Bogordaily.net – Ada satu hal yang gak pernah tertulis di kalender, yaitu hari sial. Datengnya tiba-tiba, tanpa permisi, dan tanpa aba-aba. Di hari minggu yang cerah, awalnya aku berencana menghabiskan waktu bareng keluarga di salah satu restoran sunda yang ada di Alun-Alun Kota Bogor, tapi rencana itu mendadak jadi berantakan pas sesuatu terjadi, yaitu handphone mama yang hilang entah kemana. Niat hati mau quality time malah berubah jadi malapetaka.
Siang itu, aku dan mama berangkat naik angkot, turun di dekat Bank Mandiri kemudian jalan menuju Alun-Alun Kota Bogor. Di kepala kami pada saat itu, sudah terbayang menu makan siang nanti, seperti gurame bakar, sambal lalapan, dan nasi liwet. Family time yang udah direncanakan sejak kemarin ini akhirnya bakal tiba juga, tapi kenyataannya belum sempet sampai ke restorannya, kejadian tak terduga sudah lebih dulu merusak suasana hati kami. Di sepanjang jalan menuju Alun-Alun Kota Bogor, banyak pedagang kaki lima yang berjualan di sana mulai dari yang gurih, manis, hingga asam. Aku merasa banyak sepasang mata yang tertuju pada kami, entah itu karna kami datang dari arah yang berlawanan atau ada niat lain.
Sesampainya kami di pos polisi dekat Bank BJB untuk menunggu ayah yang akan menjemput kami, masih banyak pedagang kaki lima di sana, bahkan ada beberapa polisi lalu lintas yang bertugas untuk mengatur alur lalu lintas pada saat itu. Di hari itu, situasi dan suasana sekitar terlihat sangat chaos dan penuh oleh orang-orang yang berlalu-lalang, mulai dari yang berjalan kaki, naik turun angkot, hingga klakson dari motor dan mobil. Setelah ayah sampai, kami mengobrol sebentar untuk menentukkan destinasi restoran yang akan kami kunjungi dari beberapa opsi yang ada. Kemudian, kami memutuskan untuk menaikki GrabCar di Halte Taman Topi, artinya kami harus berjalan dan menyebrang terlebih dahulu untuk sampai di sana.
Kami duduk di bangku Halte Taman Topi yang saat itu hanya diisi oleh dua ibu-ibu. Ketika kami hendak memesan GrabCar melalui handphone mama yang saat itu ditaruh di ranselnya, ternyata tas kesayangannya yang berwarna coklat itu sudah terbuka lebar. Sletingnya sudah menjuntai lemas seperti menyerah pada kenyataan. Handphone mama yang seharusnya ada di dalam, sekarang raib entah ke mana. Bagaikan air yang tumpah, semua rencana mengalir begitu saja, hilang tanpa sisa. Kami memikirkan semua kemungkinan yang terjadi, mulai dari turun angkot tadi. Apakah tas mama sudah terbuka sejak berjalan kaki tadi atau setelah bertemu ayah dan hendak menyebrangi zebra cross? Padahal sudah jelas-jelas polisi sedang memantau arus lalu lintas di sana, tetapi kami tetap kecolongan.
Kepanikan tersebut membuat kami memutuskan kembali ke pos polisi dekat Bank BJB karena di situ kami mengobrol cukup lama, dan kemungkinan kami lengah terhadap situasi sekitar. Salah satu pedagang kaki lima yang menyadari dan melihat kepanikan kami menyarankan untuk langsung membuat surat kehilangan supaya nomor yang ada di handphone mama bisa langsung diblokir. Mengingat Polresta Kota Bogor hanya tinggal menyebrang dari titik pedagang kaki lima itu, kami langsung menanyakan bagaimana mekanisme laporan kehilangan. Setelah dibantu oleh beberapa polisi, kami diarahkan ke SPKT yang merupakan Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu. Akhirnya Surat Keterangan Tanda Lapor Kehilangan (SKTLK) berhasil dibuat untuk keperluan pemblokiran kartu mama.
Sejak itu, family time resmi bubar jalan. Bukannya makan siang, kami malah mondar-mandir mencari solusi untuk mama. Sambil menahan lapar, mama lebih khawatir soal data yang ada di dalam handphone daripada handphone-nya itu sendiri. Jika satu kode OTP jatuh ke tangan yang salah, maka hal tersebut bisa membuka akses ke banyak hal penting. Banyak media yang sering mengingatkan soal pentingnya keamanan data, tapi saat kejadian seperti ini terjadi menimpa kita, baru akan terasa betapa rentannya data-data kita.
Di era serba digital ini, kehilangan handphone bukan cuma soal kehilangan benda fisik, melainkan kehilangan akses ke data yang tersimpan di dalamnya. Mulai dari aplikasi Âm-banking, media sosial, foto pribadi, hingga data-data penting lainnya tersimpan di satu perangkat kecil itu. Kode OTP, informasi akun, dan berbagai akses penting bisa berpindah tangan dan disalahgunakan dalam hitungan detik.
Aku cuma bisa menghela nafas panjang, hari yang harusnya diisi dengan canda tawa malah berubah jadi sesi panik massal. Tapi di hari itu, aku belajar dua hal. Pertama, rencana family time bisa hancur seketika gara-gara satu kejadian tak terduga. Dan kedua, keamanan digital harus selalu jadi prioritas di era serba digital ini. Dunia nyata dan dunia maya kini saling terhubung, dan kehilangan satu sisi bisa berdampak besar di sisi lainnya. Dan yang paling pasti, hari sial memang terbukti gak ada di kalender, dia datang tanpa undangan.