Monday, 31 March 2025
HomeNasionalDaftar Pasal Kontroversial dalam Revisi UU TNI 2025 yang Disahkan DPR

Daftar Pasal Kontroversial dalam Revisi UU TNI 2025 yang Disahkan DPR

Bogordaily.net – Daftar pasal kontroversial dalam revisi UU TNI 2025 menjadi perbincangan hangat setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Revisi ini membawa sejumlah perubahan signifikan yang menyangkut tugas dan kewenangan pokok TNI, termasuk tambahan operasi militer selain perang, peningkatan usia pensiun, serta keterlibatan TNI aktif dalam berbagai kementerian dan lembaga negara.

Pengesahan revisi UU TNI dilakukan dalam rapat paripurna DPR yang berlangsung di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, pada Kamis (20/3/2025).

Rapat tersebut dipimpin oleh Ketua DPR Puan Maharani dan dihadiri sejumlah pejabat penting dari pemerintah, termasuk Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, Wamenkeu Thomas Djiwandono, serta Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi.

Pasal 7: Tambahan Tugas Operasi Militer Selain Perang

Salah satu poin yang menuai kontroversi dalam revisi UU TNI 2025 adalah perubahan pada Pasal 7, yang menambah jumlah tugas operasi militer selain perang dari sebelumnya 14 menjadi 16. Tambahan tersebut mencakup peran TNI dalam menghadapi ancaman siber serta tugas untuk melindungi dan menyelamatkan warga negara Indonesia serta kepentingan nasional di luar negeri.

Adapun daftar lengkap tugas operasi militer selain perang yang diatur dalam Pasal 7 Ayat (2) huruf b mencakup:

  • Mengatasi gerakan separatis bersenjata
  • Mengatasi pemberontakan bersenjata
  • Mengatasi aksi terorisme
  • Mengamankan wilayah perbatasan
  • Mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis
  • Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai kebijakan politik luar negeri
  • Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya
  • Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai sistem pertahanan semesta
  • Membantu tugas pemerintahan di daerah
  • Membantu Polri dalam tugas keamanan dan ketertiban masyarakat sesuai dengan undang-undang
  • Mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang berada di Indonesia
  • Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan
  • Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan
  • Membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan dari pembajakan, perompakan, dan penyelundupan
  • Membantu dalam upaya menanggulangi ancaman pertahanan siber
  • Membantu melindungi dan menyelamatkan warga negara serta kepentingan nasional di luar negeri

Polemik muncul karena beberapa pihak menganggap tambahan tugas ini memperluas kewenangan TNI di ranah sipil dan berpotensi menimbulkan tumpang tindih dengan tugas Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

Pasal 47: Kementerian/Lembaga yang Bisa Diisi TNI

Pasal lain yang masuk dalam daftar pasal kontroversial dalam revisi UU TNI 2025 adalah Pasal 47.

Revisi ini menambah jumlah posisi jabatan publik yang dapat diisi oleh TNI aktif, dari sebelumnya 10 menjadi 14.

Empat tambahan lembaga yang bisa ditempati TNI antara lain:

  • Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)
  • Badan Penanggulangan Bencana
  • Badan Penanggulangan Terorisme
  • Badan Keamanan Laut
  • Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer)

Sebelumnya, posisi yang dapat diisi TNI aktif hanya terbatas pada Kementerian Pertahanan, Badan Intelijen Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, hingga Badan Narkotika Nasional.

Dengan adanya revisi ini, semakin banyak posisi di kementerian/lembaga sipil yang terbuka untuk prajurit TNI, yang oleh sebagian kalangan dianggap sebagai bentuk militerisasi birokrasi.

Pasal 53: Usia Pensiun Prajurit TNI

Perubahan lainnya yang juga menuai reaksi adalah ketentuan usia pensiun prajurit TNI sebagaimana diatur dalam Pasal 53.

Dalam revisi ini, usia pensiun perwira tinggi bintang 4 ditingkatkan hingga maksimal 63 tahun, dengan kemungkinan perpanjangan hingga dua kali (2 tahun) berdasarkan kebutuhan yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden.

Secara rinci, aturan usia pensiun yang baru adalah sebagai berikut:

  • Bintara dan tamtama: 55 tahun
    Perwira sampai dengan pangkat kolonel: 58 tahun
  • Perwira tinggi bintang 1: 60 tahun
  • Perwira tinggi bintang 2: 61 tahun
  • Perwira tinggi bintang 3: 62 tahun
  • Perwira tinggi bintang 4: 63 tahun (dapat diperpanjang 2 kali, masing-masing 1 tahun)

Perubahan ini memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas regenerasi di tubuh TNI, mengingat perpanjangan usia pensiun berpotensi menghambat promosi perwira yang lebih muda.

Pro-Kontra Revisi UU TNI 2025

Meski pemerintah dan DPR menegaskan bahwa revisi UU TNI bertujuan memperkuat peran TNI dalam menghadapi tantangan keamanan nasional, berbagai pihak mengkhawatirkan implikasinya terhadap sistem demokrasi dan supremasi sipil.

Daftar pasal kontroversial dalam revisi UU TNI 2025 menjadi sorotan utama dalam berbagai diskusi akademik, forum hukum, hingga pembahasan di kalangan masyarakat sipil.

Beberapa kalangan menilai bahwa keterlibatan lebih luas TNI dalam pemerintahan dan perpanjangan usia pensiun dapat berdampak pada keseimbangan kekuasaan antara militer dan sipil.

Di sisi lain, pemerintah berargumen bahwa perubahan ini diperlukan untuk menyesuaikan dengan dinamika ancaman global dan memperkuat pertahanan negara.

Dengan pengesahan revisi UU TNI 2025 ini, tantangan ke depan adalah bagaimana implementasi aturan baru ini dapat tetap menjaga keseimbangan antara peran militer dan supremasi sipil dalam tata kelola negara.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here