Bogordaily.net – Di balik kemegahan perumahan elit Summarecon Bogor ternyata menyisakan sengkarut. Dari total 500 hektar luas lahan Summarecon di bibir Jalan Tol Jagorawi tersebut, 65 hektar tanahnya masih bermasalah.
PT. Kencana Jaya Properti Agung, anak Perusahaan PT. Summarecon, Tbk., diduga melakukan penyerobotan tanah seluas 65 ha milik warga atas nama Niko Mamesah dkk.
Ihwal sengkarut pertanahan antara Summarecon dengan Niko Mamesah cs ini pun bukan baru terjadi. Konflik mulai terjadi sejak tahun 2013 silam. Hingga kini, belum ada titik terang.
Kuasa salah satu ahli waris, Muhsin, mengatakan, para pemilik dan ahli waris telah memiliki bukti sah berupa Sertipikat Hak Milik (SHM) sejak tahun 1972 seluas 65 hektar yang terletak di Desa Nagrak, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor.
“Di atas tanah 65 hektar tersebut sekarang sudah berdiri rumah-rumah mewah yang dibangun Summarecon. Pemilik yang sah tentu saja keberatan karena mereka belum pernah mengalihkan haknya baik berupa jual-beli, hibah, atau ganti rugi atas tanahnya,” katanya, Rabu 30 Agustus 2023.
Beragam upaya maupun pengaduan telah dilakukan para pemilik dan ahli waris melalui Martinus Siki, SH., MH., dan Aloysius Abi, SH., dari Kantor Advokat Martinus Siki and Partners.
“Kami sudah memblokir ke BPN Bogor status kepemilikan tanah 65 hektar yang sudah berbalik atas nama SHGB Summarecon yang terpecah menjadi seribu sertipikat tanah. Maka rumah-rumah di atas tanah tersebut tidak bisa diserahterimakan kepada konsumennya,” jelas Muhsin yang juga tim dari Kantor Advokat Martinus Siki.
“Sudah empat kali mediasi antara para pemilik/ahli waris dan pihak Summarecon di Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Bogor. Tiga kali mediasi di Kantor Penanaman Modal dan Perizinan Kabupaten Bogor dan satu kali Sidang lapangan dan mediasi di tanah sangketa Desa Nagrak yang dihadiri hampir seluruh dinas terkait tetapi tak tercapai kesepakatan,” ungkap Martinus dalam surat terbukanya.
Baca juga : Jadwal Tayang Film His Only Son di Bioskop Indonesia, Cek di Sini!
Surati Presiden Jokowi
Tak cukup di situ, Martinus beserta para ahli waris mengaku telah menyurati pejabat teras di instansi terkait. Bahkan sampai Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
“Kami beberapa kali menghadap ke Istana Negara memperbaiki data tapi mentok di Biro Hukum Istana tanpa berita,” katanya.
Di samping itu, Martinus dan para ahli waris menemui Menteri dan Irjen ATR/BPN, bersurat ke Kapolri dan Menkopolhukam, menemui politisi sekaligus Ketua Komite Indonesia Bebas Mafia (KIBMA) Eros Djarot, Kabareskrim, dan Kejaksaan.
“Semua belum ada hasilnya,” ucapnya.
Pada akhir tahun 2020, pihak ahli waris sempat mendapat angin segar. Pemilik saham utama PT Summarecon, Tbk., Soejipto Nagaria, melakukan kontak via telepon ke Martinus.
“Menelpon lebih dari lima kali dan mengaku dengan jujur bahwa saat awal proses peralihan tanah ke perusahaannya yakni PT Kencana Jaya Properti Agung memang bermasalah. Beliau berniat baik ingin menuntaskan baik-baik dengan pemilik tanah yang sah secara hukum. Kata beliau, dia sudah tua, tak mau ada beban dalam hidupnya,” beber Martinus.
Namun lagi-lagi terganjal. Di saat wabah Covid-19 merajalela, Soejipto Nagaria terbang ke Singapura. Negosiasi terhenti hingga saat ini, Akses Martinus cs ke Soetjipto Nagaria tertutup rapat tanpa komunikasi.
“Kami memohon kepada Bapak Presiden RI, Bapak Joko Widodo, agar mencari jalan untuk memediasi kami dengan owner utama Summarecon. Jika hanya berurusan dengan para kuasa hukumnya sulit untuk dicapai penyelesaian secara adil, kecuali menyuburkan sakit hati. Kanwil BPN Jawa Barat juga harus membatalkan SHGB dan seluruh perizinan Summarecon Bogor karena cacat hukum,” harapnya.
Mafia Tanah
Muhsin memaparkan lebih lanjut, ihwal sengkarut tanah tersebut terjadi sejak Bupati Bogor kala itu, Rahmat Yasin (RY) memberikan izin lokasi kepada Summarecon seluas 244 ha. Pada tahun 2021 mendapat tambahan izin lokasi 44 ha oleh Bupati Bogor Ade Yasin (AY).
Sengkarut ini, diduga juga tak lepas dari peran mafia tanah.
“Berdasarkan penuturan Rudi Tanuwijaya, karyawan PT Kencana Jaya Properti Agung, pada tahun 1975 terjadi peralihan tanah dari beberapa ahli waris kepada PT Adiguna Shipyard di hadapan Notaris Imas Fatimah SH. Padahal, ahli waris Niko Mamesah dan kawan-kawan tidak pernah menguasakan kepada siapapun untuk mengalihkan tanah-tanahnya kepada PT Adiguna Shipyard. Artinya akta pelepasan hak atas tanah yang dibuat adalah palsu,” tegasnya.
Niko Mamesah dkk juga tidak pernah mengetahui adanya peralihan kembali tanah kepada PT Gunung Geulis Sentra Rekreasi dan Kencana Jaya Properti Agung pada tahun 2009 dan 2012, sebagaimana didalilkan oleh Rudi Tanuwijaya.
Baca juga : Sosok Selebgram Palembang Adelia yang Ditangkap Terkait Narkoba
“Maka diduga kuat akta-akta yang dibuat masing-masing di hadapan Notaris Merry Cristina Sitohang SH dan Notaris Lismana SH., Mkn., adalah rekayasa untuk menghilangkan hak ahli waris Niko Mamesah dan kawan-kawan,” terang Muhsin.
Dirinya menegaskan, apabila tidak ada titik terang dan itikad baik pihak Summarecon, pihaknya akan melakukan aksi.
“Kami akan tempuh aksi besar-besaran biar semua konsumen tahu,” tandasnya. (Acep Mulyana)