Wednesday, 5 February 2025
HomeOpiniKontradiksi Fungsi Polri dengan Rendahnya Kepercayaan Masyarakat

Kontradiksi Fungsi Polri dengan Rendahnya Kepercayaan Masyarakat

Bogordaily.net – Kabar tak baik terkait Kepolisian Republik Indonesia mengemuka pada awal tahun 2025. Warsa baru yang seharusnya penuh harapan, cita-cita dan resolusi bagi masyarakat Indonesia seolah terusik oleh berita hasil riset dan survei tentang Indonesia terhadap beberapa profesi di Indonesia, salah satunya adalah instansi Polri.

IPSOS merilis survei Ipsos Global Trustworthiness Index pada akhir tahun 2024 tentang Instansi Polri dengan persentase 41 persen masyarakat Indonesia tidak percaya terhadap profesi tersebut; atau secara langsung tidak percaya terhadap polisi (mediaindonesia.com).

Tak hanya itu, bersumber dari berita yang dirilis cnnindonesia juga mengatakan hal yang sama. Bahwa dalam substansi beritanya tentang “Survei Charta: Polri dan DPR Lembaga Paling Tidak Dipercaya Publik.” Masyarakat tidak lagi sepenuhnya percaya terhadap Polisi. Karena berdasarkan hasil survei Charta Politika persentase ketidakpercayaan masyarakat umum kepada Polri mencapai 31,1 persen.

Sebagai seorang mahasiswa, perlu saya katakan bahwa mesti dilakukannya reformasi instansi Polri. Kita harus lantang katakan bahwa keadaan ini tidak baik-baik saja. Berhenti untuk bersikap naif. Karena jika hal ini dibiarkan berlarut-larut, lantas pada siapa masyarakat mesti berharap dan bergantung dalam upaya penegakan hukum dan pengayoman masyarakat bila tingkat terhadap instansi yang seharusnya memberikan itu sendiri sudah tidak lagi di percaya dan diharapkan.

Dengan eksplisit tertuang dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 pasal 13 bahwa tugas kepolisian adalah: memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Maka jelas, ke-paradoks-an kita lihat dengan mata terbuka ada dihadapan kita, tentang kondisi Das Sollen (seharusnya) Instansi Polri yang semestinya dekat dengan masyarakat, menjadi ujung tombak penyelamat kaum-kaum yang tertindas, kaum yang mencari keadilan dan perlindungan dari instansi yang diberikan oleh negara segala perangkat perlindungan untuk melindungi masyarakatnya.

Tetapi semua purna, seolah-olah tertutup oleh awan mendung yang menggangu pandangan, karena dalam kondisi Das Sein (kenyataannya) masyarakat tidak berkunjung ke instansi Polri untuk mendapatkan hal-hal yang disebutkan di atas, mereka berlari ke media, berharap akan viral dan seluruh masyarakat tergabung untuk membantu.

Hal ini bukan serta-merta terjadi, tentu ada asas kausalitas (sebab-akibat) yang diterima dan disaksikan oleh masyarakat Indonesia. Setidaknya ada 4 (empat) kasus besar yang membuat ini turun drastis terhadap Instansi Polri, pertama kasus Kanjuruhan, Ferdy Sambo, Ferdy Minahasa dan yang selalu terjadi berulang-ulang kami rasakan adalah represifitas aparat terhadap para aktivis mahasiswa dan gerakan sosial.

Instansi Polri perlu berbenah, perbaiki segala hal yang bisa diperbaiki, dan ‘membuang’ apa yang sudah menjadi ‘racun’ untuk kebaikan bersama; kebaikan bangsa Indonesia. Jangan menafikan fakta sosial ini untuk menunda perbaikan menuju kebaikan. Sudah waktunya segala hal dikembalikan sesuai koridor dan prosedur. Dari banyaknya fenomena di bangsa Indonesia, sudah cukup menyayat hati, jangan ditambah lagi dengan ‘acuh’nya instansi pengayom masyarakat yang tidak mau berbenah untuk menjalankan tugas serta fungsi dalam mengayomi masyarakat. Kami, masyarakat; mahasiswa memerhatikan dan selalu mengawasi, dengan harapan selalu ada perubahan dan kemajuan. ***

Penulis:  Muhammad Ivan Julianto (Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Pakuan)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here