Bogordaily.net – Belakangan ini, masyarakat di sejumlah wilayah Jawa Barat dikagetkan dengan fenomena kekosongan BBM di sejumlah SPBU swasta.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan penjelasan bahwa kelangkaan ini terjadi karena faktor ketidaksesuaian harga jual eceran dengan biaya pengadaan BBM oleh operator swasta.
Namun, di balik penjelasan teknis tersebut, masalah ini menyimpan pertanyaan yang lebih dalam, mulai dari kebijakan distribusi, regulasi harga, hingga ketimpangan kompetisi antara SPBU milik negara dan swasta.
Jika tidak diatasi secara baik, krisis ini berpotensi mengganggu stabilitas pasokan energi dan memicu keresahan masyarakat.
Akar Masalah Kelangkaan BBM di SPBU Swasta
Kelangkaan BBM di SPBU swasta tidak bisa dilihat sebagai persoalan biasa. Pertama, kebijakan distribusi BBM di Indonesia masih didominasi oleh Pertamina sebagai BUMN.
Meski SPBU swasta diizinkan beroperasi, mereka seringkali kesulitan mendapatkan alokasi BBM bersubsidi atau bahkan nonsubsidi akibat kuota terbatas.
Misalnya, dalam sistem distribusi saat ini, Pertamina kerap menjadi “penguasa” yang menentukan prioritas pengiriman BBM ke SPBU miliknya sendiri, terutama di daerah dengan permintaan tinggi.
Kedua, regulasi harga BBM yang ditetapkan pemerintah membuat margin keuntungan SPBU swasta sangat tipis, terutama ketika harga minyak mentah dunia naik.
Akibatnya, banyak operator swasta terpaksa mengurangi operasional atau bahkan berhenti berjualan untuk menghindari kerugian.
Selain itu, kurang jelasnya mekanisme penetapan harga jual eceram oleh pemerintah menciptakan ketidakpastian bisnis.
SPBU swasta tidak memiliki kendali atas harga jual, sementara biaya logistik, pajak, dan operasional terus meningkat, Bahkan, beberapa operator mengeluhkan biaya transportasi dari depot ke SPBU yang membengkak hingga 15% akibat kenaikan harga solar untuk armada pengangkut. Dalam situasi ini, mereka terjepit antara mematuhi regulasi atau menjaga keberlangsungan usaha.
Tidak mengherankan jika akhirnya beberapa SPBU memilih tutup sementara atau beralih menjual produk non-BBM.
Di sisi lain, minimnya transparansi dalam pasokan BBM juga menjadi faktor krusial. SPBU swasta kerap mengeluhkan kesulitan mengakses stok BBM dari depot-depot tertentu, yang diduga lebih memprioritaskan SPBU milik Pertamina.
Hal ini memperparah ketimpangan kompetisi dan memperlihatkan lemahnya pengawasan pemerintah terhadap praktik monopoli terselubung.
Respons Kementerian ESDM dan Solusi yang Diperlukan
Menanggapi kekosongan BBM di SPBU swasta, Kementerian ESDM menjelaskan bahwa pemerintah telah memastikan ketersediaan stok BBM nasional aman.
Mereka juga menyebutkan bahwa kelangkaan di SPBU swasta terjadi karena operator tidak mampu menyesuaikan harga jual dengan biaya pengadaan.
Meski demikian, penjelasan ini dinilai terlalu simplistis dan mengabaikan akar masalah struktural, Alih-alih menyalahkan operator, pemerintah perlu mengakui bahwa kebijakan satu harga BBM yang diterapkan sejak 2020 justru mematikan insentif bagi SPBU swasta untuk bertahan di daerah dengan biaya logistik tinggi, seperti wilayah pegunungan atau kepulauan.
Pertama, pemerintah perlu merevisi kebijakan distribusi BBM dengan prinsip keadilan. SPBU swasta harus diberikan akses yang setara terhadap pasokan BBM, baik bersubsidi maupun non subsidi, selama memenuhi syarat operasional.
Kedua, formula penetapan harga jual eceran perlu dievaluasi agar lebih fleksibel menyesuaikan fluktuasi harga minyak dunia dan biaya logistik, Pemerintah bisa mengikuti model harga fleksibel yang dihitung per wilayah berdasarkan hitungan biaya distribusi, seperti yang berlaku di sektor listrik Sistem margin keuntungan yang transparan akan mendorong SPBU swasta tetap beroperasi tanpa merugikan konsumen.
Selain itu, pemerintah harus memperkuat pengawasan terhadap rantai pasokan BBM. Jika ada indikasi praktik monopoli atau diskriminasi penempatan stok, Kementerian ESDM bersama Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) perlu turun tangan memberikan sanksi tegas. Di sisi lain, operator SPBU swasta juga harus didorong untuk meningkatkan efisiensi operasional dan diberikan layanan agar tidak bergantung hanya pada penjualan BBM.
Krisis BBM di SPBU swasta adalah cerminan dari ketimpangan sistem distribusi energi nasional. Pemerintah tidak bisa hanya berfokus pada menjaga stok BBM, tetapi juga harus menciptakan alur bisnis yang adil bagi semua pelaku usaha.
Regulasi yang fleksibel, pengawasan yang efektif, dan dialog terbuka antara pemerintah, BUMN, dan swasta menjadi kunci untuk mencegah kelangkaan BBM berulang.
Jika tidak, masyarakat lah yang akan terus menjadi korban dari ketidakpastian pasokan energi. Pada akhirnya, energi bukan sekadar kebutuhan ekonomi semata, tetapi juga kepentingan hidup orang banyak yang wajib dijaga keberlangsungannya.***
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB, Abiya Rafa (J0401231046)