Bogordaily.net – Rena Da Frina, calon Wali Kota Bogor nomor urut empat, meluangkan waktunya untuk mendengarkan langsung keluhan dan harapan para pedagang.
Suasana hangat tampak ketika Rena berdialog dengan sejumlah pedagang yang mencurahkan kekhawatiran mereka mengenai masa depan pasar tradisional ini.
Bagi pedagang, Pasar Bogor adalah bagian penting dari hidup mereka, bahkan turun-temurun. Kekhawatiran utama yang disuarakan adalah rencana pembongkaran pasar yang telah lama dibicarakan.
“Mereka sangat khawatir pasar ini dibongkar, mengingat nasib mereka akan terancam,” ungkap Rena usai berbincang dengan pedagang.
“Saya mendengar keluhan terkait pendapatan mereka yang menurun drastis setelah bagian depan pasar ditutup setahun setengah lalu,” tambahnya.
Penutupan tersebut, meskipun belum disertai pembongkaran, sudah memberi dampak besar pada kondisi usaha pedagang yang berada di bagian belakang.
Keprihatinan pedagang ini membuat Rena mempertegas komitmennya untuk mempertahankan Pasar Bogor jika ia terpilih menjadi wali kota.
“Saya tidak akan membongkar Pasar Bogor. Menata dan merapikannya tentu diperlukan, tapi tidak untuk menghancurkan tempat yang menjadi sumber kehidupan pedagang ini,” tegasnya.
Isu perpindahan pedagang ke Pasar Sukasari atau Pasar Jambu Dua yang sempat dilontarkan pemerintah juga menjadi sorotan. Namun, bagi para pedagang, pindah ke tempat baru bukanlah solusi yang menjanjikan.
Biaya untuk kios di lokasi baru bisa mencapai ratusan juta, meskipun pemerintah menawarkan keringanan, ketidakpastian mengenai prospek usaha di lokasi baru membuat mereka enggan untuk pindah.
Dalam kesempatan itu juga, beberapa pedagang menyerahkan dokumen perjanjian kepemilikan kios mereka kepada Rena, berharap ia bisa membantu memperjelas status hukum mereka.
“Saya sudah menerima dokumen ini, dan akan saya pelajari lebih lanjut dengan tim hukum,” ujar Rena.
Blusukan Rena ke Pasar Bogor ini tidak hanya sekadar mendengar aspirasi, tetapi juga menjadi momen penting bagi para pedagang untuk menyuarakan harapan sederhana mereka.
Sementara itu, H. Abas, Ketua Forum Silaturahmi Pedagang Pasar Bogor, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap masa depan pasar tradisional yang telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Bogor.
Berdiri sejak tahun 1620 pada masa penjajahan Belanda, Pasar Bogor bukan hanya sekadar tempat bertransaksi, pasar Bogor merupakan bagian dari sejarah dan identitas budaya kota ini.
“Pasar Bogor ini adalah pasar UMKM dan pasar tradisional tertua. Kami percaya bahwa pasar ini seharusnya dilindungi sebagai cagar budaya,” ungkap Abas.
Bagi Abas menekankan bahwa keberadaan Pasar Bogor memberikan kontribusi positif terhadap Pendapatan Asli Daerah. (PAD) Kota Bogor.
“Adanya pasar ini tidak merugikan, bahkan menguntungkan pemerintah. Para pedagang juga tidak membebankan kepada pemerintah,” tegasnya.
Dalam pandanganya, pasar bukan hanya tempat jual beli, tetapi juga menjadi sarana untuk meningkatkan perekonomian lokal dan memperkuat komunitas.
Namun, tantangan datang kala isu pemindahan pedagang ke Pasar Sukasari dan Jambu Dua muncul. Abas menjelaskan bahwa para pedagang menolak keras pemindahan tersebut.
“Pasar Jambu Dua adalah pasar baru yang dibangun tanpa jaminan untuk kelangsungan hidup pedagang. Kami berharap ada kepastian dari pemerintah bahwa jika kami pindah, kehidupan kami di sana akan terjamin,” ujarnya.
Ia berharap, apabila Rena Da Frina, terpilih sebagai wali kota, dapat mendengarkan suara pedagang dan memastikan keberlangsungan Pasar Bogor.
“Kami hanya ingin berjualan dengan tenang dan nyaman di tempat yang sudah kami bangun dari generasi ke generasi. Kalau alasannya soal kerapihan kota, kami yakin masih ada cara lain tanpa harus membongkar pasar ini,” tuntasnya.***
Ibnu Galansa