Bogordaily.net – Tidak semua orang memulai perjalanan hidupnya dengan keyakinan penuh, ada kalanya jalan yang ditempuh berasal dari keterpaksaan dan tantangan yang tak terduga. Namun berjalan seiringnya waktu, hal tersebut justru menjadi salah satu bagian yang paling berarti dalam hidup. Hani Fitria Rahmani adalah salah satunya, lahir di Bandung pada 18 April 1990, ia awalnya tidak pernah membayangkan akan berkecimpung di dunia akademik, apalagi menjadi dosen.
Selepas SMA, Hani lebih memilih untuk langsung bekerja, Namun orang tuanya, terutama sang ayah, bersikeras agar ia melanjutkan pendidikan tinggi. Dengan setengah hati, ia “diseret” masuk kuliah di STIE Ekuitas. Pilihan jurusan pun bukan kehendaknya sendiri, pada awalnya ia ingin mengambil jurusan Manajemen, tetapi kedua orang tuanya mengarahkan untuk masuk jurusan Akuntansi. Meski sempat menolak, akhirnya ia belajar dengan serius, hingga berhasil menyelesaikan studi dalam waktu 3 tahun 8 bulan dan lulus pada tahun 2011.
Motivasi dari Sang Ayah
Namun, titik balik terbesar dalam hidupnya bukan sekadar soal pilihan jurusan, melainkan ucapan sang ayah yang terus terngiang di benaknya hingga saat ini:
“Ayah tidak bisa mewariskan harta, tetapi bisa mewariskan ilmu. Harta bisa habis, tetapi ilmu akan selalu bermanfaat dan membawa seseorang ke lingkungan yang lebih baik. Ilmu itu luas, tetapi tidak mungkin datang sendiri. Jika ingin dekat dengan ilmu, maka harus berkuliah. Karena di akhirat nanti, kita bisa dikumpulkan dengan orang-orang berilmu.”
Kata-kata inilah yang menjadi motivasi terbesarnya dalam menempuh pendidikan. Tahun 2012, ia kembali melanjutkan studi S2 di Universitas Sangga Buana, jurusan Manajemen. Sambil bekerja, ia menyisihkan gaji untuk dapat membiayai kuliahnya sendiri. Dengan tekun ia tetap menjalaninya berkat dorongan dan motivasi yang disampaikan sang ayah. Akhirnya, ia berhasil lulus hanya dalam waktu 14 bulan, dengan tesis yang diselesaikan hanya dalam 3 bulan, di tahun 2014.
Memulai Karier sebagai Dosen
Setelah meraih gelar S2, Hani mulai mengirimkan lamaran ke berbagai kampus dan akhirnya diterima sebagai dosen di LP3I pada tahun 2014. Meski sudah menjadi dosen pengajar, ia tetap menjalani pekerjaan kantoran dari pagi hingga sore, lalu mengajar di malam hari dan juga pada hari Sabtu. Setahun kemudian, ia pindah mengajar ke Universitas Informatika dan Bisnis Indonesia (UNIBI), lalu pada 2016 bergabung dengan Universitas Nasional Pasim. Di universitas ini, ia mendapat kepercayaan sebagai Kepala Program Studi Akuntansi pada tahun 2018.
Membuktikan Diri dengan Gelar Kedua
Sebagai dosen, ia menghadapi tantangan besar, terutama ketika ada anggapan bahwa gelarnya di bidang Manajemen membuatnya kurang pantas mengajar Akuntansi. Pandangan tersebut menjadi pemicu baginya untuk mengambil S2 kedua di jurusan Akuntansi di Universitas Sangga Buana pada tahun 2020. Keputusan ini bukan sekadar untuk membuktikan dirinya, tetapi juga untuk memperkuat kompetensinya sebagai akademisi.
Berkembang di Dunia Akademik
Pada tahun 2022, Hani pindah ke Bogor mengikuti suaminya, namun ia tetap mengajar di Universitas Nasional Pasim secara online. Setahun kemudian, ia resmi bergabung dengan IPB University sebagai dosen di Program Studi Akuntansi, membuka babak baru dalam kariernya sebagai akademisi di kampus negeri. Selama bertahun-tahun mengajar di berbagai kampus, baik swasta maupun negeri, Hani menyadari adanya kesenjangan yang cukup besar dalam dunia pendidikan tinggi, terutama dalam hal fasilitas dan kesempatan akademik. Di kampus swasta, keterbatasan fasilitas menjadi tantangan tersendiri, baik bagi mahasiswa maupun dosen. Begitu pula dalam hal pendanaan riset, di mana banyak hibah penelitian yang lebih mudah diakses oleh perguruan tinggi negeri, sementara di kampus swasta, sosialisasi mengenai peluang tersebut masih minim.
Menjadi Dosen Bukan Sekadar Mengajar
Bagi Hani Fitria Rahmani, peran dosen dalam membentuk masa depan mahasiswa sangatlah penting. Dosen bukan hanya sekadar mengajar, tetapi juga menjadi bagian dari perjalanan intelektual mahasiswa, membantu mereka memahami dunia pasca-kampus, serta memberikan arahan dalam berpikir kritis. Ia selalu berusaha membuka ruang komunikasi bagi mahasiswanya, termasuk dengan membiarkan mereka menghubunginya kapan saja jika ada pertanyaan. Sikap ini adalah bentuk respek terhadap mahasiswa, dengan harapan bahwa mereka juga akan menghargainya sebagai dosen.
Prinsip Hidup: Let It Flow
Prinsip hidup yang selalu ia pegang adalah “let it flow”. Meski pernah merasa insecure, terutama ketika berencana melanjutkan S3, ia akhirnya menyadari bahwa ketakutannya tidak terbukti. Bahkan, ketika pertama kali diperkenalkan sebagai dosen CPNS di Sekolah Vokasi IPB University, ia merasa minder karena hanya dirinya yang berasal dari kampus swasta, sementara dosen lain berasal dari universitas ternama, bahkan luar negeri. Namun, seorang teman mengingatkannya bahwa setiap orang memiliki keunggulan masing-masing. Keyakinan inilah yang terus ia pegang teguh dalam menjalani perjalanan akademiknya.
Pesan untuk Generasi Muda
Sebagai akademisi yang telah melalui berbagai tantangan, pesan yang ingin ia sampaikan kepada generasi muda adalah untuk mengenali dan mengembangkan keunggulan diri. “Jika kalian memiliki sesuatu yang berbeda dan unik dalam diri kalian, di mana pun kalian berada, kalian akan tetap kuat dan mampu bertahan,” ujarnya.
Dari seorang yang awalnya tidak ingin kuliah hingga menjadi dosen di salah satu institusi terbaik di Indonesia, perjalanan Hani Fitria Rahmani adalah kisah tentang perjuangan, keteguhan, dan keberanian untuk terus belajar serta berkembang.***
Jinanti Audiza
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB