Bogordaily.net – Tersangka kasus korupsi timah nambah lagi salah satunya adalah Co-founder Sriwijaya Air Hendry Lie.
Ia juga jadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.
Hendry ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya selaku beneficiary owner PT TIN.
Hendry merupakan satu dari lima tersangka baru yang ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
“Tersangka HL selaku beneficiary owner dan tersangka FL selaku marketing PT TIN telah turut serta dalam kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah dengan PT Timah Tbk,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/4).
“Selain itu keduanya juga membentuk CV BPR dan CV SMS sebagai perusahaan boneka untuk melaksanakan kegiatan ilegalnya,” imbuhnya.
Lima Tersangka Baru Kasus Korupsi Timah
Empat tersangka lainnya yakni Fandy Lingga (FL) selaku Marketing PT TIN, Suranto Wibowo (SW) selaku Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015-Maret 2019, BN selaku Plt Kadis ESDM Maret 2019, dan Amir Syahbana (AS) Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung.
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Jo UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Ketut menyampaikan saat ini penyidik tengah menelusuri aset milik tersangka sebagai bagian dari upaya penyidikan dan untuk mengembalikan kerugian keuangan negara.
Sejumlah aset yang telah didapatkan penyidik yaitu kendaraan mewah.
“Selain itu, Tim Badan Pemulihan Aset melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah barang yang bersifat ekonomis lainnya,” tuturnya.
Sebelumnya, Kejagung telah lebih dulu menetapkan 16 tersangka dalam kasus tersebut.
Dua di antara tersangka adalah Direktur Utama PT Timah 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani dan Harvey Moeis sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin.
Kejagung menyebut nilai kerugian ekologis dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp271 Triliun berdasarkan hasil perhitungan dari ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.
Nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp 183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp 74,4 triliun, dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp 12,1 triliun.
Kendati demikian, Kejagung menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final.
Kejagung menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.***