Oleh: Putri Yuliadisti – Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB University
Seni selalu menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia, baik sebagai cara mengekspresikan perasaan maupun menyampaikan pesan. Namun, dengan berkembangnya teknologi, cara kita menikmati dan menghargai seni juga ikut berubah. Dulu, untuk melihat sebuah karya seni, kita harus datang ke galeri, museum, atau pameran langsung. Sekarang, seni dapat dengan mudah ditemukan di media sosial seperti Instagram, TikTok, ataupun Pinterest.
Hal ini tentunya memberikan banyak manfaat, terutama bagi seniman yang ingin menampilkan karya mereka ke lebih banyak orang. Kini, siapa saja bisa melihat dan menikmati seni tanpa harus pergi ke tempat tertentu. Seniman pun tidak perlu lagi bergantung pada galeri atau pameran untuk mendapatkan pengakuan. Media sosial memungkinkan mereka menjangkau audiens yang lebih luas dengan hanya mengunggah karya mereka ke internet.
Namun, ada juga tantangan yang muncul. Salah satunya adalah cara orang mengapresiasi seni. Sebelumnya, melihat karya seni membutuhkan waktu untuk memahami makna dan detailnya. Kini, banyak orang hanya melihat seni dalam hitungan detik sebelum beralih ke konten berikutnya. Seni tidak lagi dinikmati dengan penuh perhatian, tetapi lebih sebagai hiburan singkat yang mudah berlalu.
Selain itu, media sosial bekerja dengan algoritma, yaitu sistem yang menentukan konten mana yang lebih sering muncul di beranda pengguna. Algoritma ini lebih mementingkan jumlah like, komentar, dan share dibandingkan kualitas karya itu sendiri. Akibatnya, karya yang cepat menarik perhatian dan mudah viral lebih sering muncul, sementara karya yang lebih kompleks dan membutuhkan pemahaman mendalam sering kali tenggelam.
Situasi ini menimbulkan dilema bagi seniman. Mereka harus memilih antara tetap setia pada gaya seni mereka atau mengikuti tren agar lebih mudah dikenal. Jika mereka mengikuti selera pasar, karya mereka mungkin lebih cepat terkenal tetapi bisa kehilangan keunikan. Sebaliknya, jika mereka bertahan dengan gaya sendiri, ada risiko karya mereka tidak mendapat banyak perhatian.
Meskipun begitu, bukan berarti apresiasi seni akan hilang di era digital. Ada banyak cara agar seni tetap dihargai dengan baik. Pertama, kita sebagai penikmat seni bisa lebih selektif dalam memilih karya yang kita dukung. Daripada hanya melihat karya yang viral, kita bisa meluangkan waktu untuk memahami pesan dan usaha yang ada di balik sebuah karya. Kedua, seniman bisa menggunakan media sosial sebagai alat untuk membangun komunitas yang benar-benar menghargai seni, bukan sekadar mencari popularitas.
Selain itu, teknologi juga bisa digunakan untuk meningkatkan pengalaman dalam menikmati karya seni. Misalnya, dengan Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR), kita bisa melihat pameran seni digital yang lebih interaktif. Dengan cara ini, karya seni tetap bisa dinikmati dengan lebih mendalam, meskipun melalui platform digital.
Dunia digital saat ini memang mengubah cara kita mengakses dan mengapresiasi seni. Media sosial membuka peluang besar bagi seniman, tetapi juga membawa tantangan dalam cara kita memahami dan menikmati karya seni. Oleh karena itu, kita perlu menemukan keseimbangan antara menikmati kemudahan akses seni dan tetap memberikan apresiasi yang pantas bagi setiap karya. Dengan begitu, seni tidak hanya menjadi tren sesaat, tetapi tetap menjadi bagian penting dalam kehidupan manusia.***