Bogordaily.net – Industri film merupakan sektor yang sangat bergantung pada komunikasi dan citra publik. Dalam dunia hiburan, tidak hanya kualitas produksi yang menjadi faktor keberhasilan sebuah film, tetapi juga bagaimana film tersebut dapat diterima oleh masyarakat. Aktor, sebagai wajah dari film, memiliki peran penting dalam membangun dan mempertahankan reputasi sebuah karya. Sebagai figur publik, setiap ucapan dan tindakan aktor dapat memengaruhi persepsi penonton terhadap film yang mereka bintangi. Kesalahan komunikasi dapat menjadi bumerang yang berdampak buruk bagi reputasi film dan perusahaan produksi.
Salah satu kasus terbaru yang menyoroti pentingnya komunikasi dalam industri film adalah kontroversi seputar A Business Proposal versi Indonesia.
Pernyataan aktor utamanya, Abidzar Al Ghifari, dalam sebuah wawancara mengakui bahwa dirinya tidak menonton versi asli drama Korea tersebut sebelum membintanginya.
Pernyataan ini memicu kemarahan penggemar yang menilai bahwa aktor tidak menunjukkan profesionalisme dalam mempersiapkan perannya. Akibatnya, muncul seruan boikot yang berujung pada rendahnya jumlah penonton di bioskop.
Opini Publik dan Media Sosial
Dalam era digital, reaksi publik terhadap suatu pernyataan dapat menyebar dengan sangat cepat melalui media sosial.
Kesalahan ucapan seorang aktor dapat dengan mudah menjadi viral, memicu berbagai komentar negatif, hingga menyerukan boikot terhadap film tersebut.
Media sosial memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengekspresikan pendapat mereka secara bebas, sehingga opini publik dapat terbentuk dan berkembang dalam hitungan jam atau bahkan menit setelah suatu pernyataan kontroversial muncul.
Dalam kasus A Business Proposal versi Indonesia, tagar #BoikotABPIndonesia sempat menjadi trending di media sosial, menunjukkan bahwa opini publik memiliki dampak besar terhadap persepsi dan minat masyarakat terhadap film.
Banyak penggemar yang mengungkapkan kekecewaan mereka terhadap aktor utama yang dinilai kurang menghargai sumber asli cerita, sehingga memunculkan anggapan bahwa film ini dibuat tanpa riset yang cukup.
Saat informasi yang diberikan tidak diterima dengan baik atau tafsirannya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, itu dapat menjadi sebuah permasalahan yang tentunya dapat berdampak bagi lembaga, perusahaan ataupun individu tersebut (Falih Dwi Musyaffa & Dadi Ahmadi, 2023).
Hal ini menyebabkan tantangan besar bagi tim produksi dalam mengendalikan narasi yang berkembang dan mencoba memperbaiki citra film di mata publik.
Pengaruh terhadap Jumlah Penonton
Kontroversi yang terjadi berdampak langsung pada performa film di bioskop. Berdasarkan laporan Merdeka.com, film ini hanya berhasil meraih 10.035 penonton pada hari pertama penayangannya, angka yang jauh di bawah ekspektasi untuk film yang diadaptasi dari serial populer.
Jika dibandingkan dengan film-film adaptasi lainnya yang mampu menarik ratusan ribu penonton dalam minggu pertama, angka ini menunjukkan bahwa dampak dari citra negatif yang berkembang di media sosial benar-benar berpengaruh terhadap keputusan calon penonton untuk menyaksikan film ini di bioskop.
Dalam kasus A Business Proposal versi Indonesia, efek dari kontroversi yang terjadi sangat terasa dalam bentuk rendahnya jumlah penonton dan meningkatnya seruan boikot yang semakin menghambat pertumbuhan jumlah penonton.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam industri film, kesalahan komunikasi sekecil apa pun dapat berimbas besar terhadap keberhasilan sebuah film, terutama jika tidak ditangani dengan strategi komunikasi yang tepat.
Tanggapan Pihak Falcon dan Aktor dalam Mengatasi Komunikasi Krisis
Menanggapi kontroversi yang semakin meluas, Falcon Pictures sebagai rumah produksi A Business Proposal versi Indonesia segera mengambil langkah komunikasi krisis guna meredam dampak negatif yang terjadi.
Salah satu strategi utama yang mereka lakukan adalah menerbitkan surat terbuka kepada publik yang bertujuan untuk menjelaskan situasi dan menunjukkan komitmen mereka dalam menangani permasalahan ini.
Dalam surat terbukanya, Falcon Pictures menyatakan bahwa pernyataan Abidzar tidak mencerminkan kurangnya profesionalisme dalam produksi film, melainkan hanya bentuk kejujuran yang mungkin disalahartikan oleh publik.
Mereka juga menegaskan bahwa seluruh kru dan aktor telah bekerja keras untuk menghadirkan adaptasi yang berkualitas dan tetap menghormati karya aslinya.
Pendekatan emosional dalam komunikasi krisis dapat meningkatkan persepsi ketulusan, empati, dan komitme organisasi untuk menyelesaikan masalah.
Ketika organisasi menunjukkan empati dan kepekaan terhadap perasaan publik, merek dapat menciptakan hubunga yang lebih manusiawi denga audiens, yang pada gilirannya membantu memulihkan reputasi perusahaan (Sheaff Hagen, C., 2014).
Selain langkah dari Falcon Pictures, Abidzar Al Ghifari juga mengeluarkan pernyataan permintaan maaf secara resmi.
Dalam pernyataannya, ia mengakui bahwa ucapan aktor dan perbuatannya telah menimbulkan kekecewaan di kalangan penggemar. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada para penggemar yang telah memberikannya pelajaran berharga.
Pernyataan ini bertujuan untuk meredam reaksi negatif dari publik dan mengembalikan kepercayaan terhadap dirinya sebagai seorang aktor.
Studi terhadap berbagai organisasi menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan emosional yang tepat dapat membantu mengurangi kemarahan publik, meningkatkan persepsi positif, dan mempercepat pemulihan krisis (Alya Ramadhani & Fitria Ayuningtyas, 2024).
Kasus kontroversi ucapan aktor pada film A Business Proposal versi Indonesia menunjukkan bagaimana kesalahan komunikasi seorang aktor dapat berdampak besar terhadap reputasi film dan perusahaan produksi.
Media sosial mempercepat penyebaran opini publik, yang dapat berujung pada boikot dan penurunan jumlah penonton. Langkah Falcon Pictures dengan mengeluarkan surat terbuka serta permintaan maaf dari Abidzar Al Ghifari menjadi contoh respons komunikasi krisis yang bertujuan meredakan kontroversi dan membangun kembali kepercayaan publik.
Ke depan, industri film Indonesia perlu lebih proaktif dalam membekali aktor dan tim produksi dengan keterampilan komunikasi publik serta pemahaman mendalam terhadap proyek yang mereka jalani.
Dengan strategi komunikasi yang lebih matang dan kesiapan menghadapi media, industri hiburan dapat menjaga reputasi film serta membangun hubungan yang lebih baik dengan penonton.***
Jinanti Audiza
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB University