Bogordaily.net – MenKopUKM Teten Masduki menekankan bahwa koperasi harus menjadi bagian dari hilirisasi nasional.
Seiring dengan peringatan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) 2023, Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) menekankan, koperasi harus menjadi bagian dari agenda besar Pemerintah untuk meningkatkan perekonomian rakyat melalui hilirisasi Sumber Daya Alam (SDA) terutama hilirisasi sumber daya mineral, pertanian, dan perkebunan.
“Koperasi harus menjadi bagian dari program hilirisasi nasional. Untuk nikel misalnya, di sektor hilir, koperasi bisa ikut dalam produksi di hilir seperti bahan piring, sendok, pisau, maupun produk kesehatan yang bahan bakunya dari nikel,” kata MenKopUKM Teten Masduki dalam acara perayaan Hari Koperasi Nasional (Harkopnas) di Jakarta, Rabu (12/7).
Selain itu, saat ini KemenKopUKM juga sedang mengembangkan pabrik Minyak Makan Merah di beberapa provinsi berbasis sawit.
Pabrik tersebut sepenuhnya dimiliki para petani sawit anggota koperasi. Dengan pabrik itu, hilirisasi produk dapat dilakukan.
Petani sawit tidak lagi hanya menjual Tandan Buah Segar (TBS), namun menikmati nilai tambah dari produk akhir yakni minyak makan merah tersebut.
Pemerintah, kata Menteri Teten, juga terus mengupayakan peningkatan ekosistem koperasi. Selain pengembangan minyak makan merah melalui koperasi petani sawit, KemenKopUKM juga mendorong terciptanya korporatisasi petani dan nelayan melalui koperasi.
“Kami juga memiliki program SOLUSI nelayan, hingga pembangunan rumah produksi bersama dengan koperasi sebagai pengelolanya,” ujarnya.
SDA lainnya yang berpotensi dihilirisasi adalah bambu. Saat ini, di dunia tengah didorong penggunaan bambu untuk menggantikan kayu karena dinilai lebih ramah lingkungan.
“Di Nusa Tenggara Timur (NTT) ada sekitar 40 ribu hektare bambu, potensi ini juga akan kita coba hilirisasi. Komoditas unggulan di wilayah lain harus dikembangkan dengan cara demikian. Koperasi bekerja di hulu dan hilir, sehingga nilai tambah tinggi dan manfaat ke anggota juga meningkat,” kata Teten.
Pemerintah, saat ini fokus pada pengembangan koperasi sektor riil guna membangun ekonomi anggota dan masyarakat yang lebih luas.
Dari sisi peluang, koperasi sektor riil ini juga memiliki banyak potensi mulai dari pertanian, peternakan, perikanan, perdagangan, jasa, pariwisata, dan banyak macam usaha lainnya.
Setiap wilayah, kota/kabupaten di Indonesia pasti memiliki potensi unggulan seperti komoditas, kerajinan, destinasi wisata, atau lainnya.
“Koperasi sektor riil harus menjadi pemain utama dalam potensi unggulan tersebut. Tujuannya agar manfaat dan nilai tambah yang dihasilkan dapat sebesar-besarnya terdistribusi kembali ke anggota dan masyarakat di wilayah tersebut,” ucap MenKopUKM.
Dalam menangkap peluang tersebut, tahun ini KemenKopUKM pun telah membangun tujuh rumah produksi bersama untuk menjadi tempat maklon, sehingga kperasi dan UMKM didorong menjadi supply chain industri baik di dalam maupun luar negeri.
Di Garut, Jawa Barat, telah dibangun rumah produksi bersama untuk industri kulit senilai Rp12 miliar.
Diharapkan produksi kulit dalam negeri tidak kalah dengan merek terkenal dunia.
“Koperasi dalam pengelolaan hilirisasi merupakan hal fundamental. Sehingga jika berbicara industrialisasi, maka bukan hanya milik usaha besar tetapi koperasi dan UMKM bisa menjadi bagian dari industri yang ada,” kata MenKopUKM.
Terkait agenda besar Indonesia di tahun 2045 menuju negara maju, dalam RPJMN yang sudah disusun, pendapatan per kapita minimum harus mencapai 14.000 ribu dolar Amerika Serikat (AS). Saat ini, masih berada di angka 4.500 dolar AS per kapita.
“Bagaimana mengubah 4.500 dolar AS menjadi 12.000 dolar AS per kapita? Salah satunya harus meningkatkan kualitas pekerja atau SDM, misalnya dengan melibatkan usaha mikro di sektor hilirisasi,” ucapnya.
Untuk itu kata Menteri Teten, dibutuhkan dukungan kebijakan selain fiskal, juga dibutuhkan dukungan moneter, dengan anggaran yang besar.
“UMKM butuh untuk memodernisasi usahanya, perlu membangun pabrik-pabrik bersama. Saat ini ada regulasi untuk menyalurkan pembiayaan hingga 30 persen untuk UMKM, namun saat ini baru mencapai 21 persen jadi harus dioptimalkan,” katanya.***