah mulai pembahasan di DPR dan nanti akan dibahas di Komisi dan itu pembahasannya pasal per pasal,” ujar Budhy lagi.
Tentunya, kata dia, sebelum masuk pasal per pasal kita akan meminta pendapat dari pakar maupun yang mewakili lembaga lembaga kemasyarakatan yang bergerak di perlindungan konsumen. Termasuk konsumen itu sendiri hingga melibatkan platform platform digital.
Selanjutnya, di RUU juga akan dimasukkan sanksi-sanksi bagi perusahaan perdagangan online yang melakukan pelanggaran.
Sanksinya mulai dari sanksi ringan hingga pemberhentian usaha terhadap perusahaan tersebut.
Pihaknya pun menargetkan atau sampai diketok palu RUU menjadi UU Perlindungan Konsumen.
“Hasil revisi di tahun ini juga atau oleh teman-teman DPR RI yang duduk di periode ini (2019-2023),” tegasnya.
Tujuan Sosialisasi
Di tempat yang sama, Kepala UPTD Metrologi Legal Kota Bogor, Deden Marlina menyebut tujuan sosialisasi yang digagas komisi IV DPR RI agar menjadikan konsumen cerdas.
Artinya kata dia, di dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Metrologi Legal diatur hak dan kewajiban konsumen.
Salah satunya hak konsumen itu mendapatkan perlindungan, jangan sampai konsumen itu dirugikan oleh pelaku usaha.
“Saya sebagai kepala UPTD mengawasi langsung tentang alat-alat ukur. Misal di SPBU, jangan sampai masyarakat dirugikan oleh para pelaku usaha dibidang SPBU. Contoh ada pengurangan liter dan sebagainya,” ujar Deden.
Tugasnya kata Deden, untuk mengawasi hal itu. Termasuk perlindungan bagi masyarakat yang mempunyai logam mulia. Pihaknya pun mencegah agar jangan sampai ukurannya berbeda saat dibeli maupun dijual. Sebab bisa merugikan masyarakat,(Ibnu Galansa)