Bogordaily.net – Pengadilan Tinggi (PT) Ambon dan PT Banten resmi membekukan Berita Acara Sumpah (BAS) Razman Arif Nasution dan Firdaus Oiwobo.
Keputusan ini membuat keduanya kehilangan hak untuk beracara sebagai advokat di seluruh pengadilan Indonesia.
Pembekuan BAS Razman tertuang dalam Surat Penetapan Ketua PT Ambon Nomor 44/KPT.W27-U/HM.1.1.1/II/2025.
Sementara itu, BAS Firdaus Oiwobo dicabut berdasarkan ketetapan PT Banten Nomor 52/KPT.W29/HM.1.1.1/II/2025.
Alasan Pembekuan BAS Razman dan Firdaus
Pencabutan BAS keduanya terjadi akibat kegaduhan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada 6 Februari 2025.
Dalam sidang tersebut, Razman Arif Nasution yang menjadi terdakwa bersikeras agar sidang dibuka untuk umum. Namun, majelis hakim menolak permintaan tersebut.
Razman tetap ngotot dan menolak melanjutkan sidang jika tidak digelar secara terbuka.
Situasi memanas ketika Firdaus Oiwobo, kuasa hukum Razman, tiba-tiba naik ke meja sidang dan berteriak.
Tindakan Firdaus memicu kericuhan di ruang persidangan. Razman yang terpancing emosi juga sempat mendekati Hotman Paris hingga hampir terjadi bentrokan fisik.
Ketua PT Ambon, Aroziduhu Waruwu, menyebut tindakan Razman telah mencoreng marwah dan wibawa pengadilan.
Sedangkan Ketua PT Banten, Suharjono, menilai Firdaus melanggar sumpah advokat dengan tidak menjaga tingkah laku dan kehormatan profesinya.
Dampak Pencabutan BASÂ
Dengan dibekukannya BAS Razman dan Firdaus, keduanya tidak lagi memiliki hak sebagai advokat.
Hal ini sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) dan (2) serta Pasal 10 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.
Selain kehilangan hak beracara, reputasi Razman dan Firdaus di dunia hukum juga ikut tercoreng.
Razman, yang dikenal sebagai pengacara kontroversial, kini tidak lagi bisa menangani kasus di pengadilan.
Sementara itu, Firdaus Oiwobo yang selama ini mendampinginya juga mengalami nasib serupa.
Pembekuan BAS Razman dan Firdaus menjadi pengingat bagi advokat lain untuk menjaga etika dan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya.
Keputusan ini juga menegaskan bahwa lembaga peradilan tidak akan mentolerir tindakan yang mencoreng kehormatan hukum di Indonesia.***