Monday, 31 March 2025
HomeOpiniGaram dan Madu, Lagu Jelek, atau Overhate

Garam dan Madu, Lagu Jelek, atau Overhate

Oleh: Muhamad Ikhlas Andhana dari Sekolah Vokasi IPB University

Tentang “Garam dan Madu”
Lagu “Garam dan Madu,” yang dirilis pada 20 Desember 2024 oleh Tenxi, Naykilla, dan Jemsii, telah menjadi fenomena di industri musik Indonesia. Dalam waktu kurang dari sebulan, lagu ini berhasil menarik perhatian hingga 13 juta pendengar, suatu pencapaian yang luar biasa yang menyiratkan daya tarik yang kuat di antara masyarakat.

Dengan mengecoh beberapa rilis besar lainnya, seperti “Birds of A Feather” oleh Billie Eilish dan “Bunga Maaf” oleh The Lantis, “Garam dan Madu” memang layak disebut sebagai salah satu lagu yang paling dibicarakan pada awal 2025.

Keunikan lagu ini terletak pada penggabungan dua genre yang berbeda: hip-hop dan dangdut. Kombinasi ini menciptakan nuansa yang fresh dan menarik, di mana beat dangdut berpadu dengan ritme hip-hop.

Tidak hanya itu, liriknya yang ditulis dalam Bahasa Indonesia, Inggris, dan Jawa membawa nuansa yang lebih kaya dan sesuai dengan beragam latar belakang pendengar di Indonesia. Rilis video klipnya juga berhasil menarik perhatian, meskipun tidak lepas dari kontroversi.

Banyak pendengar yang mencurahkan pendapat mereka di media sosial mengenai kesan mereka terhadap lirik dan visual yang dinilai tidak senonoh serta kritikan terhadap tingkat musikalitas yang ditampilkan.

Berbagai reaksi ini membangkitkan perdebatan di kalangan netizen, mempertanyakan apakah lagu ini layak dianggap jelek atau justru mengalami overhate dari para netizen.

Dari Sudut Pandang Musisi
Dari sudut pandang saya sebagai penikmat musik, pengalaman saya dibesarkan dalam lingkungan yang dikelilingi oleh musisi membuat saya memiliki pandangan yang lebih mendalam terhadap musik.

Sejak usia 8 tahun, saya aktif mengeksplorasi dunia musik dan terlibat dalam berbagai proyek kreatif. Ketika menghadapi beragam komentar negatif tentang “Garam dan Madu,” saya menemukan diri saya berada dalam posisi yang sulit, di mana opini netizen dapat dengan mudah memengaruhi persepsi saya.

Saya merasakan ketegangan antara apresiasi terhadap kreativitas lagu ini dan ketidakcocokan selera pribadi saya.

Satu sisi dari saya merasakan keunikan dan keberanian yang dihadirkan “Garam dan Madu,” dengan cara yang berani menjelajahi genre yang berbeda dan menciptakan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya di industri musik Indonesia, lagu ini jelas menawarkan sesuatu yang berbeda dan patut diapresiasi.

Namun, di sisi lain, saya juga menyadari bahwa musik adalah masalah selera yang sangat subjektif. Apa yang mungkin menarik bagi satu orang belum tentu berlaku bagi orang lainnya.

Dengan semua aspek yang telah dipertimbangkan, saya percaya bahwa “Garam dan Madu” harus diakui sebagai sebuah gebrakan di industri musik Indonesia.

Meskipun
banyak yang mengkritik lagu ini, kita tidak dapat mengabaikan fakta bahwa setiap orang memiliki selera yang berbeda dalam menikmati musik.

Penilaian para netizen, meskipun penting, tidak seharusnya diambil sebagai satu-satunya ukuran untuk menilai keberhasilan sebuah karya seni.

Sebagai pendengar, kita perlu memberi ruang bagi keberagaman musik dan memahami bahwa inovasi seperti “Garam dan Madu” bisa membawa warna baru dalam kebudayaan musik kita.

Saya mengajak semua pendengar untuk mempertimbangkan lagu ini tidak hanya dari sudut pandang kritis, tetapi juga sebagai ekspresi kreativitas yang patut dipuji.

Setiap inovasi dalam musik, meskipun tidak selalu sesuai dengan selera semua orang, adalah langkah menuju keberagaman yang lebih kaya di dunia musik Indonesia.

Mari kita rayakan kesempatan ini untuk menikmati dan menghargai berbagai warna musik yang hadir, tanpa harus terjebak dalam penilaian negatif yang bisa menghalangi kita dari menikmati sesuatu yang baru.***

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here