Bogordaily.net– Komisi IV DPRD Kota Bogor menyoroti polemik di sektor Pendidikan Kota Bogor. Seperti yang terjadi pasca pencopotan Kepala Sekolah Dasar Cibereum oleh Walikota Bogor yang berujung kasus saling lapor beberapa waktu lalu.
Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri menilai kasus tersebut merupakan contoh kurang arifnya seorang pemimpin dalam menyikapi persoalan yang ada.
“Menangani masalah pendidikan saya rasa tidak perlu menjadi komoditas konten. Walaupun saya setuju dengan upaya penegakan disiplin, pemberantasan pungli dan sebagainya. Di sinilah pentingnya kearifan seorang pemimpin,” ujar pria yang akrab disapa Gus M tersebut.
Efek domino dari kegaduhan itu pun disebutkan Gus M kini mulai bermunculan. Berdasarkan kunjungan kerja ke lapangan, Gus M menyebutkan saat ini sebanyak 71 sekolah tingkat SD dan SMP yang ada di Kota Bogor mengehentikan kegiatan ekstrakurikuler.
Hal tersebut akibat Surat Perintah Wali Kota Bogor Nomor 420/Sprint. 3524 – Umum tentang tindaklanjut penanganan kasus pungli di sekolah.
“Jangan sampai ruang untuk kreasi dan prestasi anak didik di bidang akademik, seni, olahraga. Budaya dan keterampilan lainnya sebagai ekstra di dunia pendidikan yang ditopang peran serta iuran orang tua menjadi hilang. Padahal anggaran pemerintah belum mampu membiayai sektor ini,” tegas Gus M.
Menurutnya, pihak sekolah saat ini takut menggelar kegiatan ekstrakulikuler. Karena dalam kegiatan tersebut, dana BOS yang ada tidak mampu menopang pembiayaan kegiatan, sehingga perlu adanya kontribusi dari orang tua.
Lantaran tidak adanya batasan dan penjelasan resmi terkait apa itu pungli, maka pihak sekolah kini memilih tidak menggelar kegiatan apapun.
Padahal banyak ajang perlombaan yang akan digelar pada Oktober sampai November nanti, yang seharusnya bisa diikuti oleh siswa-siswi di seluruh Kota Bogor.
“Tentunya ini berdampak kepada anak-anak yang memiliki bakat tetapi tidak dapat menyalurkannya. Padahal nantinya jika mereka memenangkan perlombaan itu, akan menjadi salah satu sertifikat yang bisa digunakan untuk mengambil jalur prestasi (Japres),” ujar Gus M.
Wadah bagi Siswa dan Guru
Ia menegaskan, kurikulum merdeka belajar yang saat ini dijalankan seharusnya bisa bisa menjadi wadah bagi para siswa dan guru dalam mengembangkan diri dan memberikan kebabasan dalam belajar.
Namun, kata Gus M pada kenyataannya Pemerintah Kota Bogor membelengu kebebasan di dunia pendidikan. Dengan memberikan rasa takut kepada guru dan siswa dalam mengembangkan karier.
“Sekolah tidak boleh takut. Siswa harus merdeka belajar. Guru harus dimuliakan. Ini semua akan kami benahi dan kami serius untuk bisa memperbaiki kondisi pendidikan yang ada saat ini. Semua harus merdeka belajar,” pungkasnya.
Terpisah, Sekretaris Komisi IV DPRD Kota Bogor, Devie P Sultani menilai Pemerintah Kota Bogor telah abai dalam memastikan pendidikan berbasis kurikulum merdeka belajar.
Karena saat ini siswa-siswi dan guru di Kota Bogor tengah terkungkung oleh stigma buruk bahwa sekolah ada sumber pungli dan korupsi.
Sedangkan Pemerintah Kota Bogor tidak menyediakan anggaran yang cukup dalam menopang kegiatan merdeka belajar.
“Lagi-lagi Pemkot Bogor menunjukkan ketidakberpihakkan mereka kepada sektor pendidikan. Mereka hanya menunjuk sekolah sebagai sumber dari segala persoalan, sedangkan tidak menyiapkan solusi agar siswa dan guru masih bisa merdeka belajar,” tegas Devie.
Jika berkaca pada APBD Kota Bogor, dari 20 persen porsi anggaran yang diajukan oleh Pemerintah Kota Bogor, Devie membeberkan yang mana setengahnya sudah habis untuk pembiayaan gaji dan tunjangan.
Sedangkan, program yang berkenaan dengan dunia pendidikan, sangat minim anggarannya.
“Jadi kami akan meminta kepada Pemerintah Kota Bogor untuk segera memperbaiki kondisi saat ini. Kalau memang perduli, tunjukkan dari pengalokasian anggaran,” tutupnya. (Ibnu Galansa)