Bogordaily.net – Negara Republik Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana yang tercantum dalam Konstitusi yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang – Undang Dasar 1945, sehingga sebagai perwujudan dari Negara Hukum maka Negara Hukum tersebut harus menjadikan hukum sebagai panglima tertinggi, artinya semua aspek kehidupan bernegara yang terjadi dalam Negara Hukum harus berdasarkan hukum yang berlaku.
Dan hukum yang tertinggi di Negara Republik Indonesia adalah Pancasila dan UUD 1945 yang kita kenal sebagai konstitusi.
Pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) secara sejarah hukumnya bertujuan untuk menjadi penjaga konstitusi (the guardian of constitution). Sehingga jika terdapat undang-undang yang bertentangan dengan konstitusi (inconstitutional), maka Mahkamah Konstitusi (MK) dapat mengujinya terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dan dapat pula menganulirnya dengan membatalkan keberadaan undang-undang tersebut secara keseluruhan ataupun per-pasalnya;
Oleh sebab itu Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penjaga konstitusi juga berhak melakukan penafsiran bahkan bisa ultra petita dari permohonan pemohon terhadap sebuah ketentuan pasal-pasal yang ada di undang-undang agar berkesesuaian dengan konstitusi dan nilai keadilan.
Lebih lanjut, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam melakukan tafsiran undang-undang terhadap konstitusional pasal-pasal dari undang-undang tersebut secara hukumya sebagai tafsir satu-satunya (the sole interpreter of constitution) yang memiliki kekuatan hukum.
Berdasarkan pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat sehingga konsekuensi hukumnya adalah tidak ada lembaga lain yang dapat membatalkan ataupun merevisinya.
 Selain itu Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat Ergo Omnes yang artinya putusannya mengikat tidak hanya bagi pemohon saja akan tetapi mengikat semua orang.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) juga bersifat self regulation, yang artinya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak memerlukan tindak lanjut perubahan peraturan perundang-undangan untuk berlaku. Jadi dia berlaku dengan sendirinya dan itu sifatnya mengikat semua pihak.
Dengan demikian, maka Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak bisa di eksaminasi atau diberikan catatan-catatan hukum (legal annotacion) terlebih lagi di anulir oleh lembaga tinggi negara manapun, karena yang demikian bertentangan dengan hukum sehingga dapat menyebabkan kekacauan hukum, yaitu dengan tidak tertib hukum dan tidak taat azas, dimana ketidaktaatan hukum tersebut dilakukan lembaga tinggi negara akan sangat mendegradasi nilai-nilai keadilan di masyarakat. (Ditulis oleh Ketua LBH UIKA Bogor Dr Ibrahim Fajrie)
***