Bogordaily.net – Dalam salah satu haditsnya yang masyhur, Rasulullah SAW mengatakan, “Sungguh ajaib urusan seorang Mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin. Yaitu, jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya.”
Hadits tersebut dikutip oleh Guru Besar IPB University dan Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, Prof. Dr. Didin Hafidhuddin MS saat mengisi pengajian guru dan karyawan Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) Bogor, Jumat (6/9/2024).
Dalam kesempatan tersebut, Kiai Didin mengupas tafsir Surat Al-Ahqaf (surat 46) ayat 15, yang artinya, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: ‘Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.”
“Pesan ayat ini terutama tentang pentingnya implementasi syukur dalam kehidupan,” kata Kiai Didin.
“Ada dua hal yang perlu kita sikapi bagi orang yang beriman, seperti ditegaskan dalam salah satu hadits Nabi, yakni bersyukur setiap kali mendapatkan nikmat, dan bersabar setiap kali menghadapi ujian atau kesulitan,” ujarnya.
Syukur itu menjadi life style (gaya hidup) orang beriman. Paling tidak, kata Kiai Didin, ada empat hal terkait implementasi syukur dalam kehidupan, dengan berkaca pada Surat Al-Ahqaf ayat 15.
Pertama, apapapun yang ada atau terjadi pada diri kita itu adalah nikmat dari Allah. “Apapun yg terjadi pada diri kita, apapun yang kita peroleh, pada dasarnya nikmat dari Allah, di samping hasil usaha/ ikhtiar kita. Termasuk usia kita, itu adalah nikmat dari Allah. Semua yang kita terima adalah karunia Allah, termasuk pekerjaan kita dan kita bisa melaksanakan shalat Shubuh berjamaah,” paparnya.
Kedua, kita harus selalu berbuat baik kepada kedua orang, karena merekalah yang mengasuh dan merawat kita.
Seperti ditegaskan di dalam Al-Qur’an, yang artinya, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS: Al-Isra ayat 23-24).
Kiai Didin mengutip perkataan Ibnu Abbas bahwa ada tiga hal yang selalu dipasangkan, yakni:
- Bersyukur kepada Allah dan berbuat baik (ihsan) kepada kedua orang tua.
- Taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Keduanya merupakan kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
“Taat kepada Allah dicerminkan dengan mengikuti Al-Qur’an. Taat kepada Rasul dicerminkan dengan mengikuti Hadits,” kata Kiai Didin - Melaksanakan shalat dan menunaikan zakat.
Hal itu ditegaskan Allah SWT, “Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat.” (Q.S Al-Baqarah : 43)
Kiai Didin mengutip seorang sahabat Nabi, Abdullah bin Mas’ud yang pernah berkata, “Kalian diperintahkan mendirikan shalat dan membayar zakat, siapa yang tidak berzakat berarti tidak ada arti shalat baginya.”
“Ketika Abu Bakar Ash-Shiddiq menjadi khalifah, ada kabilah yang enggan membayar zakat dengan berbagai alasan. Salah satunya adalah mereka beranggapan bahwa zakat itu semacam upeti yang harus mereka bayar kepada Rasulullah. Karena itu, setelah Rasulullah wafat, mereka berpikir tak lagi perlu membayar zakat. Abu Bakar berkata, dengan tegas, “Demi Allah, aku akan memerangi siapa pun yang memisahkan shalat dengan zakat.”
“Shalat dan zakat merupakan bentuk syukur kita,” kata Kiai Didin.
Ketiga, memperhatikan pendidikan anak-anak kita. Baik anak biologis (ibnu) maupun anak didik (walad). “Kita diperintahkan untuk memperhatikan ibnu maupun walad. Jangan sampai mereka terganggu atau menyimpang akidahnya,” ujar Kiai Didin.
“Anak-anak kita, baik anak biologis maupun anak didik harus dididik sayang dan cinta kepada orang tua dan guru,” ujar Kiai Didin.
Keempat, bergabung dengan orang-orang Muslim atau membentuk komunitas agar lebih kuat. ***