Monday, 31 March 2025
HomeHiburanKontroversi Film A Business Proposal: Abidzar Al Ghifari Menuai Kritik Netizen

Kontroversi Film A Business Proposal: Abidzar Al Ghifari Menuai Kritik Netizen

Bogordaily.net – Film hasil adaptasi memang selalu menjadi tantangan besar, terutama perihal ekspektasi penggemar dari versi yang asli. Sayangnya, adaptasi film satu ini lebih banyak menuai komentar negatif dibandingkan komentar positif dan antusiasme. Salah satu pemicunya adalah pernyataan dari Abidzar Al Ghifari sebagai pemeran utama. Abidzar Al Ghifari, seorang aktor yang membintangi film A Business Proposal—film garapan Falcon Pictures yang mengadaptasi series asal Korea yang populer ini—sedang menuai banyak kritik dari netizen. Beberapa pernyataan yang dikeluarkan Abidzar pada saat wawancara mengenai film dianggap tidak profesional dan menuai kontroversi.

Kontroversi ini berawal ketika Abidzar, yang juga merupakan tokoh utama dari film A Business Proposal ini mengaku hanya menonton satu episode dari serial aslinya, dan itu pun tidak sampai selesai. Abidzar beralasan bahwa ia memutuskan untuk tidak melanjutkan menonton karena ingin menciptakan interpretasi karakternya sendiri.

Pernyataan ini yang memicu reaksi negatif dari netizen. Sikap dan pernyataan yang diambil oleh Abidzar dianggap kurang profesional dan menunjukkan kurangnya usaha dalam mempelajari karakter yang ia perankan, karena memahami karakter yang akan diperankan merupakan tanggung jawab seorang aktor.

Terlebih lagi ini merupakan film hasil adaptasi drama serial Korea yang sangat populer dan memiliki banyak penggemar yang sudah berekspektasi tinggi terhadap film adaptasi ini.

Tidak sampai disitu, Abidzar kembali membuat banyak kontroversi ketika ia merespons kritik yang ia dapatkan dengan menyebut penggemar series tersebut dengan panggilan “fans fanatik”.

Pernyataan ini bukannya meredam kekesalan netizen, hal ini justru membuat para netizen semakin kesal. Mereka menilai Abidzar terkesan tidak mau menerima kritik dan justru menyalahkan penggemar series aslinya.

Kontroversi justru semakin membesar ketika rumah produksi Falcon Pictures turun tangan dengan merilis surat terbuka sebagai bentuk respons terhadap kritik dari netizen yang semakin membludak. Dalam surat tersebut mereka menjelaskan bahwa pernyataan Abidzar mengenai ingin membuat karakter sendiri adalah bagian dari pendekatan kreatif sang aktor bersama sutradara.

Namun, bukannya memperbaiki keadaan, surat ini malah semakin memperkeruh keadaan. Netizen menganggap bahwa Falcon seolah-olah tidak bertanggung jawab dengan reaksi negatif yang dilontarkan kepada para cast. Beberapa bahkan mengajak untuk memboikot film ini karena merasa film tidak diproduksi dengan serius.

Melihat reaksi tersebut, Abidzar akhirnya mengeluarkan permintaan maaf melalui akun instagram pribadinya. Ia mengaku menyesal atas perkataannya yang menyinggung banyak pihak dan berterima kasih atas kritik yang akan menjadi pelajaran baginya.

Meski begitu, sebagian netizen masih merasa skeptis dan menilai permintaan maaf itu adalah hasil tekanan dari pihak production house untuk meredakan situasi, bukan sebagai bentuk kesadaran pribadi.

Semua kontroversi ini seharusnya dapat menjadi pembelajaran berharga bagi industri film Indonesia. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya sebuah film digarap dengan baik dan matang, tidak hanya dalam hal pemilihan aktor, tetapi juga bagaimana mereka membuat pernyataan dan menanggapi kritik masyarakat.

Adaptasi karya bukan hanya sekadar mengganti latar dan bahasa, tetapi juga bagaimana seorang aktor bisa memahami, dan menghadirkan karakter dengan tepat, hal ini tentunya dibutuhkan riset yang mendalam, mengenai karakter yang akan diperankan.

Hal ini krusial karena dapat menyebabkan sebuah film dianggap gagal, bahkan sebelum filmnya benar-benar tayang—maka tidak heran apabila banyak adaptasi film di Indonesia yang gagal mendapatkan antusiasme dari masyarakat.

Pemilihan aktor bukan hanya soal popularitas, tetapi juga tanggung jawab dan dedikasi terhadap peran yang diamanahi.

Kasus ini menunjukkan pentingnya PR training dan komunikasi yang baik dengan publik. Penting juga untuk mengetahui bagaimana cara menangani sebuah kritik—karena hal ini dapat sangat berpengaruh terhadap citra dari film dan juga aktor yang bersangkutan. Jika sebuah kritik direspons secara defensif, maka tidak heran kepercayaan publik akan semakin menurun.

Pada akhirnya, kontroversi ini menjadi pelajaran berharga bagi industri perfilman indonesia dalam menangani respons publik. Banyaknya kritikan yang muncul bukan hanya semata-mata bentuk kekecewaan, tetapi juga menjadi motivasi agar adaptasi film lokal bisa lebih serius dalam menggarap sebuah cerita, serta memahami ekspektasi calon penonton.

Jika industri perfilman bisa belajar dari kontroversi ini, diharapkan kedepannya adaptasi film Indonesia punya peluang untuk berkembang lebih baik. Bukanlah hal mustahil apabila film hasil adaptasi Indonesia bisa diterima dengan baik, bahkan hingga ke kancah Internasional.***

Nadhifa Desi Wulansari Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

 

 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here