Bogordaily.net – Kebijakan Pemerintah melakukan impor beras dalam jumlah besar selama 2023, hingga tembus diangka 3,06 juta Ton atau meningkat 613,61% dibanding 2022, menjadi indikator kegagalan kepemimpinan Presiden Jokowi. Hal itu dilontarkan Tim Nasional Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Timnas Amin), Syaiful Bahari, dalam Acara Debat dan Talkshow CNBC 3 Paslon dengan tema “Ironis Negeri Agraris, Indonesia Masih Darurat Pangan” yang tayang pada Rabu 17 Januari 2024
Wakil Debuti Petani dan Nelayan Timnas AMIN, Syaiful Bahari, menjelaskan konferensi pers BPS pada Senin 15 Januari 2024, dinyatakan bahwa impor beras ini merupakan import terbesar dalam lima tahun terakhir. Meningkat 613,61% dibandingkan 2022.
Karena itu Syaiful Bahri, mengkritik keras kebijakan tersebut, dan menyatakan jika kondidi tersebut sebagi indikasi kegagalan pemerintah dalam mencapai swasembada pangan.Â
Ia menegaskan, bahwa persoalan darurat pangan karena terjadinya lonjakan impor yang begitu tinggi, sudah diprediksi pada akhir 2022.
“Kemudian ditambah, pernyataan Presiden Jokowi tentang impor beras sebesar 500 ribu ton di akhir 2022, ditambah lagi 2 juta ton di 2023, lalu ada penambahan lagi di 2024 yang akan mengimpor 2 juta ton, sudah diprediksi sebelumnya,” kata Wakil Debuti Petani dan Nelayan TIMNAS AMIN, Syaiful Bahari saat dihubungi Bogordaily.net, Rabu 17 Januari 2024.
Menurutnya, ada dua faktor menbuat pemerintah melakukan hal tersebut, pertama memang situasi sekarang berbeda dengan yang sebelumnya, karena sebelumnya impor beras bisa lebih mudah, karena krisis global politik perdagangan global.Â
Kemudian negara produsen selaku eksportir beras, selalu membuka ekspornya.
“Tetapi yang sekarang ini situasinya terbalik, negara produsen beras dan eksportir beras justru menahan diri supaya tidak mengekspor berasnya,” jelasnya.
Adapun faktor yang kedua adalah kemudian sejak tahun 2019 produksi beras dalam negeri itu sudah menurun dan merosot. Hal tersebut bukan hanya faktor El-Nino, karena sejak 2019 sudah ada gejala penurunan.
Namun, kata Syaiful tidak pernah diperhatikan dan selalu ditutupi, dan waktunya sekarang ini produksi berkurang sedangkan impor semakin tinggi, problem negara eksportir tidak mau melepas berasnya.
“Kita untuk menyelesaikan dan mengatasi darurat pangan ini dan sekaligus membangun kedaulatan pangan. Termasuk anggaranya berapa untuk menaikan lagi produktivitas di sektor pertanian,” ujar Syaiful.
Lebih lanjut Syaiful mengatakan, yang pertama itu yang terpenting adalah kebijakan politik, karena anggaran ratusan atau ribuan triliun digelontorkan, tetapi kebijakan politiknya buruk dan keliru, maka tidak akan menjadi apa-apa.
“Saya ambil contoh soal bagaimana kebijakan Pemerintah Jokowi membuka pintu lebar-lebar bagi para konglomerat dan juga korporasi besar untuk masuk di sektor tani dan beras dengan mendirikan pabrik beras skala besar di Jawa,” imbuhnya.
Sehingga kata dia, banyak mematikan industri padi kecil, menengah dari 150 ribu penggilingan padi kecil menengah, yang hidup itu masih 15 persen.Â
Selanjutnya, terkait politik anggaran Syaiful mengungkapkan bahwa, politik anggaran ini tidak terbatas dan saya koreksi soal kebijakan dari sektor pertanian itu tidak bisa dipisahkan dengan reforma agraria penataan ulang struktur penguasaan tanah yang timpang dan tidak adil, dan itu menjadi prioritas pondasi pembangunan di sektor pertanian.Â
“Jokowi telah gagal selama 10 tahun menjalankan itu dari 9 juta hektar itu yang dicanangkan tidak sampai 2 persen terlaksana. Jadi itu menjadi suatu persoalan tersendiri sedangkan politik anggaran tadi berkaitan juga bahwa yang namanya anggaran pertanian tidak hanya di Kementerian Pertanian tetapi juga ekosistem nya saling menyatu didalamnya,” ungkap Syaiful.
Kemudian menanggapi mengapa milenial pedesaan tidak berminat di ruang pertanian, pihaknya sejak awal menyebut hal itu sudah ada framing bahwa pertanian dan petani itu sektor informal. Â
Adapun di sektor informal dijadikan sektor informal siapa yang mau karena dianggap tidak bermartabat tidak ada kepastian dalam hal pendapatan dan juga beresiko tinggi tidak ada perlindungan, hingga kemudian lembaga pembiayaan perbankan tidak ada yang mau masuk.
“Maka harus dirubah mindset juga bahwa pertanian itu bukan sektor informal namun sektor formal dan harus masuk kedalam kebijakan politik yang bisa meilindungi para petani,” tuturnya.
Oleh karena itu, Anies-Muhaimin (AMIN) kata Syaiful visinya adalah adil makmur untuk semua kemudian misinya adalah 8 jalur perubahan nah misi pertamanya itu adalah menyediakan kebutuhan pokok dan menciptakan biaya hidup yang murah bagi masyarakat rakyat dan kuncinya adalah pangan.
“Amin secara visi dan misinya sudah pas,” tutupnya kepada Bogordaily.net.***
(Albin Pandita/Diki Sudrajat)