Bogordaily.net – Undang-undang (UU)Pemilu digugat, isi gugatannya adalah meminta agar Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) bisa mengajukan calon independen dalam pilkada.
Ada tiga orang warga yang mengajukan gugatan terhadap syarat calon kepala daerah jalur perseorangan (independen) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pemohon meminta MK mengizinkan calon independen maju Pilkada jika mendapat dukungan organisasi kemasyarakatan (Ormas).
Permohonan ini diajukan oleh Ahmad Farisi, A Fahrur Rozi, dan Abdul Hakim. Permohonan mereka telah diregistrasi dengan nomor 43/PUU-XXII/2024.
Gugatan diajukan terhadap pasal Pasal 41 ayat (1) huruf a, b, c, d, e dan ayat (2) huruf a, b, c, d, e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
Pemohon menganggap pasal yang ada saat ini terkesan sebagai monopoli partai politik untuk mencegah calon perseorangan.
Pemohon menyatakan syarat dukungan bagi calon perseorangan terus naik setiap menjelang Pemilu.
“Bahwa ketentuan tentang syarat pencalonan bagi calon perseorangan yang termuat dalam pasal a quo terkesan tak lebih dari sekadar monopoli partai politik melalui kuasa legislasi yang dimilikinya baik di Pemerintahan maupun di legislatif untuk mencegah munculnya calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah yang menjadi kompetitor bagi partai politik dalam kontestasi pemilihan kepala daerah. Dugaan monopoli syarat dukungan pencalonan kepala daerah jalur perseorangan oleh partai politik ini setidaknya dapat dilihat dari jumlah syarat dukungan yang terus naik secara tidak proporsional sehingga membuat banyak warga negara yang berkepentingan untuk mencalonkan/dicalonkan sebagai kepala daerah melalui jalur perseorangan haru mengalami kegagalan,” ujar pemohon dalam berkas permohonannya dilihat dari situs MK, Jumat (28/6/2024).
Pemohon juga menyebut syarat calon perseorangan yang ada saat ini telah memicu sejumlah Pilkada hanya diikuti calon tunggal.
Padahal, menurut pemohon, kemungkinan calon kepala daerah jalur independen harusnya dapat mencegah calon tunggal.
“Sejak diperbolehkannya calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah, seharusnya partisipasi masyarakat untuk ikut serta dipilih sebagai kepala daerah semakin meningkat sehingga masyarakat mendapatkan banyak pilihan alternatif tentang siapa yang menurut rakyat layak menjadi kepala daerah mereka. Namun, fakta justru menunjukkan banyak daerah yang justru mengalami krisis kepemimpinan di mana Pilkada hanya diikuti oleh calon tunggal,” ujar pemohon.***