Bogordaily.net – Lembah Cisadane pagi itu, Sabtu 14 Desember 2024, menjadi saksi kehadiran rombongan kecil yang dipimpin oleh Om Pinot, dalam perjalanan menyusuri sejarah dan kehidupan sederhana di tepian sungai.
Di sana, terdapat Pak Maman, seorang lelaki tua asal Sukabumi yang menjadi penjaga sekaligus penggerak eretan, sebuah rakit kayu sederhana yang berfungsi sebagai penghubung dua sisi lembah.
Dengan tangan kokohnya, ia menarik tali eretan dengan gerakan terlatih, menghadirkan pemandangan penuh ketenangan di tengah derasnya arus kehidupan.
Pak Maman bukan sekadar penjaga eretan, ia adalah saksi hidup perubahan kawasan ini. Om Pinot berkisah tentang bagaimana kawasan Cisadane dulunya adalah hutan belantara dengan tebing-tebing curam yang sulit dijangkau.
Pada era sebelum 1970-an, eretan menjadi satu-satunya cara menyeberang sungai, melayani kebutuhan masyarakat yang semakin berkembang seiring waktu.
“Dari dulu hanya ada eretan ini. Kalau mau menyeberang, ini satu-satunya cara,” cerita Om Pinot, mengutip kisah yang sering disampaikan Pak Maman.
Di usia yang tidak lagi muda, Pak Maman tetap setia menjalankan tugasnya. Hujan deras atau teriknya matahari tidak menghentikan langkahnya untuk membantu siapa saja yang membutuhkan jasa eretannya yang cukup dengan mengeluarkan kocek sebesar 2 ribu rupiah.
Wajahnya yang keriput menyimpan cerita puluhan tahun, sementara gerakannya yang tenang mencerminkan pengalaman hidup yang panjang. Dengan sabar, ia terus menarik tali, hari demi hari, menjadikan eretan ini bagian tak terpisahkan dari sejarah lembah Cisadane
Bagi peserta JAPAS yang menaiki eretan, pengalaman itu terasa mendalam. Langkah pertama di atas rakit kayu yang basah sempat memunculkan rasa ragu.
Namun, ketegasan dan kepastian gerakan Pak Maman segera menghilangkan kecemasan. Setiap tarikan tali yang ia lakukan membawa rakit melintasi arus sungai dengan lancar. Ada rasa lega sekaligus kagum ketika rakit akhirnya mencapai tepian seberang, sebuah perjalanan singkat namun penuh makna.
Pak Maman dan eretannya menjadi simbol kehidupan sederhana yang sarat dengan pelajaran tentang kerja keras, ketulusan, dan harmoni dengan alam. Ia mengajarkan bahwa dalam kesederhanaan ada keindahan, dan dalam keteguhan ada kekuatan.
Lembah Cisadane, dengan segala ceritanya, tetap hidup melalui tangan-tangan seperti Pak Maman yang dengan setia menjalankan tugasnya tanpa henti.
Bogor, 14 Desember 2024
Abdullah Abubakar Batarfie