Bogordaily.net – Haii, perkenalkan aku Rafi mahasiswa rantau dari Pontianak yang berkuliah di Sekolah Vokasi IPB University. Kali ini, aku ingin bercerita sedikit tentang serunya bercengkrama dengan alam. Namun, kali ini aku tidak sendiri. Aku ditemani oleh lima orang temanku yang juga merupakan mahasiswa Rantau, ada yang dari Riau, Medan, Lampung, solok hingga Banjarmasin untuk berjelajah bersama.
Awal cerita ini dimulai sebulan sebelum liburan akhir semester genap. Aku merasa sangat ingin pergi jalan-jalan, tetapi yang kuinginkan bukanlah sekadar keliling kota melainkan menyatu dengan alam dan mengeksplorasi keindahannya.
Dari keinginan itulah, aku mulai merencanakan perjalanan yang akhirnya menjadi petualangan tak terlupakan dan inilah awal perjalanan ini dimulai.
Tepat sebulan sebelum keberangkatan, Aku teringat salah satu temanku yang memang sudah terbiasa berjelajah, jadi tanpa ragu aku langsung menghubunginya. Tanpa basa-basi, aku berkata,
“Kita akhir semester jalan-jalan yuk!” dan tanpa pikir panjang, temanku tersebut langsung menyetujuinya. Dari situ, kami mulai mengajak teman-teman yang lainnya.
Ada yang langsung antusias, ada juga yang masih ragu. Tapi tak apa, pada akhirnya mereka semua ikut berjelajah bersama.
Kami pun menentukan tanggal keberangkatan dan berjanji untuk saling percaya. Namun, dua hari sebelum keberangkatan, ada beberapa teman yang tiba-tiba menghilang kabarnya. Aku sempat khawatir dan terus mencoba menghubungi mereka.
Untungnya, menjelang hari-H, semuanya menapati omongannya dan kami bertemu di titik kumpul yang sudah kami janjikan, dan kami akhirnya berangkat berenam untuk menjelajahi salah satu wisata yang terkenal di wilayah Kota Bogor, yaitu Kawah Ratu yang terletak disekitar Gunung salak, Jawa Barat.
Hari keberangkatan tiba. Kami sudah mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan masing-masing agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Setelah semuanya siap, kami berangkat menggunakan motor masing-masing. Perjalanan kami tidaklah mudah, perjalanan menuju Kawah Ratu cukup rumit. Jalanan naik turun, berkelok, dan terkadang berbatu membuat perjalanan terasa lebih menantang.
Tapi justru di situ letak keseruannya. Kami saling mengingatkan untuk tetap berhati-hati, berhenti sejenak untuk beristirahat, dan bercanda sepanjang perjalanan.
Namun, ada satu tantangan yang tidak kami duga, pungli di sepanjang jalan. Beberapa kali kami harus berhenti dan mengeluarkan sejumlah uang agar bisa melanjutkan perjalanan.
Awalnya kami kesal, tapi kami mencoba tetap positif dan menganggapnya sebagai bagian dari petualangan. Setelah melewati berbagai rintangan, akhirnya kami sampai di pintu masuk Kawah Ratu.
Di sana, tantangan lain muncul. Petugas yang berjaga tidak mempercayai salah satu temanku yang mengaku sudah pernah mendaki ke Kawah Ratu. Mereka bersikeras bahwa jika belum pernah naik, kami harus menyewa porter demi keamanan.
Kami sempat bersitegang karena merasa sudah cukup berpengalaman dan siap menghadapi medan yang ada. Untungnya, setelah diskusi cukup panjang, akhirnya petugas mempercayai kami dan mengizinkan kami melanjutkan perjalanan tanpa porter.
Kami sangat menghargai petugas tersebut, karna kami paham yang dia inginkan adalah keselamatan bersama.
Kami pun mulai mendaki. Trek yang kami lalui tidak bisa dibilang mudah. Jalanan terjal, licin, dan beberapa titik cukup curam.
Tapi justru dari situ, kebersamaan kami semakin terasa. Kami saling membantu, saling menyemangati, dan sesekali tertawa saat ada yang hampir terpeleset atau mengeluh kelelahan. Meski kaki mulai terasa berat, semangat kami tak surut.
Setiap langkah yang kami ambil terasa berharga. Kami melihat berbagai keindahan alam yang jarang kami temui di perkotaan, pepohonan yang menjulang tinggi, suara burung bernyanyi, dan udara yang begitu segar.
Di tengah perjalanan, kami beberapa kali berhenti untuk beristirahat sambil menikmati bekal yang kami bawa. Di momen-momen seperti itu, kami berbincang tentang mimpi-mimpi, rencana masa depan, dan betapa bersyukurnya kami bisa mengalami petualangan ini bersama.
Setelah perjuangan yang cukup melelahkan, akhirnya kami sampai di Kawah Ratu. Pemandangannya luar biasa indah. Namun, ada satu hal yang cukup menggangguku: bau belerang yang menyengat.
Aku yang tidak terlalu tahan dengan aroma itu akhirnya terus-menerus menghirup teh hangat yang dibawa temanku untuk sedikit mengurangi rasa mual. Mereka sempat menertawaiku, tapi aku hanya bisa tersenyum sambil berusaha menikmati keindahan yang ada di depan mata.
Asap belerang yang mengepul, bebatuan yang unik yang membuat semua rasa lelah kami terbayar lunas. Kami duduk bersantai sambil menikmati pemandangan, mengabadikan momen dengan kamera, dan sekadar berbincang sambil mandi air panas disana.
Waktu terasa berjalan begitu cepat. Hari mulai beranjak sore, dan kami pun memutuskan untuk turun sebelum gelap. Kami berkemas, memastikan tidak ada barang yang tertinggal, lalu mulai melangkah turun dengan hati-hati.
Meski perjalanan turun terasa lebih ringan, kami tetap harus waspada, terutama di jalur yang licin dan berbatu. Di tengah perjalanan turun, ada satu kejadian yang membuat kami tertawa terpingkal-pingkal.
Salah satu teman kami, yang bajunya basah karena berkeringat dan mandi air panas tanpa menyiapkan bekal baju yang lain, memutuskan untuk pulang hanya mengenakan sarung yang dia bawa sebagai alas duduk. Dia berjalan santai, melangkah hati-hati dengan sarung yang berkibar-kibar ditiup angin.
Kami tidak bisa menahan tawa sepanjang jalan, apalagi saat bertemu pendaki lain yang memandangnya dengan bingung. Sesekali kami berhenti untuk beristirahat, menikmati hembusan angin sore yang sejuk, dan mengabadikan pemandangan dari ketinggian untuk terakhir kalinya.
Saat akhirnya kami tiba kembali di pintu masuk, rasa lega dan bangga menyelimuti kami semua. Kami saling meberikan tos tangan, mengucapkan selamat karena berhasil menyelesaikan perjalanan ini dengan selamat, meskipun penuh tantangan.
Perjalanan ke Kawah Ratu ini mengajarkan kami banyak hal. Tentang pentingnya kebersamaan, saling percaya, dan bagaimana alam bisa menjadi guru terbaik yang mengajarkan ketangguhan dan kerendahan hati.
Kami belajar bahwa kekuatan bukan hanya terletak pada fisik, tetapi juga pada dukungan emosional satu sama lain. Ketika ada yang hampir menyerah, yang lain sigap memberikan semangat.
Ketika ada yang kelelahan, yang lain menawarkan bahu untuk bersandar. Alam mengajarkan kami arti kesederhanaan, bahwa kebahagiaan bisa ditemukan dalam hal-hal kecil udara segar, suara burung, atau pemandangan yang memanjakan mata. Ini bukan sekadar perjalanan biasa, melainkan petualangan yang mengukir kenangan mendalam dan mempererat persahabatan kami.
Dan aku, Rafi, bersyukur bisa berbagi cerita ini. Setiap langkah yang kami ambil, setiap tantangan yang kami lewati, semuanya menjadi bagian dari kisah yang akan terus kami ceritakan di masa depan.
Petualangan ini membuatku sadar betapa berharganya waktu yang dihabiskan bersama orang-orang terdekat, dan bagaimana alam bisa menjadi tempat untuk menyegarkan pikiran sekaligus menguji batas diri.
Semoga suatu hari nanti, kami bisa kembali berjelajah bersama, menelusuri keindahan alam lainnya, dan menciptakan kenangan-kenangan baru yang tak kalah berharga. Mungkin di gunung yang lebih tinggi, pantai yang lebih tersembunyi, atau hutan yang lebih lebat. Yang pasti, aku tak sabar untuk petualangan berikutnya.***
Muhammad Rafiasa                                                J0401231147