Bogordaily.net – Jajaran penyelidik Polres Bogor bersama petugas Kantor Agraria Tata Ruang Pertanahan/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor melakukan pengukuran tanah yang menjadi objek sengketa atau perkara antara penggarap dengan PT Bahana Sukma Sejahtera (BSS), Senin 13 November 2023 di Desa Cijeruk, Kabupaten Bogor.
Pengukuran objek tanah tersebut bagian dari proses tindak lanjut laporan polisi No. LP/B/202/II/2023/SPKT/RES/RES BGR/POLDA JAWA BARAT, tanggal 04 Februari 2023.
Pelapor atas nama WARSAN, S.H., dari PT BSS. Sedangkan Pasal yang dituduhkan adalah Pasal 6 ayat (1) Perpu No. 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya yang Sah.
Di area lahan yang berlokasi di lereng Gunung Salak, Desa Cijeruk, Kecamatan Cijeruk tersebut, aparat kepolisian dan BPN melakukan penelitian dan penunjukan batas tanah pada Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No. 6 atas nama PT. BSS.
Prosesi pengukuran tersebut dihadiri pula oleh Kepala Desa Cijeruk Asep Saepul Rohman, Satpol Kecamatan Cijeruk, PT BSS yang diwakili oleh Warsan dan kuasa hukum Kasmudi, Warsan mantan Kepala Desa Cijeruk Indra Surkana, Babinmas dan Babinsa Desa Cijeruk, serta warga penggarap.
Kuasa hukum PT BSS, Kasmudi, yang ditemui di lokasi, mengatakan, PT BSS melaporkan dua orang warga atas nama Indra Surkana dan Sumadi ke kepolisian karena diduga secara sepihak menguasai sebagian tanah BSS.
“Pak Indra seluas 23.564 meter persegi dan telah mendirikan bangunan dan Pak Sumadi seluas 6.396 meter persegi dan mendirikan kandang kambing,” katanya.
Kasmudi mengaku pihak BSS pernah memperingatkan kepada kedua terlapor pada tahun 2019 dan 2021. “Kami pernah bermusyawarah dan keinginan mereka tetap ingin di situ dengan dasar memiliki bukti over alih lahan garapan. Kalau kami, BSS, karena lahan ini mau digunakan lokasi wisata berbasis alam, ada juga nanti resort dan pusat kuliner, maka kami tidak bisa menerima posisi mereka,” ungkapnya.
Kasmudi menegaskan bahwa SHGB No. 6 telah dimiliki oleh PT BSS sejak tahun 1997 seluas kurang lebih 40 hektar dan berlaku 30 tahun
“Selama ini memang belum dibangun tapi selalu kita kelola. Belum ada bangunan, kan harus sesuai peruntukannya. Itu bisa ditanyakan ke pihak manajemen,” kilahnya.
Sementara itu, Indra Surkana mengakui bahwa dirinya hanya mengolah lahan seluas kurang lebih 6.000 m2 dan bangunan yang didirikan adalah mushola serta bangunan untuk istirahat.
“Kami tidak tahu itu lahan SHGB BSS, karena selama ini kami para penggarap tidak pernah melihat bukti kepemilikan BSS. Kedua, lahannya tidak pernah digarap atau tidak ada aktivitas. Jadi tanah telantar. Akhirnya saya dan warga di sini yang menggarap dan semua ada bukti over alih garapan,” ungkapnya.
Indra pun mengaku aneh dengan pelaporan tersebut. Sebab, kata dia, di lokasi tersebut total terdapat 40-an penggarap. “Bahkan di lokasi tanah BSS ini sudah banyak vila, termasuk Kepala Desa yang sekarang, punya juga di atas tanah. Mengapa mereka tidak dilaporkan juga?” tegas Indra.
Dia pun menyanggah kuasa hukum BSS karena selama ini tidak pernah melakukan sosialisasi maupun bermusyawarah dengan dirinya maupun para penggarap.
“Yang selama ini terjadi mengusir penggarap tanpa basa basi. Kemudian meratakan tanah dengan alat berat,” ujarnya.
Pada hari yang sama, Kepala Desa Cijeruk, Asep Saepul Rohman, mengaku kehadiran dirinya karena diminta sebagai saksi pengukuran lahan yang sedang berperkara tersebut. Ia pun mengaku bingung menghadapi persoalan tersebut.
“Waduh belum tahu (solusinya). Jadi kita juga bingung, dan sebagai aparatur desa kita hanya memfasilitasi saja. Sebagai Pemerintah Desa kita memfasilitasi kedua kubu, inginnya yang terbaik. Bagaimana ke depannya kita sebagai kepala desa ga tahu, kita di pihak desa siap memfasilitasi, kemarin juga kita sudah koordinasi dengan pihak kecamatan,” katanya.
Terkait masih banyak warga yang mengaku tidak dilibatkan dalam sosialisasi rencana pembangunan wisata oleh PT BSS, Kades Cijeruk mengaku akan mengikuti keinginan warga dan siap mempertemukan para pihak.
Menyikapi banyaknya warga yang menggarap dan memiliki bukti surat over alih garapan, Kades Cijeruk mengaku pihaknya hanya melakukan pencatatan.
“Kalau peralihan garapan dari RT ke RW kemudian ke desa, kami hanya mencatat. Gitu doang,” imbuhnya.***
(Acep Mulyana)