Bogordaily.net – Apa yang akan dilakukan pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN) menghadapi krisis pangan?
Wakil Deputi Petani & Nelayan TimNas AMIN, Syaiful Bahari, mengungkapkan serangkaian terobosan dan gagasan pasangan Capres AMIN terkait krisis pangan yang dihadapi negara.
Gagasan itu dikemukakan dalam diskusi ‘Ironi Negeri Agraris, Indonesia Masih Darurat Pangan’ yang disiarkan di CNBC Indonesia.
Syaiful Bahari menjabarkan krisis pangan serta kebijakan impor nasional.
Bahari mengingatkan bahwa Presiden Jokowi telah mengumumkan rencana impor sebesar 500 ribu ton pada akhir 2022, ditambah dengan 2 juta ton pada awal Januari 2023.
Angka ini terus bertambah hingga 2024, menciptakan polemik signifikan.
Ia menjelaskan bahwa peningkatan drastis dalam impor ini terkait dengan penurunan produksi sejak 2019, pertumbuhan konsumsi yang terus meningkat, dan ketidakpastian pasar global.
“Dulu, beberapa tahun lalu, impor pangan tidak menjadi masalah karena negara produsen dan eksportir bisa mengekspor dengan mudah. Namun, sekarang kita menghadapi dua permasalahan utama,” ungkap Bahari.
“Produksi kita terus menurun sejak 2019, sementara konsumsi terus bertambah dengan populasi yang mencapai 270 juta jiwa dan lahan pertanian yang stagnan hanya sekitar 10,6 juta hektar,” katanya seperti dikutip dalam tayangan CNBC Indonesia.com.
Situasi global, seperti ketidakpastian pasar dan sulitnya negara produsen mengekspor beras, juga turut berkontribusi pada kenaikan harga pangan di Indonesia.
Bahari merinci data produksi pada awal Januari 2023, menunjukkan bahwa hasil panen gabah kering hanya mencapai 62 juta ton dari lahan 10,6 juta hektar.
Dari jumlah itu, hanya sekitar 27 juta ton yang dapat dikonversi menjadi beras.
Dengan konsumsi rata-rata 30-32 juta ton per tahun, defisit pangan mencapai 33 juta ton atau bahkan lebih.
Langkah AMIN atasi Krisis Pangan
Untuk mengatasi defisit pangan dan meminimalisir ketergantungan pada impor, AMIN memiliki strategi konkret.
Salah satu poin utama adalah program reformasi agraria yang menargetkan penambahan lahan pertanian.
“Reformasi agraria kami mencakup pemanfaatan tanah terlantar, pengembangan di berbagai wilayah, dan yang paling penting, peningkatan penggunaan lahan kering,” ungkap Bahari.
“Indonesia memiliki potensi lahan kering sekitar 60 juta hektar. Jika kita dapat mengembangkan riset, bibit, dan teknologi di lahan ini, maka kita dapat meningkatkan produktivitas dan mengurangi defisit pangan.”
Bahari menyoroti pentingnya mengembangkan riset bibit dan teknologi di lahan kering.
“Lahan kering selama ini sering diabaikan, padahal memiliki potensi besar. Varietas lokal dan keberlanjutan pertanian dapat dihasilkan dari pengembangan lahan kering ini,” tegasnya.
Dengan menggabungkan pendekatan reformasi agraria, pengembangan lahan kering, dan investasi dalam riset pertanian, AMIN berharap dapat memberikan solusi jangka panjang untuk mengatasi krisis pangan yang sedang dihadapi oleh Indonesia.***