Bogordaily.net –Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH) UIKA Bogor menggelar aksi demo menolak program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) di Jalan Jendral Sudirman, Kota Bogor, pada Jumat 28 Juni 2024.
BEM FH UIKA menilai program Tapera hanya menambah beban penderitaan masyarakat, bukan malah memberikan solusi dan kesejahteraan.
Ketua BEM FH UIKA Azmi Mustopa mengatakan dalam orasinya, program Tapera menjadi bukti bahwa pemerintah memang tidak berpihak kepada rakyat.
“Kami ingin bicara dengan perwakilan Istana Bogor mengenai program tapera. Bahwa program ini sebenarnya menambah beban bagi rakyat,” kata Ketua BEM FH UIKA Azmi Mustopa dalam orasinya.
Tuntutan BEM FH UIKA Bogor
Pertama terkait dengan Program Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA), mereka memahami tujuannya untuk meningkatkan akses perumahan jangka panjang bagi masyarakat.
“Namun, kami sangat prihatin dengan dampak langsungnya terhadap pendapatan disposable pekerja, terutama mereka dari golongan ekonomi menengah ke bawah, ” ujar Azmi.
Mereka juga menuntut pemerintah untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap dampak sosial dan ekonomi program ini, serta memastikan adanya mekanisme perlindungan sosial yang memadai bagi pekerja yang terkena dampak langsungnya.
Kedua putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 yang mengubah syarat usia calon kepala daerah menjadi perdebatan besar dalam komunitas mahasiswa.
“Kami merasa perlu untuk mengawasi dengan ketat independensi Mahkamah Agung dalam membuat keputusan hukum yang memiliki dampak besar terhadap demokrasi dan keadilan politik, ” jelasnya.
Mereka juga menyerukan transparansi dalam proses pengambilan keputusan hukum seperti ini, serta partisipasi yang lebih luas dari masyarakat dalam menentukan kebijakan yang memengaruhi masa depan politik negara.
Ketiga revisi Undang-Undang Polri yang sedang dibahas menjadi perhatian BEM FH UIKA Bogor karena potensi pergeseran paradigma keamanan nasional yang mengkhawatirkan, mirip dengan praktik dalam era Orde Baru.
“Sebagai mahasiswa, kami menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara keamanan nasional yang diperlukan dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan prinsip demokrasi, ” paparnya.
Mereka juga menuntut agar revisi ini dilakukan dengan konsultasi publik yang transparan dan melibatkan semua pihak terkait untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil mewakili kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Keempat dalam konteks RUU Penyiaran, kami mengutuk setiap upaya yang dapat mengancam kebebasan berekspresi dan akses informasi.
“Sebagai mahasiswa yang peduli terhadap kebebasan berpendapat, kami menuntut agar regulasi ini tidak membatasi keberagaman opini dan jurnalisme investigatif, ” ujarnya.
Mereka pun mendesak pemerintah untuk merancang undang-undang yang melindungi kebebasan media secara menyeluruh, sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia yang dijunjung tinggi dalam konstitusi.
“Secara keseluruhan, sebagai mahasiswa, kami berkomitmen untuk mengawal setiap kebijakan publik dan keputusan hukum yang diambil oleh pemerintah,” sambungnya.
Jika tuntutan ini tidak tersampaikan pada para pemangku kekuasaan dan wakil-wakil mereka akan kembali melakukan aksi.
“Karena kami percaya bahwa melalui suara kami, kami dapat berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih adil, demokratis, dan bermartabat di Indonesia, ” tutupnya. (Muhammad Irfan Ramadan)Â