Bogordaily.net — Hakim Pengadilan Militer Tinggi (Dilmilti) II Jakarta terus menggali keterangan saksi dalam kasus dugaan suap Badan SAR Nasional (Basarnas). Belasan saksi dihadirkan secara bergiliran.
Pantauan selama mengikuti persidangan, keseluruhan saksi mengatakan hal serupa. Dari proses pengadaan barang hingga ramai bincang terkait adanya istilah Dana Komando (Dako, red) baru mengetahui setelah terjadinya OTT yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Seperti diberitakan sebelumnya, istilah Dako ini diduga sudah menjadi hal yang lumrah dan telah berjalan turun menurun di Basarnas kala itu, atau sudah berlaku sebelum kepemimpinan Kepala Basarnas Marsdya (Purn) Henri Alfiandi (HA).
Mengutip perkataan HA beberapa waktu lalu, saat dirinya memimpin Basarnas, Dako tersebut digunakan untuk kepentingan nonbudgeter lembaga dan tidak untuk digunakan secara pribadi. “Justru ini merupakan hal terpuji seharusnya, dengan dana ini dapat mensejahterakan seluruh personel yang ada di Basarnas,” ucapnya.
Menariknya, HA mengetahui seluruh uang (Dako) yang diduga sebagai suap ini masuk ke Basarnas secara rinci dan jelas tertulis dalam pembukuan keuangan di Basarnas. Namun yang terjadi, sejauh ini permasalahan Dako terus bergulir dan menjadi blunder.
“Padahal sudah sangat jelas, keseluruhan proyek berjalan lancar dan sesuai anggaran yang ada, bahkan negara sangat diuntungkan dengan salah satu proyek pengadaan barang alat pendeteksi reruntuhan yang seharusnya dalam anggaran dapat satu set ini menjadi dua set,” jelasnya lagi.
Muhammad Adrian Zulfikar kuasa hukum (HA), yang terus juga mengikuti jalannya sidang melalui staf dan rekannya ini mengatakan, ketiga saksi yang dihadirkan pada Kamis, 25 Januari 2024, yakni Saripah Nurseha selaku Sekretaris Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Daniel Kurniawan Putra selaku Staf Finance PT Dirgantara Elang Sakti Eka Sejadi dan Lies Riswati W yang merupakan karyawan di BUMN Bank Mandiri KCP Jakarta Angkasa. Mereka tidak mengenal dan tidak pernah berhubungan dengan HA.
Baca juga: Sidang Dilmilti Cecar 3 Saksi Kasus Basarnas, Kuasa Hukum: HA Tak Terbukti
“Sejauh ini masih terfokus pada Dako, semua sudah jelas sebenarnya, dan saya tegaskan lagi bahwa seluruh proses pengadaan yang terlaksana di Basarnas berlangsung sudah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku semasa pimpinan HA. Tidak ada intervensi apapun dari beliau. Bahkan di masa kepemimpinan HA pengelolaan dan penggunaan anggaran di Basarnas dapat terlaksana secara efisien dan efektif, ini terbukti dan bukan isapan jempol belaka,” tegas Adrian.
18 Saksi Diperiksa
Dalam dugaan kasus ini, ada sebanyak 18 orang saksi yang akan diperiksa Dilmilti secara bergantian. Dan kali ini, Dilmilti memanggil tiga orang saksi yakni Saripah Nurseha selaku Sekretaris Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama, Daniel Kurniawan Putra selaku Staf Finance PT Dirgantara Elang Sakti Eka Sejadi dan Lies Riswatj W yang merupakan karyawan di BUMN Bank Mandiri KCP Jakarta Angkasa.
Sidang yang dipimpin Kolonel Chk Adeng ini berjalan cukup tegang, karena seusai ucap janji ketiga saksi tersebut dicecar dan dimintai keterangan mengenai alur keuangan, sistem proyek yang dikerjakan perusahaan, dan keterlibatan pimpinan mereka dalam kasus ini.
Meski demikian, kesaksian mereka menegaskan bahwa mereka tidak mengetahui terkait aliran Dana Komando (Dako) yang menjadi fokus penyelidikan.
Upaya Penghematan
Lebih jauh lagi, Adrian memaparkan fakta-fakta kinerja HA dalam melakukan upaya-upaya penghematan di tubuh Basarnas.
Penghematan dilakukan terhadap pengadaan alat deteksi korban reruntuhan. Yakni, harga 1 set alat yang didapat dari PT Bina Putra Sejati (PT. BPS) adalah Rp4,7 miliar/set, sedang harga awal dari PT Sahabat Inovasi Pertahanan (PT SIP) adalah Rp8,3 M. Sehingga terdapat selisih per setnya Rp3,5 M.
“Dengan kata lain kontrak yang dilakukan sdr. Mulsunadi telah menghemat Rp24,85 M,” ujarnya.
Kontrak pengadaan ini berlanjut untuk memenuhi kebutuhan Kantor-kantor SAR di daerah rawan bencana gempa bumi. Berdasarkan informasi, dibutuhkan minimal 10 set alat untuk 10 daerah rawan, agar bila terjadi bencana gempa bumi Resquer bisa segera mencari korban dengan cepat menggunakan alat canggih ini.
“Dari sasaran 10 set yang akan diadakan, hingga tahun 2023 baru didapat 7 set hingga terjadi OTT. Bila kita hitung secara garis besar pengadaan alat deteksi reruntuhan ini bila tidak adanya bantuan dari PT Sejati, maka Basarnas paling baru memiliki 3 set alat mengingat mahalnya alat canggih tersebut,” jelasnya.
Dengan demikian menurut Adrian tuduhan terhadap Kabasarnas telah merekayasa kontrak yang merugikan Basarnas atau negara sudah terpatahkan. “Justru Basarnas atau negara diuntungkan dengan adanya kontrak pengadaan dengan sdr. Mulsunadi Gunawan dari Sejati Group. Kasus ini menjadi menarik untuk dicermati,” imbuhnya.
Selain itu, HA sejak menjadi Kabasarnas juga telah terbukti melakukan penghematan anggaran dari pembelian BBM.
“Basarnas bekerjasama melalui MoU untuk pengisian BBM kapal seluruh Indonesia, yang dulunya BBM dapat dibeli dari sumber mana aja. Dengan terpusatnya pembelian melalui Pertamina, mengakibatkan tahun 2021 dapat dihemat sebanyak Rp38 miliar khusus dari BBM saja. Perlu diketahui dana pembelian BBM ini merupakan belanja modal yang kemudian hasilnya untuk beralih ke belanja barang, salah satunya guna membeli alat deteksi reruntuhan senilai Rp9,6 miliar tersebut,” sebutnya.
(Acep Mulyana)