Bogordail.net – KUB bank bjb dengan Bank Bengkulu sudah memasuki proses final.
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (bank bjb) telah mengonfirmasi bahwa keputusan Bank Indonesia (BI) untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,75 persen tidak akan berdampak pada rencana Kelompok Usaha Bersama (KUB) yang dijalankan oleh bank bjb.
Baca Juga: Selamat! 2 Pemain Bandung bjb Tandamata Raih Penghargaan di Ajang AVC Challenge Cup 2023
Perkembangan KUB dan Keterlibatan Bank Bengkulu
Widi Hartoto, Pemimpin Divisi Corporate Secretary bank bjb, memastikan bahwa bank bjb terus mengembangkan Kelompok Usaha Bersama (KUB) dengan Bank Bengkulu, yang saat ini sedang dalam tahap akhir proses.
Saat ini, bank bjb sedang mengurus izin penambahan Bank Bengkulu sebagai anggota KUB ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Tidak Terpengaruh oleh Suku Bunga Acuan
Widi menyatakan bahwa kebijakan suku bunga acuan tidak akan mempengaruhi rencana KUB bank bjb.
Bank bjb tetap fokus pada proses pengajuan izin penambahan Bank Bengkulu sebagai anggota KUB ke OJK.
Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 12/POJK.03/2020, konsolidasi bank pembangunan daerah (BPD) diperlukan untuk memenuhi persyaratan modal inti minimum sebesar Rp 3 triliun pada tahun 2024.
Proses peleburan bank-bank daerah menjadi satu perlu dilakukan karena sebagian besar BPD masih memiliki keterbatasan modal, yang membatasi kemampuan mereka.
BPD yang Belum Memenuhi Modal Inti:
Hingga Desember 2022, terdapat 12 BPD yang belum memenuhi persyaratan modal inti.
Di antaranya adalah BPD Bengkulu, BPD Banten, BPD NTB Syariah, BPD Sulawesi Tenggara, BPD Maluku, BPD Sulawesi Utara Gorontalo, BPD Kalimantan Tengah, BPD Jambi, BPD NTT, BPD Kalimantan Selatan, dan BPD DIY.
Bank Indonesia Mempertahankan Suku Bunga Acuan 5,75 Persen
Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, telah mengumumkan bahwa keputusan BI untuk mempertahankan suku bunga acuan sebesar 5,75 persen adalah langkah konsisten dengan kebijakan moneter yang ada.
Tujuan keputusan ini adalah untuk menjaga inflasi tetap terkendali dalam kisaran 3 persen pada sisa tahun 2023.
Fokus BI akan berada pada penguatan stabilitas nilai tukar rupiah untuk mengendalikan inflasi barang impor dan mengurangi ketidakpastian di pasar keuangan global.
Keputusan BI ini mempertimbangkan berbagai faktor di dalam dan luar negeri. Antara lain ketidakpastian perekonomian global yang kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang melambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi.
Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan sebesar 2,7 persen secara tahunan dengan risiko perlambatan terutama di Amerika Serikat dan China.
Sementara di dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik didukung permintaan domestik dan kinerja ekspor.
Nilai tukar rupiah juga terkendali sejalan dengan kebijakan stabilisasi yang ditempuh BI. Inflasi menurun ke dalam sasaran tiga persen lebih cepat dari perkiraan pemerintah.
“Penurunan inflasi terjadi di semua kelompok. Inflasi inti Mei 2023 tercatat 2,66 persen secara tahunan, lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 2,83 persen,” jelas Perry.***