Bogordaily.net – Peringatan Hari Anti Narkotika Internasional yang jatuh setiap 26 Juni, seharusnya tidak hanya sebatas seremoni saja, namun juga memperhatika para korban yang pernah terjerat Narkoba, supaya memiliki akses untuk rehabilitasi, kesehatan dan sosial ekonomi. Hal itu disampaikan sejumlah komunitas yang tergabung dalam PEKA, PKNB, Femail Plus, Lekas, Yayasan Pesona Bumi Pasundan, saat berkunjung ke kantor redaksi bogordaily.net, jelang peringatan Hati Anti Narkotika.
“Jangan sampai peringatan hari anti narkoba negara malah memarginalkan warga negaranya sendiri,” ujar Hesen mewakili Komisi Penanggulangan AIDS Kota Bogor atau KPAD Bogor.
Menurutnya pemerintah harus melakukan pendekatan sesuai dengan kebutuhan. Pemerintah diharapkan lebih peduli serta dapat melihat bahwa penerapan dan pendekatan untuk orang-orang yang mempunyai permasalahan dengan Napza berbeda kebutuhan nya.
“Karena semangatnya itu adalah semangat perang terhadap narkoba, sehingga penangannanya refresif. Padahal penangannya tidak bisa di pukul rata. Tidak semua harus di penjara. ” kata Husen.
Menurut Husen kata Perang, selalu menimbulkan korban. Begitu juga dengan Perang terhadap narkoba akan menimbulkan korban. Karen itu Husen menegaskan harus ada evaluasi. Selama ini apalah perang terhadap Narkoba berhasil atau tidak, jangan menghabiskan anggaran negara saja, sedangkan disatu sisi peredaran gelap narkotika semakin marak.
“Saya melihat di beberapa negara ganja sudah di legalkan untuk medis,” katanya.
Pencegahan dan Regabilitasi
Pada kesempatan yang sama Bonny Sofianto dari Female Plus, menegskan pemerintah dinilai tidak konsisten dalam penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (selanjutnya disebut UU Narkotika), yang menjadi landasan untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.
“Yang diterapkan selalu penghukuman. Pencegah, rehabilitasi seolah-olah terlupakan,” kata Husen.
Menurut Bonny, rehabilitasi hanya berlaku yang kalangan orang mampu atau artis.
“Jadi untuk kita kita seperti ini tidak mampu tuh,” ucapnya.
Bonny menuturkan, pengalaman yang ditemuinya sangat miris. Bagaimana seorang yang tertangkap berumur 47an, membeli Sabu paket Rp 200 ribu. Tapi harus nginap di lapas selama 4 tahun
“Dia harus kehilangan pekerjaan nya dan meninggalkan keluarganya disana.Saya berharap pemerintah ada inovasi baru dalam penanggulangan narkoba,” papr Bonny.
Ia menjelaskan, kondisi saat ini telah terjadi over capacity di lembaga kemasyarakatan. Menurutnya hampir 70 persen penghuni Lapas, merupakan orang-orang yang terjerat kasus narkotika. Ia mengaskan sebagian besar yang dipenjara adalah pengguna harian.
“Padahal mereka adalah korban,” terang Bonny.
Lebih rinci Bonny memaparkan, dari data yang dimilikinya para pengguna yang tertangkap tertangkap membawa narkotika jenis sabu-sabu, dengan barang bukti di bawah 1 Gram.
“Seharusnya berdasarkan surat mahkamah agung jika barang bukti sabu di bawah 1 gram maka pengguna idieal dikenakan pasal 127,” terang Bonny.
Jadi harapannya pemerintah dapat melibatkan para ahli dari dari komunitas. Selain dari orang orang kesehatan.
“Saya bersama tema-teman komunitas berharap pada momentum peringatan hari anti Narkotoka tahun ini, pemerintah melakukan inovasi dalam melakukan penanggulangan penyalah gunaan narkotika,” kata Bonny.***