Bogordaily.net – Hari Polwan dan Sejarah Polisi Wanita di Indonesia menarik untuk diulas, seiring dengan perayaanya yang jatuh pada 1 September.
Pada tanggal tersebut setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Polisi Wanita (Polwan) Indonesia dan tahun 2024 ini memasuki usia ke 76 tahun.
Keterlibatan perempuan di Kepolisian Republik Indonesia (Polri) ternyata memiliki sejarah panjang.
Hari Polwan dan Sejarah Polisi Wanita di IndonesiaÂ
Hingga beberapa tahun pasca kemerdekaan, institusi ini hanya diisi oleh para pria. Dan akhirnya berdirilah Polwan. Berikut ini fakta sejarahnya
1. Inisiatif Muncul di Bukittinggi
Mengutip laman Museum Polri, pada awal 1948, Kepolisian mengalami kesulitan pada pemeriksaan korban, tersangka, maupun saksi wanita, terutama pemeriksaan fisik dalam menangani sebuah kasus.
Alhasil, para istri polisi dan pegawai sipil wanita dilibatkan untuk melaksanakan tugas pemeriksaan fisik ini.
Melihat situasi tersebut, Organisasi wanita dan organisasi wanita Islam di Bukittinggi berinisiatif mengajukan usulan kepada pemerintah agar wanita diikutsertakan dalam pendidikan kepolisian untuk menangani masalah pemeriksaan fisik ini.
2. Sumatera Jadi Pencetak 6 Polwan Pertama di Indonesia
Cabang Djawatan Kepolisian Negara untuk Sumatera yang berkedudukan di Bukittinggi memberikan kesempatan mendidik wanita-wanita pilihan untuk menjadi polisi.
Pada 1 September 1948 secara resmi disertakan enam siswa wanita, diantaranya Mariana Saanin, Nelly Pauna, Rosmalina Loekman, Dahniar Sukotjo, Djasmainar, dan Rosnalia Taher
Keenam wanita terpilih ini mulai mengikuti pendidikan inspektur polisi bersama dengan 44 siswa laki-laki di SPN Bukittinggi.
Sejak saat itu tanggal 1 September diperingati sebagai hari lahirnya polisi wanita (Polwan).
Namun, pada 19 Desember 1948, meletus agresi militer Belanda ke II. Peristiwa ini menyebabkan pendidikan inspektur polisi di Bukittinggi dihentikan dan ditutup.
Setelah adanya pengakuan kedaulatan terhadap Indonesia, pada 19 Juli 1950 keenam calon inspektur polisi wanita tersebut kembali dilatih di SPN Sukabumi. Selama pendidikan, mereka mendapat pelajaran mengenai ilmu-ilmu kemasyarakatan, pendidikan dan ilmu jiwa, pedagogi, sosiologi, psikologi, latihan anggar, jiu jit su, judo, serta latihan militer.
3. Tugas Pertama di Jakarta
Pada 1 Mei 1951 keenam calon inspektur polisi wanita berhasil menyelesaikan pendidikan dan mulai bertugas di Djawatan Kepolisian Negara dan Komisariat Polisi Jakarta Raya.
Mereka diberikan tugas khusus seperti mengusut, memberantas serta mencegah kejahatan yang dilakukan oleh atau terhadap wanita dan anak-anak.
Para polwan ini juga memberi bantuan kepada polisi umum dalam pengusutan dan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa atau saksi khusus untuk memeriksa fisik kaum wanita yang tersangkut atau terdakwa dalam suatu perkara.
Mariana Saanin dan kelima polwan lainnya turut mengawasi dan memberantas pelacuran, serta perdagangan perempuan dan anak-anak.
4. Integrasi Pendidikan dengan Polisi Pria
Sejak dikeluarkan TAP MPR Nomor II Tahun 1960 yang menyatakan bahwa kepolisian merupakan bagian dari angkatan bersenjata, maka pada 1965 pendidikan calon perwira Polwan diintegrasikan bersama calon perwira polisi pria.
Keduanya dididik di Akademi Angkatan Kepolisian di Yogyakarta (AAK).
Perekrutan Polwan di AAK hanya berjalan satu angkatan, setelah itu tidak ada lagi perekrutan untuk calon perwira Polwan di AAK.
Jalur perekrutan untuk menjadi perwira Polwan yakni melalui jalur perwira karier setingkat sarjana dan sarjana muda melalui Sekolah Perwira Militer Wajib.
5. Pusat Pendidikan Polwan Pertama di Ciputat
Pada 1975, Depo Pendidikan dan Latihan (Dodiklat) 007 Ciputat untuk pertama kali membuka kelas pendidikan untuk bintara Polwan.
Berlanjut pada 1982, Dodiklat 007 berubah namanya menjadi Pusat Pendidikan Polisi Wanita (Pusdikpolwan) Ciputat, menjadi tahun pertama bagi lembaga pendidikan yang khusus mendidik polisi wanita.
Kemudian, pada 30 Oktober 1984, Pusdikpolwan diganti menjadi Sekolah Polisi Wanita (Sepolwan). Berdirinya Sepolwan menarik minat perempuan untuk menjadi polisi.
6. Lambang Polwan Disahkan
Pada 29 November 1986, Kapolri pada saat itu, Jenderal Polisi Drs. Mochammad Sanoesi mengesahkan lambang polisi wanita yang diwujudkan dalam bentuk logo, terdiri dari bunga matahari, tujuh helai dan empat helai bunga, perisai dan obor, tiga bintang emas, tulisan 1948 dan Esti Bhakti Warapsari.
Logo ini sarat akan makna. Bunga matahari bermakna sifat wanita, tujuh helai dan empat helai bunga melambangkan pedoman hidup Polri Tribrata dan pedoman kerja Polri Catur Prasetya Polri.
Sementara perisai dan obor melambangkan Polwan adalah anggota Kepolisian yang turut melaksanakan tugas dan fungsi Polri.
Tiga bintang emas bermakna Tribrata sebagai pedoman hidup bagi tiap anggota Polri.
Lalu, 1948 melambangkan saat pertama kali adanya Polwan di Polri. Adapun Esthi Bhakti Warapsari bermakna pengabdian putri-putri pilihan menuju ke arah tercapainya cita-cita luhur yaitu terciptanya masyarakat Tata Tentram Kerta Raharja kepada negara dan bangsa.
7. Polwan Punya Jabatan Strategis Sejak 1987
Pada 1987, Lettu Pol. Dwi Gusiyati merupakan polwan pertama yang mendapat jabatan sebagai Kapolsek Pasar Kliwon, Solo. Berlanjut pada 1991, Brigadir Jenderal Polisi Jeanne Mandagi, menjadi polwan pertama yang mendapat pangkat jenderal bintang satu.
Pada era 1990 an jumlah Polwan di Polri mengalami peningkatan. Memasuki era awal 2000an, tepatnya 2002, wanita mendapat kesempatan mengikuti pendidikan untuk menjadi calon perwira Polwan di Akademi Kepolisian (Akpol).
Alhasil hingga saat ini, banyak kesempatan bagi polwan untuk menduduki beberapa jabatan strategis di tubuh Polri. Para polwan perlahan menunjukan eksistensi dan mendapat kesetaraan di institusi ini.
Demikian informasi dan ulasan mengenai Hari Polwan dan Sejarah Polisi Wanita di Indonesia.***